IMG-20210401-WA0039-1200x800

Bappenas Luncurkan Dokumen Kebijakan PBI

JAKARTA – Sebagai pedoman penanganan perubahan iklim, Kementerian PPN/Bappenas meluncurkan dokumen Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) agar tercipta ketahanan iklim nasional. Melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020, PBI telah menjadi salah satu Prioritas Nasional (PN) 6 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. “Dalam RPJMN 2020-2024, peningkatan ketahanan iklim ditargetkan dapat mengurangi potensi kerugian ekonomi dari dampak perubahan iklim sebesar 1,15 persen PDB pada 2024. Kebijakan pembangunan berketahanan iklim merupakan implementasi dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), Low Carbon and Climate Resilience Strategy, Sendai Framework, dan pemenuhan target Paris Agreement,” jelas Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa melalui virtual pada Kamis (1/4).

PBI secara paralel juga akan mendukung tercapainya target-target yang telah ditetapkan dalam TPB/SDGs, khususnya Tujuan 13: Penanganan Perubahan Iklim yang diharapkan dapat tercapai secara komprehensif di 2030. Ketahanan iklim menjadi sangat penting karena Indonesia terletak pada garis ekuator dan diapit dua samudera sehingga tercipta pola iklim dinamis, yaitu yang berlangsung cepat (rapid onset) dan dalam kurun waktu yang relatif panjang (slow onset). Selain kerugian fisik dan material, masyarakat juga berpeluang kehilangan mata pencaharian sebagai dampak negatif dari pola iklim tersebut. Berdasarkan kajian Kementerian PPN/Bappenas di 2019, kerugian ekonomi untuk empat sektor prioritas RPJMN 2020-2024 diperkirakan sebesar Rp 102,3 triliun di 2020 dan Rp 115,4 triliun pada 2024 atau meningkat sebesar 12,76 persen selama lima tahun. Nilai tersebut belum mempertimbangkan konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah sebagai variabel antara yang menghubungkan antara perubahan iklim dengan kondisi makroekonomi, baik di level nasional maupun provinsi.

“Melalui Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim dan Penguatan Ketahanan Bencana, kita berupaya untuk tetap mempertahankan sektor produksi, baik dari kelautan dan pesisir, pertanian, maupun aktivitas perekonomian terkait lainnya yang terdampak,” imbuh Menteri Suharso. Dokumen PBI yang diluncurkan Kementerian PPN/Bappenas terdiri atas enam serial buku, yakni (1) Lokasi Prioritas dan Daftar Aksi Ketahanan Iklim; (2) Kelembagaan Pusat dan Daerah; (3) Peran Lembaga Non Pemerintah dalam Ketahanan Iklim; (4) Sumber-sumber Pendanaan untuk Mendukung Rencana dan Aksi Ketahanan Iklim; (5) Mekanisme Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan; dan (6) Buku Ringkasan Eksekutif PBI.

Serial buku PBI ditujukan sebagai rujukan bagi para pihak dalam melaksanakan PN 6 dalam RPJMN 2020-2024 dan kerangka perencanaan pembangunan nasional berikutnya, terutama untuk penyusunan perencanaan program dan kegiatan ketahanan iklim, panduan pembagian kewenangan bagi kementerian/lembaga untuk menghindari duplikasi terkait upaya ketahanan iklim pada sektor prioritas, referensi bagi pelaksanaan fungsi monitoring dan evaluasi kementerian/lembaga dalam menilai kontribusi capaian ketahanan iklim terhadap target yang telah ditetapkan dalam RPJMN, serta panduan penandaan kegiatan ketahanan iklim pada sistem Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (KRISNA). Pencapaian upaya ketahanan iklim di pusat dan daerah dimonitor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010. “Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim bukan sekadar kegiatan adaptasi perubahan iklim, melainkan sebuah terobosan kebijakan dalam upaya reformasi bencana serta upaya menurunkan kerugian ekonomi akibat bahaya iklim. Kolaborasi aktif dari seluruh pihak terkait sangat diperlukan untuk memberikan hasil yang bermakna dan dirasakan masyarakat,” pungkas Menteri Suharso.

Sumber: Hijauku.com

k390ByQRwp

Bappenas: Perubahan Iklim Dapat Mengganggu Perekonomian

Jakarta: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengatakan perubahan iklim tidak hanya berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pasalnya perubahan iklim juga berpengaruh terhadap kondisi perekonomian dan kehidupan masyarakat, khususnya di empat sektor.

“Empat sektor itu yakni kelautan dan pesisir, air, pertanian, dan kesehatan,” kata Suharso, dalam sebuah acara Peluncuran Dokumen Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 3 April 2021.

Menurutnya semua pihak sama-sama merasakan dampak perubahan iklim yang telah nyata di seluruh muka bumi termasuk Indonesia. Bentuknya pun beragam seperti ada kenaikan suhu, perubahan curah hujan, dan cuaca yang ekstrem yang kadangkala tidak mampu diramalkan dan berubah seketika.

“Dan tentu dampaknya pada peningkatan frekuensi dan intensitas bencana hydro meteorologi, kekeringan longsor, dan abrasi banjir,” ujarnya,

Ia menjelaskan, berdasarkan hasil kajian proyeksi iklim ada kemungkinan terjadi penambahan curah hujan harian yang berpotensi tinggi dan mengancam terjadinya longsor dan banjir pada daerah yang memiliki kerentanan tinggi. Wilayah tersebut perlu mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi melalui konvergensi ketahanan iklim dan pengurangan risiko bencana.

Di sektor kelautan dan pesisir, sepanjang 1.800 km garis pantai termasuk ke dalam kategori sangat rentan dan berisiko tinggi terhadap banjir pesisir atau rob. Perubahan iklim di sektor pertanian mengancam penurunan produksi pangan. Di sektor kesehatan, kejadian penyakit berbasis vector seperti DBD, malaria, dan pneumonia cenderung berpotensi meningkat.

Sebagai respons dari berbagai ancaman Indonesia, pemerintah melalui Bappenas menetapkan penanganan perubahan iklim dan bencana menjadi salah satu prioritas bahkan menjadi mainstream dalam penyusunan RPJMN.

Menurutnya Bappenas berperan sebagai clearing house yang memastikan program pembangunan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat melalui sinkronisasi perencanaan penanganan dan pengendalian pembangunan. Kementerian dan lembaga terkait sebagai pelaksana program ketahanan iklim diharapkan saling berkolaborasi.

“Dalam menyusun dan melaksanakan aksi peningkatan ketahanan iklim pada lokasi prioritas dan pada sektor-sektor yang tentu dapat saling menyesuaikan dengan tugas dan fungsinya,” pungkasnya.

Sumber: Medcom.id; Angga Bratadharma

Kementerian-PPN-Bappenas

Kementerian PPN/Bappenas Luncurkan Dokumen Pembangunan Berketahanan Iklim

ZONAUTARA.com – Sebagai pedoman penanganan perubahan iklim, Kementerian PPN/Bappenas meluncurkan dokumen Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) agar tercipta ketahanan iklim nasional.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020, PBI telah menjadi salah satu Prioritas Nasional (PN) 6 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

“Dalam RPJMN 2020-2024, peningkatan ketahanan iklim ditargetkan dapat mengurangi potensi kerugian ekonomi dari dampak perubahan iklim sebesar 1,15 persen PDB pada 2024. Kebijakan pembangunan berketahanan iklim merupakan implementasi dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), Low Carbon and Climate Resilience Strategy, Sendai Framework, dan pemenuhan target Paris Agreement,” jelas Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa melalui virtual pada Kamis (1/4/2021).

PBI secara paralel juga akan mendukung tercapainya target-target yang telah ditetapkan dalam TPB/SDGs, khususnya Tujuan 13: Penanganan Perubahan Iklim yang diharapkan dapat tercapai secara komprehensif di 2030.

Ketahanan iklim menjadi sangat penting karena Indonesia terletak pada garis ekuator dan diapit dua samudera sehingga tercipta pola iklim dinamis, yaitu yang berlangsung cepat (rapid onset) dan dalam kurun waktu yang relatif panjang (slow onset).

Selain kerugian fisik dan material, masyarakat juga berpeluang kehilangan mata pencaharian sebagai dampak negatif dari pola iklim tersebut. Berdasarkan kajian Kementerian PPN/Bappenas di 2019, kerugian ekonomi untuk empat sektor prioritas RPJMN 2020-2024 diperkirakan sebesar Rp 102,3 triliun di 2020 dan Rp 115,4 triliun pada 2024 atau meningkat sebesar 12,76 persen selama lima tahun.

Nilai tersebut belum mempertimbangkan konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah sebagai variabel antara yang menghubungkan antara perubahan iklim dengan kondisi makroekonomi, baik di level nasional maupun provinsi.

“Melalui Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim dan Penguatan Ketahanan Bencana, kita berupaya untuk tetap mempertahankan sektor produksi, baik dari kelautan dan pesisir, pertanian, maupun aktivitas perekonomian terkait lainnya yang terdampak,” imbuh Menteri Suharso.

Dokumen PBI yang diluncurkan Kementerian PPN/Bappenas terdiri atas enam serial buku, yakni (1) Lokasi Prioritas dan Daftar Aksi Ketahanan Iklim; (2) Kelembagaan Pusat dan Daerah; (3) Peran Lembaga Non Pemerintah dalam Ketahanan Iklim; (4) Sumber-sumber Pendanaan untuk Mendukung Rencana dan Aksi Ketahanan Iklim; (5) Mekanisme Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan; dan (6) Buku Ringkasan Eksekutif PBI.

Serial buku PBI ditujukan sebagai rujukan bagi para pihak dalam melaksanakan PN 6 dalam RPJMN 2020-2024 dan kerangka perencanaan pembangunan nasional berikutnya, terutama untuk penyusunan perencanaan program dan kegiatan ketahanan iklim, panduan pembagian kewenangan bagi kementerian/lembaga untuk menghindari duplikasi terkait upaya ketahanan iklim pada sektor prioritas, referensi bagi pelaksanaan fungsi monitoring dan evaluasi kementerian/lembaga dalam menilai kontribusi capaian ketahanan iklim terhadap target yang telah ditetapkan dalam RPJMN, serta panduan penandaan kegiatan ketahanan iklim pada sistem Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (KRISNA).

Pencapaian upaya ketahanan iklim di pusat dan daerah dimonitor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010.

“Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim bukan sekadar kegiatan adaptasi perubahan iklim, melainkan sebuah terobosan kebijakan dalam upaya reformasi bencana serta upaya menurunkan kerugian ekonomi akibat bahaya iklim. Kolaborasi aktif dari seluruh pihak terkait sangat diperlukan untuk memberikan hasil yang bermakna dan dirasakan masyarakat,” pungkas Menteri Suharso. (*)

64a4a05a821b9f8c393d039b4b702ed6

Aplikasi Aksara Bantu Kawal Pemantauan PRK di Jawa Tengah

DIREKTORAT Lingkungan Hidup Bappenas melalui Sekretariat Program Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) bersama Bappeda Provinsi Jawa Tengah mengadakan kegiatan sosialisasi Pembangunan Rendah Karbon di Semarang.

Berlangsung juga Workshop PEP Aksi Pembangunan Rendah Karbon melalui Aplikasi Aksara yang dihadiri seluruh 35 kabupaten/kota secara daring dan luring selama 3 hari, 8-10 Maret itu.

Menurut Perwakilan Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas Irfan Darliazi Yananto, kegiatan tersebut dimaksudkan untuk memperkuat komitmen pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan PRK sekaligus peningkatan kapasitas SDM Pemkab/Pemkot dalam pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).

Irfan menambahkan kegiatan itu dapat memperkuat PRK sebagai salah satu elemen penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jateng.

“PRK memiliki dua fokus utama, yaitu perbaikan kualitas perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau dan pelaksanaan PRK pada lima bidang: energi, lahan, industri, limbah, dan kawasan pesisir dan lautan (blue carbon) – kami berharap provinsi Jawa Tengah dapat memperkuat pencapaian tersebut dengan adanya kegiatan ini,” ujar dia.

“Aksara tidak hanya untuk pemantauan dan evaluasi, tetapi dapat juga akan dikembangkan untuk tujuan perencanaan. Modul perencanaan masih dalam proses, saat ini sudah berjalan untuk pemantauan dan evaluasi,” sambungnya.

Sementara itu, Agung Tejo Prabowo, Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (IPW) yang mewakili PLH Sekda Provinsi Jawa Tengah, mengatakan bahwa berdasarkan rekaman pelaporan data Aksara Pemprov Jawa Tengah telah dilakukan 1.314 aksi mitigasi perubahan iklim, dengan capaian potensi penurunan emisi GRK kumulatif mencapai 9,58 juta ton CO2eq (karbon dioksida equivalen) hingga tahun lalu.

“Kegiatan ini kedepan diharapkan dapat didukung dengan pelaporan dari 35 Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dalam mengelola dan melaporkan kegiatan yang mendukung pengurangan emisi GRK di wilayah masing-masing,” kata dia.

Dengan perubahan paradigma perencanaan pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas melakukan pemutakhiran sistem pemantauan yang selama ini telah dilakukan melalui PEP Online menjadi aplikasi Aksara sebagai perwujudan transformasi PEP Online dalam mengakomodir upaya pemantauan indikator-indikator pembangunan rendah karbon seperti intensitas emisi dengan tetap memantau potensi penurunan emisi karbon.

Dalam pelaksanaan PRK tidak hanya aspek daya dukung dan daya tampung yang menjadi fokus analisis, namun juga aspek ekonomi dan sosial.

Aplikasi Aksara sendiri bertujuan untuk mendukung kegiatan perencanaan, pemantauan dan evaluasi PRK dan dapat diakses melalui laman pprk.bappenas.go.id/aksara untuk menggali berbagai informasi mengenai PRK baik di tingkat nasional maupun daerah. (R-3)

Sumber:
Budi Ernanto

54e8c5cd-c52e-4621-97df-a716b36b19c2_169

Pembangunan Rendah Karbon Dipantau Lewat Aplikasi, Apa Hasilnya?

Jakarta – Pembangunan rendah karbon (PRK) diharapkan bisa menjadi elemen penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJMD) Provinsi Jawa Tengah.

Perwakilan Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas Irfan Darliazi Yananto mengungkapkan PRK ini memiliki dua fokus utama yaitu perbaikan kualitas perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau pada pelaksanaan di lima bidang.

“Antara lain energi, lahan, industri, limbah dan kawasan pesisir dan lautan (blue carbon) kami berharap provinsi Jawa Tengah dapat memperkuat pencapaian tersebut dengan adanya kegiatan ini,” kata dia dalam keterangannya, Kamis (11/3/2021).

Dia mengungkapkan Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas melalui Sekretariat Program Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) bersama Bappeda Provinsi Jawa Tengah mengadakan kegiatan sosialisasi Pembangunan Rendah Karbon sekaligus Workshop PEP Aksi Pembangunan Rendah Karbon melalui Aplikasi AKSARA untuk Provinsi Jawa Tengah yang dihadiri seluruh 35 Kabupaten/Kota secara daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan) selama 3 hari, 8-10 Maret 2021 di kota Semarang.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan PRK sekaligus peningkatan kapasitas SDM Pemkab/Pemkot dalam pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui aplikasi AKSARA.

“AKSARA tidak hanya untuk pemantauan dan evaluasi, tetapi dapat juga akan dikembangkan untuk tujuan perencanaan. Modul perencanaan masih dalam proses, saat ini sudah berjalan untuk pemantauan dan evaluasi,” ujarnya

Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (IPW), yang mewakili PLH Sekda Provinsi Jawa Tengah Agung Tejo Prabowo mengatakan bahwa berdasarkan rekaman pelaporan data AKSARA Pemprov Jawa Tengah telah dilakukan 1.314 aksi mitigasi perubahan iklim, dengan capaian potensi penurunan emisi GRK kumulatif mencapai 9,58 juta ton CO2eq (karbon dioksida equivalen) hingga tahun 2020.

“Kegiatan ini ke depan diharapkan dapat didukung dengan pelaporan dari 35 Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dalam mengelola dan melaporkan kegiatan yang mendukung pengurangan emisi GRK di wilayah masing-masing,” jelas dia.

Seiring dengan perubahan paradigma perencanaan pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas melakukan pemutakhiran sistem pemantauan yang selama ini telah dilakukan melalui PEP Online menjadi aplikasi AKSARA sebagai perwujudan transformasi PEP Online dalam mengakomodir upaya pemantauan indikator-indikator pembangunan rendah karbon seperti intensitas emisi dengan tetap memantau potensi penurunan emisi karbon.

Dalam pelaksanaan PRK tidak hanya aspek daya dukung dan daya tampung yang menjadi fokus analisis, namun juga aspek ekonomi dan sosial. Contohnya adalah hutan mangrove yang memiliki potensi unggul di ketiga aspek tersebut.

Selain mengurangi emisi GRK dengan menyerap karbon, mangrove dapat meningkatkan keberlanjutan lingkungan sekitarnya dengan menahan abrasi dan menjadi habitat bagi biota pesisir. Di aspek ekonomi, pengelolaan hutan bakau yang baik dapat menjadi peluang ekonomi bagi kelompok masyarakat sekitarnya melalui penciptaan ekowisata yang menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan mereka.

Aplikasi AKSARA bertujuan untuk mendukung kegiatan perencanaan, pemantauan dan evaluasi PRK. AKSARA menjadi platform perekaman aksi PRK yang transparan, akurat, lengkap, konsisten, dan terintegrasi. Aplikasi AKSARA dapat diakses melalui laman pprk.bappenas.go.id/AKSARA untuk menggali berbagai informasi mengenai Pembangunan Rendah Karbon baik di tingkat nasional maupun daerah.

5e58aa5487d4a

Pembangunan Rendah Karbon di Jateng Dipantau Via Aplikasi Aksara

SEMARANG, KOMPAS.com – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan memantau pembangunan rendah karbon di wilayahnya, melalui aplikasi Aksara.

Aplikasi Aksara ini dikelola Sekretariat Program Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Bappeda Jateng.

Menurut wakil DLH Bappenas Irfan Darliazi Yananto, pembangunan rendah karbon merupakan salah satu elemen penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jateng.

“Pembangunan rendah karbon memiliki dua fokus utama, yaitu perbaikan kualitas perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau dan pelaksanaan pembangunan rendah karbon,” katanya melalui rilis ke Kompas.com, Minggu (14/3/2021).

Pelaksanaan pembangunan rendah karbon sendiri dilakukan di lima bidang yakni energi, lahan industri, limbah, kawasan pesisir dan lautan.

“Aplikasi Aksara tidak hanya untuk pemantauan dan evaluasi, tetapi dapat juga akan dikembangkan untuk tujuan perencanaan (pembangunan rendah karbon),” katanya.

“Modul perencanaan masih dalam proses, saat ini sudah berjalan untuk pemantauan dan evaluasi.”

Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (IPW), mewakili PLH Sekda Provinsi Jawa Tengah, Agung Tejo Prabowo mengatakan, sepanjang 2020 Pemprov Jawa Tengah telah melakukan 1.314 aksi mitigasi perubahan iklim.

Dengan demikian, selama 2020 capaian potensi penurunan emisi GRK kumulatif mencapai 9,58 juta ton CO2eq (karbon dioksida equivalen) di Jateng.

Data ini terekam dalam aplikasi Aksara.

“Capaian 35 Pemkab dan Pemkot dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui aplikasi Aksara akan kami nilai sebagai bagian dari kinerja pembangunan daerah,” pungkas Agung.

Dalam pelaksanaan pembangunan rendah karbon, yang dinilai tidak hanya aspek daya dukung dan daya tampung, namun juga aspek ekonomi dan sosial.

Misal, penanaman hutan mangrove.

Kegiatan ini selain mengurangi emisi GRK dengan menyerap karbon, mangrove dapat meningkatkan keberlanjutan lingkungan sekitarnya dengan menahan abrasi dan menjadi habitat bagi biota pesisir.

Untuk aspek ekonominya, pengelolaan hutan bakau yang baik dapat menjadi peluang ekonomi bagi kelompok masyarakat sekitarnya. Misal, melalui penciptaan ekowisata yang menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan mereka.

Editor : Aprillia Ika

image_2021-03-17_180825

Bappenas Kawal Pemantauan dan Pelaporan Aksi Pembangunan Rendah Karbon Daerah Lewat Aplikasi

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas melalui Sekretariat Program Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) menggelar sosialisasi Pembangunan Rendah Karbon di Jawa Tengah.

Sosialisasi ini sekaligus dengan menggelar workshop PEP Aksi Pembangunan Rendah Karbon melalui Aplikasi AKSARA bersama bersama Bappeda Provinsi Jawa Tengah.

Acara dihadiri seluruh 35 Kabupaten/Kota secara daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan) selama 3 hari, 8-10 Maret 2021 di Semarang.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan PRK sekaligus peningkatan kapasitas SDM Pemkab/Pemkot dalam pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui aplikasi AKSARA.

Perwakilan Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas, Irfan Darliazi Yananto, menyampaikan harapan agar kegiatan ini dapat memperkuat PRK sebagai salah satu elemen penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jateng.

“PRK memiliki dua fokus utama, yaitu perbaikan kualitas perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau dan pelaksanaan PRK pada lima bidang: energi, lahan, industri, limbah, dan kawasan pesisir dan lautan (blue carbon) – kami berharap provinsi Jawa Tengah dapat memperkuat pencapaian tersebut dengan adanya kegiatan ini,” jelas dia.

“AKSARA tidak hanya untuk pemantauan dan evaluasi, tetapi dapat juga akan dikembangkan untuk tujuan perencanaan. Modul perencanaan masih dalam proses, saat ini sudah berjalan untuk pemantauan dan evaluasi,” ujar dia.

Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (IPW), Agung Tejo Prabowo, yang mewakili PLH Sekda Provinsi Jawa Tengah mengatakan, berdasarkan rekaman pelaporan data AKSARA Pemprov Jawa Tengah telah dilakukan 1.314 aksi mitigasi perubahan iklim.

Dengan capaian potensi penurunan emisi GRK kumulatif mencapai 9,58 juta ton CO2eq (karbon dioksida equivalen) hingga tahun 2020.

“Kegiatan ini ke depan diharapkan dapat didukung dengan pelaporan dari 35 Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dalam mengelola dan melaporkan kegiatan yang mendukung pengurangan emisi GRK di wilayah masing-masing,” tuturnya.

“Kami menyambut baik kegiatan yang dilaksanakan Sekretariat PPRK Bappenas di Provinsi Jawa Tengah dengan tema yang kami tetapkan bersama: Peran Emisi Pengurangan GRK Daerah sebagai Kinerja Pembangunan Daerah – artinya capaian masing-masing Pemkab/Pemkot dalam PEP penurunan GRK melalui aplikasi AKSARA akan kami nilai sebagai bagian dari kinerja pembangunan daerah,” pungkas Agung.

Seiring dengan perubahan paradigma perencanaan pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas melakukan pemutakhiran sistem pemantauan yang selama ini telah dilakukan melalui PEP Online menjadi aplikasi AKSARA sebagai perwujudan transformasi PEP Online dalam mengakomodir upaya pemantauan indikator-indikator pembangunan rendah karbon seperti intensitas emisi dengan tetap memantau potensi penurunan emisi karbon.

Dalam pelaksanaan PRK tidak hanya aspek daya dukung dan daya tampung yang menjadi fokus analisis, namun juga aspek ekonomi dan sosial. Contohnya adalah hutan mangrove yang memiliki potensi unggul di ketiga aspek tersebut.

Selain mengurangi emisi GRK dengan menyerap karbon, mangrove dapat meningkatkan keberlanjutan lingkungan sekitarnya dengan menahan abrasi dan menjadi habitat bagi biota pesisir.

Di aspek ekonomi, pengelolaan hutan bakau yang baik dapat menjadi peluang ekonomi bagi kelompok masyarakat sekitarnya melalui penciptaan ekowisata yang menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan mereka.

Aplikasi AKSARA bertujuan untuk mendukung kegiatan perencanaan, pemantauan dan evaluasi PRK. AKSARA menjadi platform perekaman aksi PRK yang transparan, akurat, lengkap, konsisten, dan terintegrasi.

Aplikasi AKSARA dapat diakses melalui laman pprk.bappenas.go.id/AKSARA untuk menggali berbagai informasi mengenai Pembangunan Rendah Karbon baik di tingkat nasional maupun daerah.

Sumber:
Tira Santia
Nurmayanti

sejumlah-narasumber-acaraworkshop-dansosialisasi-pembangunan-rendah-karbon

Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Efektif Turunkan Emisi Efek Rumah Kaca di Jateng

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG– Bencana hidrometereologis berdampak luas di beberapa daerah di Jawa Tengah. Situasi ini kemungkinan bertambah parah di masa mendatang.

Karena itu, upaya mitigasi perubahan iklim harus dilakukan. 

Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menggulirkan Program Pembangunan Rendah Karbon (PRK).

PRK memiliki dua fokus utama, yaitu perbaikan kualitas perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau dan pelaksanaan PRK pada lima bidang: energi, lahan, industri, limbah, dan kawasan pesisir dan lautan (blue carbon).

“Kami berharap provinsi Jawa Tengah dapat memperkuat pencapaian tersebut dengan adanya workshop ini,” kata Perwakilan Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/ Bappenas, Irfan Darliazi Yananto, saat workshop dan sosialisasi Pembangunan Rendah Karbon yang diikuti 35 pemerintah kabupaten/kota Jateng di Kota Semarang, Selasa (9/3/2021).

Kegiatan ini, kata dia, sekaligus memperkuat komitmen pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan PRK.

Menurutnya, Pembangunan Rendah Karbon merupakan satu elemen penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jateng.

Pihaknya juga mengenalkan Aplilasi Aksara sebagai upaya peningkatan kapasitas SDM di lingkungan pemkab/pemkot dalam pelaksanaan pmantauan, evaluasi dan pelaporan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).

“Aksara tidak hanya untuk pemantauan dan evaluasi, tetapi dapat juga akan dikembangkan untuk tujuan perencanaan. Modul perencanaan masih dalam proses, saat ini sudah berjalan untuk pemantauan dan evaluasi,” jelasnya.

Sementara, Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (IPW) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jateng, Agung Tejo Prabowo mengatakan, berdasarkan rekaman pelaporan data Aksara, di Jateng telah dilakukan 1.314 aksi mitigasi perubahan iklim.

“Aksi mitigasi ini mampu menghasilkan capaian potensi penurunan emisi GRK kumulatif mencapai 9,58 juta ton CO2eq (karbon dioksida equivalen) hingga 2020,” terangnya.

Terkait Aplikasi Aksara, ia menuturkan ke depannya menjadi pendukung dalam pelaporan dari 35 pemerintah kabupaten/kota di Jateng dalam mengelola dan melaporkan kegiatan yang mendukung pengurangan emisi GRK di wilayah masing-masing.

“capaian masing-masing pemkab/pemkot dalam penurunan gas rumah kaca bisa melalui Aplikasi Aksara. Nantinya, akan kami nilai sebagai bagian dari kinerja pembangunan daerah,” imbuhnya.

Dalam pelaksanaan PRK, tidak hanya aspek daya dukung dan daya tampung yang menjadi fokus analisis, namun juga aspek ekonomi dan sosial.

Contohnya adalah hutan mangrove yang memiliki potensi unggul di ketiga aspek tersebut.

Selain mengurangi emisi GRK dengan menyerap karbon, mangrove dapat meningkatkan keberlanjutan lingkungan sekitarnya dengan menahan abrasi dan menjadi habitat bagi biota pesisir.

Di aspek ekonomi, pengelolaan hutan bakau yang baik dapat menjadi peluang ekonomi bagi kelompok masyarakat sekitarnya melalui penciptaan ekowisata yang menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan mereka.

Penulis: mamdukh adi priyanto
Editor: rival al manaf
Sumber: Tribun Jateng

A62D341B-0C9E-425E-9D5F-AD7B38D47A2C

Ekonomi sirkular berpotensi dongkrak PDB hingga Rp642 triliun

“Implementasi ekonomi sirkular diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pasca COVID-19”

Jakarta (ANTARA) – Laporan terbaru Kementerian PPN/Bappenas berjudul The Economic, Social and Environmental Benefits of A Circular Economy in Indonesia mengungkap potensi penerapan ekonomi sirkular di lima sektor industri mampu menambah Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp642 triliun.

Studi yang dikerjakan bersama dengan UNDP Indonesia serta didukung Pemerintah Kerajaan Denmark tersebut berfokus pada lima sektor utama, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, perdagangan grosir dan eceran (dengan fokus pada kemasan plastik), konstruksi, dan elektronik. Berdasarkan hasil studi tersebut, implementasi konsep ekonomi sirkular di lima sektor tersebut dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2030.

“Implementasi ekonomi sirkular diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pasca COVID-19, melalui penciptaan lapangan pekerjaan hijau (green jobs) dan peningkatan efisiensi proses dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pada peluncuran laporan itu secara daring di Jakarta, Senin.

Model ekonomi sirkular membuka peluang bagi para pelaku ekonomi untuk mengurangi konsumsi bahan, produksi limbah, dan emisi sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Cara tersebut sudah berhasil diterapkan pada beberapa negara, termasuk Denmark.

“Keberlanjutan adalah inti dari filosofi produksi negara Denmark. Kami siap untuk berbagi praktik terbaik tentang penerapan ekonomi sirkular dan berharap Indonesia dapat mengadopsi proses yang sama seiring dengan upaya pembangunan berkelanjutan,” kata Menteri Lingkungan Hidup Denmark Lea Wermelin.

Sedangkan Kepala Perwakilan UNDP di Indonesia Norimasa Shimomura menekankan Indonesia bisa mendapat manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang sangat besar dari penerapan ekonomi sirkular.

Selain dampak ekonomi sirkular juga signifikan pada lingkungan. Salah satunya, terdapat potensi untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang bisa membantu Indonesia mencapai target penurunan emisi.

“Berdasarkan analisis kami, ekonomi sirkular bisa membantu Indonesia mencapai penurunan emisi GRK sebesar 126 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2030, yang didorong oleh beberapa faktor, termasuk produksi limbah yang lebih rendah, penggunaan alternatif yang lebih hemat energi, dan perpanjangan umur sumber daya,” ujar Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Arifin Rudiyanto.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2021

akurat_20201129021118_5Z43Nr

Ekonomi Sirkular 5 Sektor Industri Dorong PDB hingga Rp642 Triliun

AKURAT.CO Laporan terbaru Kementerian PPN/Bappenas berjudul The Economic, Social and Environmental Benefits of A Circular Economy in Indonesia mengungkap potensi penerapan ekonomi sirkular di lima sektor industri mampu menambah Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp642 triliun.

Studi yang dikerjakan bersama dengan UNDP Indonesia serta didukung Pemerintah Kerajaan Denmark tersebut berfokus pada lima sektor utama, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, perdagangan grosir dan eceran (dengan fokus pada kemasan plastik), konstruksi, dan elektronik. Berdasarkan hasil studi tersebut, implementasi konsep ekonomi sirkular di lima sektor tersebut dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2030.

“Implementasi ekonomi sirkular diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pasca COVID-19, melalui penciptaan lapangan pekerjaan hijau (green jobs) dan peningkatan efisiensi proses dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pada peluncuran laporan itu secara daring di Jakarta, kemarin, dilansir dari Antara, Selasa (26/1/2021).

Kelima sektor tersebut mewakili hampir sepertiga PDB Indonesia dan mempekerjakan lebih dari 43 juta tenaga kerja pada 2019. Jika ekonomi sirkular dijalankan di sana maka berpotensi menghasilkan tambahan PDB secara keseluruhan pada kisaran Rp593 triliun sampai dengan Rp642 triliun.

Model ekonomi sirkular membuka peluang bagi para pelaku ekonomi untuk mengurangi konsumsi bahan, produksi limbah, dan emisi sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Cara tersebut sudah berhasil diterapkan pada beberapa negara, termasuk Denmark.

Oleh: Dhera Arizona Pratiwi

Publikasi Akurat.co.id