1629949340

Pembangunan Rendah Karbon Bisa Pangkas Potensi Kerugian Bencana Rp 544 Triliun

JAKARTA, investor.id – Kondisi memprihatinkan tengah terjadi pada perubahan iklim dunia. Berdasarkan laporan terkini IPCC, dunia akan menghadapi batas aman suhu bumi (di bawah 1,5 derjat celcius) lebih cepat dari waktu yang diprediksi. Panel lingkungan PBB pun merekomendasikan langkah exraordinari.

Demikian disampaikan Deputi Bidang Kemaritiman dan SDA Kementerian PPN/Bappenas, Arifin Rudiyanto saat membuka Green Economy Talks dengan tema “Pembangunan Rendah Karbon Sebagai Pilar Utama Mencapai Ekonomi Hijau dan Net Zero Emissions Indonesia” yang digelar secara daring pada, Kamis, 26 Agustus 2021

Kondisi tersebut, menurut Arifin, telah memaksa negara-negara maju di dunia menetapkan kebijakan pro lingkungan dan target ambisius untuk pertumbuhan ekonomi hijau. Sebanyak 29 negara telah mengumumkan target penurunan emisi dan 98 negara dalam proses diskusi termasuk Indonesia. Bhutan disebutkan sebagai negara yang pertama mencapai net zero emission di dunia. “Saat ini Bhutan merupakan negara yang paling bahagia di dunia yang telah berhasil mencapai net zero emission pada tahun 2020,” paparnya.

Kebijakan negara maju dimaksud diantaranya Uni Eropa – Carbon Border Tax dimulai 2026 dan Inggris yang menetapkan due diligence on forest risk commodities yang tentu saja berimplikasi pada neraca perdagangan Indonesia. Pada Desember 2020 ekspor non migas ke Uni Eropa Indonesia tercatat sebesar USD 1,27 triliun (8,19%).

Dino Patti Djalal selaku Founder of Foreign Policy Community Indonesia.

Untuk menghadapi hal tersebut, menurut Arifin, Indonesia memerlukan strategi transformasi ekonomi diantaranya melalui ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon untuk keluar dari jebakan “middle income trap”, untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan menjaga kualitas lingkungan dan kesejahteraan.

Selain itu berbagai isu yang terjadi menurut Arifin tidak lagi ditangani secara terpisah, melainkan kesatuan. “Ada transisi pembangunan bisnis anusual menjadi pembangunan yang memperhatikan keseimbangan ekonomi, sosial dan lingkungan atau bukan sektoral lagi, ujar Arifin.

Dampak yang ditimbulkan oleh bencana perubahan iklim tak main-main. Menurut Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam, bencana iklim berpotensi mengalami kerugian selama periode 2020-2024 sebesar Rp544 triliun, sehingga perlu dilakukan intervensi.

“Tanpa intervensi kebijakan potensi kehilangan akibat perubahan iklim bisa mencapai Rp115T pada tahun 2024,” ujar Medrilzam. Untuk itu pemerintah telah memasukkan Pembangunan rendah karbon dan ketahanan iklim ke dalam RPJMN 2024-2029.

Indonesia telah menetapkan tahun 2060 untuk mencapai net zero emissions. Untuk mencapai net zero emissions pada tahun 2060 tersebut Indonesia memerlukan investasi hingga 2060 sekitar Rp77 ribu triliun (5 kali PDB tahun 2060). Selain investasi, risiko stranded asset dalam transisi energi, kesadaran masyarakat menggunakan produk ramah lingkungan dan persiapan SDM untuk migrasi ke green jobs.

Medrilzam juga menyebutkan, program Energi Baru Terbaharukan (EBT) harus didampingi dengan program efisiensi energi yang ditingkatkan secara bertahap, disamping juga carbon tax bisa menjadi salah satu instrumen untuk mengendalikan emisi yang didukung secara simultan oleh skema insentif.

Strategi lainnya yang tengah dijalankan pemerintah adalah penanganan limbah dan ekonomi sirkular, pengembangan industri hijau, pembangunan energi berkelanjutan, rendah karbon laut dan pesisir dan pemulihan berkelanjutan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca 27,3% di tahun 2024

Namun target Indonesia untuk mencapai zero net emission tahun 2060 dipandang tertinggal dibandingkan negara-negara lain yang menetapkan tahun 2050 oleh Founder of Foreign Policy Community Indonesia Dino Patti Djalal, yang menyebut negara pembanding Korea, Afrika Selatan berani menetapkan tahun 2050.

“Jika ingin jadi leader di diplomacy perlu keberanian menetapkan target penurunan emisi,” Ujar Dino. Hal sama menuutnya juga perlu dilakukan untuk penetapan besaran penurunan emisi, Indonesia belum bergerak dari target 5 tahun yaitu penurunan 29% dari bisnis as usual dan jika dibantu negara maju 41%.

Ada hal menarik disampaikan Medrilzam dari studi yang dilakukan oleh Bappenas untuk mendukung penerapan ekonomi hijau. Beberapa co-benefit dari ekonomi sirkular, pada tahun 2030 akan dapat meningkatkan PDB sekitar Rp593-Rp638 triliun, menciptakan 4,4 juta lapangan kerja hijau dan mengurangi timbulan limbah sebesar 18,52% dibandingkan business as usual. Sementara kerugian yang akibat timbulan food loss and waste tahun 2000-2019 sebesar Rp213-551 triliun (4-2% dari PDB).

Philips Douglas selaku Development Director and Head of UK Climate Change Unit UKCCU.

Kegiatan ini juga dihadiri oleh perwakilan dari UK Foreign, Commonwealth and Development Office, lembaga asal Inggris selama ini menjadi mitra berkelanjutan pembangunan ekonomi hijau dan rendah karbon di Indonesia.

Philips Douglas selaku Development Director and Head of UK Climate Change Unit UKCCU dan Ida Suriany selaku Senior Policy and Program Manager, UK FCDO tampil sebagai pembicara diacara tersebut, selain itu ada Dyah Roro Esti selaku Anggota Komisi VII DPR dan Komisioner LCDI Indonesia, lalu Chrisnawan Anditya selaku Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Kementerian ESDM dan Didi Hardiana selaku Head of Innovative Financing Lab, UNDP juga turut menyampaikan paparannya dalam diskusi yang dipandu oleh Gita Syahrani yang merupakan Kepala Sekretariat Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL).

Sumber: investor.id

Gallery-2

IMPLEMENTASI EKONOMI HIJAU MELALUI PEMBANGUNAN RENDAH KARBON

JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas menyiapkan tiga strategi utama Pembangunan Rendah Karbon (PRK) sebagai bagian penting dari implementasi Ekonomi Hijau. Strategi tersebut adalah kebijakan net zero emissions untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, stimulus hijau untuk pemulihan ekonomi, serta implementasi kebijakan PRK untuk memenuhi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. “Kita ingin membangun lebih baik, build back better. Secara bersamaan, pemerintah akan menyusun kebijakan yang robust dan aplikatif agar upaya berbagai pihak dapat berjalan dalam koridor yang sama,” urai Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto dalam Webinar Indonesia Green Economy Talks Series: Pembangunan Rendah Karbon sebagai Pilar Utama Mencapai Ekonomi Hijau dan Net Zero Emissions Indonesia, Kamis (26/8).

Untuk mencapai target net zero emission pada 2060, Indonesia membutuhkan total investasi sebesar Rp 77.000 triliun hingga 2060 atau setara 5 kali lipat dari PDB Indonesia di 2020. “Harapan kami tentunya implementasi net zero emission melalui PRK betul-betul bisa didorong bersama dengan prinsip no one left behind dalam transisi yang lumayan panjang dan tentunya mengarah ke ekonomi hijau yang tangguh dan inklusif, yang didukung kualitas lingkungan yang baik,” tegas Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam. Bersamaan dengan upaya pemulihan ekonomi akibat pandemi, Indonesia juga tengah melakukan upaya membangun ketahanan iklim, untuk meminimalkan kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan dari bencana hidrometeorologi serta perubahan kondisi lingkungan akibat perubahan iklim. “Tentunya, transformasi ekonomi memerlukan dukungan regulasi, dukungan kelembagaan, dan kerangka pembiayaan yang memadai,” jelas Deputi Arifin.

Berdasarkan studi Kementerian PPN/Bappenas, akibat dampak perubahan iklim, Indonesia berpotensi mengalami kerugian hingga Rp 115 triliun pada tahun 2024. Dengan penerapan intervensi kebijakan Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020-2024, potensi kehilangan ekonomi tersebut dapat turun hingga 50,4 persen menjadi Rp 57 triliun pada 2024. PRK menekankan prioritas pada lima sektor, yaitu penanganan limbah dan ekonomi sirkular, pengembangan industri hijau, pembangunan energi berkelanjutan, rendah karbon laut dan pesisir, serta pemulihan lahan berkelanjutan. Sementara pembangunan berketahanan iklim berfokus pada 4 (empat) prioritas utama yang telah memiliki sebaran lokasi prioritas di seluruh Indonesia. Sebagai bagian dari implementasi PRK, Kementerian PPN/Bappenas juga melakukan studi penerapan Ekonomi Sirkular dan studi Food Loss and Waste yang menunjukkan pendekatan tersebut menghasilkan peluang peningkatan PDB sebesar Rp 593 triliun hingga Rp 638 triliun, penciptaan 4,4 juta lapangan kerja, pengurangan limbah sebesar 18-52 persen, serta penurunan emisi GRK sebesar 126 juta ton karbondioksida.

Jakarta, 27 Agustus 2021

Parulian Silalahi
Kepala Biro Humas dan Tata Usaha Pimpinan
Kementerian PPN/Bappenas

DSC07388

[Siaran Pers] Ekonomi Hijau dan Rendah Karbon Segera Diintegrasikan Dalam RPJMD Wilayah Timur Indonesia

# Workshop Nasional Pembangunan Rendah Karbon (PRK) regional Indonesia Timur, khususnya provinsi Sulawesi Selatan, Papua dan Papua Barat serta 7 provinsi lainnya di wilayah Sulawesi dan Maluku  memiliki tujuan mengembangkan dan mengintegrasikan Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD); Memfasilitasi proses pemantauan dan pelaporan aksi PRK; serta Pengenalan e-learning Aplikasi Perencanaan dan Pemantauan Aksi Pembangunan Rendah Karbon Indonesia (AKSARA) sebagai media pembelajaran mandiri.

Nusa Dua – Bali, 15 Juni, 2021Sebagai tindak lanjut komitmen untuk mengimplementasikan Pembangunan Rendah Karbon (PRK) di wilayah Indonesia Timur, Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas melalui Sekretariat Pembangunan Rendah Karbon memfasilitasi kegiatan Workshop Nasional PRK Regional Timur dengan dukungan mitra pembangunan (GIZ, UK FCDO, WRI Indonesia, Econusa, dan GGGI). Kegiatan juga dihadiri oleh Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah/SUPD, Kementerian Dalam Negeri; Direktur Regional III, Kementerian PPN/Bappenas; dan 10 provinsi di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua secara daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan) selama 2 hari, 15-16 Juni 2021 di Bali.

Kegiatan bertujuan mengembangkan dan mengintegrasikan kebijakan PRK di tingkat daerah, memfasilitasi provinsi dalam pemantauan dan pelaporan aksi PRK, serta pengenalan e-learning AKSARA sebagai media pembelajaran mandiri.

Dalam pidato pembukaannya, Ir. Medrilzam, M.Prof.Econ, PhD, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, menegaskan unsur-unsur pemerintah provinsi untuk segera memasukkan PRK sebagai bagian integral dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, menurunkan emisi GRK serta meminimalkan dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan.

“Integrasi Pembangunan Rendah Karbon ke dalam sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah adalah langkah strategis pertama dalam transformasi ekonomi untuk mendorong ekonomi hijau,” ujar Medrilzam.

“Ekonomi hijau adalah salah satu strategi transformasi ekonomi Indonesia yang mengedepankan model pembangunan yang mensinergikan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas lingkungan dengan manfaat  menciptakan peluang kerja baru (green jobs) dan investasi baru (green investment), mendorong pertumbuhan ekonomi rendah karbon, dan meningkatkan daya dukung Sumber Daya Alam/SDA dan lingkungan hidup,” tambah Medrilzam.

Dalam kesempatan yang sama, Plt. Direktur Regional III, Bappenas, Ika Retna Wulandary, ST, MSc., kembali menekankan pentingnya peran pemerintah daerah/provinsi dalam mengadopsi dan mengimplementasikan PRK yang sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN 2020-2024.

“Langkah yang dilakukan oleh pemerintah provinsi penandatangan MoU PRK sudah tepat dan mencerminkan sikap mitigatif dan adaptif terhadap perubahan iklim yang terjadi di wilayah masing-masing.”

“Dalam perspektif pembangunan regional, semakin cepat pemerintah provinsi mengadopsi ekonomi hijau dan pembangunan rendah karbon dalam RPJMD, maka semakin baik dalam mengantisipasi dan mengimplementasikan strategi pembangunan yang ramah lingkungan dan inklusif,” tutup Ika.

Ekonomi hijau dan rendah karbon diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap meningkatnya kegiatan Ekonomi (lapangan kerja hijau/green jobs, investasi hijau, dan pertumbuhan ekonomi hijau); Sosial (ketahanan masyarakat terhadap pandemi, perubahan iklim, dan bencana – serta produktivitas masyarakat); dan Lingkungan (penurunan Gas Rumah Kaca (GRK), pencegahan kepunahan biodiversitas, dan perlindungan kawasan hutan dan lahan gambut).

Untuk memastikan implementasi pembangunan rendah karbon sejalan dengan target pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Kementerian PPN/Bappenas melakukan pemutakhiran sistem pemantauan yang selama ini telah dilakukan melalui PEP Online menjadi aplikasi AKSARA. Upaya ini dilakukan untuk mengakomodir aksi pembangunan rendah karbon dan indikator-indikatornya, termasuk penurunan emisi dan intensitas emisi.

Aplikasi AKSARA bertujuan untuk mendukung kegiatan perencanaan, pemantauan dan evaluasi PRK. AKSARA menjadi platform perekaman aksi PRK yang transparan, akurat, lengkap, konsisten, dan terintegrasi. Aplikasi AKSARA dapat diakses melalui laman pprk.bappenas.go.id/AKSARA untuk menggali berbagai informasi mengenai PRK baik di tingkat nasional maupun daerah.

-selesai-

Narahubung:
Andie Wibianto  
Sekretariat LCDI
Email: andie@lcdi-indonesia.id               
HP: 08567653939

60c05ba0c7f87-dok-antrean-truk-bongkar-muatan-sampah-di-tpst-bantargebang-bekasi-jawa-barat_tvonenews_665_374

Sampah makanan capai 112 juta ton/tahun pada 2024

JAKARTA, 09/6 – Kementerian PPN/ Bappenas memprediksi sampah makanan atau timbulan akibat food loss and waste (FLW) dapat mencapai 112 juta ton per tahun atau 344 kilogram/kapita/tahun.

“Tanpa adanya intrervensi kebijakan, kita melakukan business as usual, bisa mencapai 112 juta ton per tahun. Itu artinya (FLW per kapita) 1 kilogram per hari,” kata Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/ Bappenas, Arifin Rudiyanto dalam webinar di Jakarta, Rabu.

Arifin menyebut berdasarkan studi Economist Intelligence Unit, Indonesia merupakan negara terbesar kedua penghasil makanan di dunia dan menghasilkan hampir 300 kilogram sampah makanan per orang per hari di setiap tahunnya. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sebanyak 44 persen timbulan sampah Indonesia pada 2018 merupakan sampah makanan.

Kajian Food loss and waste di Indonesia pada 2000-2019 timbulan FLW mencapai 23-48 juta ton per tahun atau setara 115-184 kilogram/kapita/tahun. Hal tersebut berdampak pada emisi total gas rumah kaca yang mencapai 1.702,9 Mega ton CO2-ek. Kehilangan ekonomi yang mencapai Rp213-551 triliun per tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia. Serta dampak dari sisi sosial berupa kehilangan kandungan energi yang setara dengan porsi makan 61 hingga 125 juta orang atau 29-47 persen populasi Indonesia.

Timbulan tersebut, lanjut Arifin, berasal dari lima tahap rantai pasok pangan dengan timbulan terbesar terjadi pada tahap konsumsi sebanyak 31,80 persen. Sementara, berdasarkan jenis pangan terjadi di sektor tanaman pangan kategori padi-padian dengan persentase 62,8 persen.

“Intinya dari seluruh sayur-sayuran yang dikonsumsi lebih banyak yang terbuang daripada yang dikonsumsi,” tutur Arifin.

Arifin membeberkan lima penyebab dan pendorong FLW di Indonesia, yakni kurangnya implementasi good handling practice, kualitas ruang penyimpanan yang kurang optimal, standar kualitas pasar dan preferensi konsumsi, lalu kurangnya edukasi pekerja pangan dan konsumen, serta kelebihan porsi dan perilaku konsumen.

Lebih lanjut Arifin, timbulan tersebut dapat ditekan dengan skenario strategi pengelolaan food loss and waste (FLW). Bappenas memprediksi melalui pengelolaan FLW, diestimasikan dapat menurunkan total FLW sampai 55,88 persen atau dapat ditekan pada angka 49 juta ton per tahun atau 166 kilogram/kapita/tahun pada tahun 2045.

“Dengan asumsi skenario strategi pengelolaan FLW, pada 2030 Indonesia dapat memenuhi target SDG 12.3 penurunan food waste sebesar 50 persen jika per tahunnya rata-rata dapat menurunkan timbulan FW sebesar 2,83 persen,” jelas Arifin.

Adapun strategi pengelolaan FLW di Indonesia terdiri dari perubahan perilaku, pembenahan penunjang sistem pangan, penguatan regulasi dan optimalisasi pendanaan, pemanfaatan FLW, serta pengembangan kajian dan pendataan FLW. (ito/ant)

Sumber: TvOne News

4789e8b6f0165f448ddfbc5f699713dd

Kementerian Pertanian Komitmen Turunkan Food Loss and Waste

Kementerian Pertanian (Kementan) berkomitmen penuh dalam upaya menurunkan food loss and waste (FLW). Dalam Webinar Strategi Pengelolaan Food Loss and Waste untuk Mendukung Ekonomi Sirkular dan Pembangunan Rendah Karbon yang berlangsung pada Rabu (9/6/2021), Kepala Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementan, Agung Hendriadi mengatakan, upaya penurunan FLW mencakup keseluruhan aspek dari hulu hingga hilir,

“Kita tahu bahwa FLW kita terbesar kedua di dunia berdasarkan riset. Ini menggugah kita bahwa penanganan FLW ini menjadi penting. Kalau kita liat di sini FLW itu dalam food supply chain mulai dari produksi, handling, dan proses, distribusi, hingga konsumsi,” ujar Agung.

Agung yang mewakili Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo sebagai keynote speaker dalam acara tersebut mengatakan penurunan kehilangan pangan (food loss) dari aspek produksi, proses, hingga distribusinya diupayakan melalui berbagai strategi antara lain menerapkan good agriculture processing (GAP), good handling processing (GHP), dan good distribution processing (GDP), meningkatkan teknologi budidaya, penyuluhan, meningkatkan infrastruktur, hingga memperkuat akses pasar produk yang dihasilkan.

“Tentunya banyak teknologi yang kita terapkan di sana. Di antaranya mekanisasi pertanian seperti penggunaan combine harvester, flatbed dryer, dan revitalisasi RMU,” kata Agung.

Dengan upaya tersebut, penurunan food loss untuk tanaman padi yang semula 20,92% ditekan menjadi 11 hingga 13%, untuk jagung dari 8,95% turun menjadi 2,5% hingga 2,7%.

Sementara di sektor hortikultura yang saat ini food loss-nya mencapai di atas 20%, diupayakan penurunannya hingga di bawah 15% dengan memperpendek rantai pasok dan intervensi teknologi. Berbagai bantuan prasarana dan sarana pasca panen dan pengolahan seperti penggunaan instore dryer dan penggunaan controlled atmoshpere storage (CAS).

Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa yang juga keynote speker mengatakan, upaya penurunan FLW ini menjadi komitmen pemerintah sebagai salah satu bagian dari pengurangan rendah karbon yang tercantum dalam berbagai peraturan termasuk dalam RPJMN.

“Secara khusus Indonesia berkomitmen dalam pengurangan sampah termasuk sampah pangan sebesar 30% dan 70% target penanganan pada 2025 melalui kebijakan penanganan sampah rumah tangga,”ungkapnya.

Berdasarkan hasil kajian FLW yang dilakukan Bappenas bersama World Resources Institute (WRI), terungkap bahwa FLW di Indonesia mencapai 23-48 juta ton per tahun atau setara dengan 115-184 kg per kapita per tahun.

Dampak ekonomi dari timbulan FLW ini berupa kehilangan produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar 4%-5%, atau senilai Rp213 triliun sampai Rp551 triliun per tahun. Nilai kehilangan ekonomi paling besar terjadi di sektor tanaman pangan. Persisnya di kategori padi-padian sebesar Rp88 triliun sampai Rp155 triliun per tahun.

Dibutuhkan sinergi dan peran stakeholder terkait baik dari pemerintah maupun swasta untuk bersama-sama mengurangi FLW. Food loss dapat ditekan dengan berbagai strategi dengan memperbaiki penanganan pasca panen, pengolahan primer dan sekunder. (RO/OL-10)

Sumber: Media Indonesia

Para pedagang dan calon pembeli beraktivitas di Pasar Tradisional Angso Duo yang dipenuhi sampah di Jambi, Senin (6/11). Penumpukan sampah terjadi di sejumlah titik di pasar tradisional terbesar di Jambi itu akibat dihentikannya operasional pengangkutan sampah secara mendadak oleh Dinas Kebersihan Pemerintah Kota Jambi. ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/foc/17.

Foods Thrown Away in Indonesia Are Enough to Solve Its Malnourishment Problem

Jakarta. Inefficient processing, storage, transportation, as well as wastage at the consumer’s level have led Indonesia to throw away around 23 to 48 million metric tons of food every year, an amount that is enough to address the country’s malnourishment problem, according to a report published on Wednesday.

The report, titled ‘Food Loss and Waste in Indonesia’, drew the conclusion after looking at 20 years worth of data to estimate food loss and waste at five stages of the country’s food supply chain and consumption.

Indonesians lost or wasted around 115-184 kilogram of food per capita per year on average, according to the study, which conducted by the National Development Planning Agency (Bappenas) in collaboration with think-tank World Resources Institute and a management consulting firm Waste for Change.

Most of the food loss occurred in the processing, storing, transporting, and selling of food crops, particularly grains. In contrast, most of the food waste occurred in the consumption stage when leftover food on the dining table is thrown away.

All those foods lost or wasted contain key nutrients, including energy, protein, vitamin A, and iron, which, in aggregate, could meet the nutrient requirements of 61-125 million people per year.

“Loss of nutritional content from food loss and waste, if utilized, can meet almost 100 percent of the nutritional needs of people who are malnourished in Indonesia” Arifin Rudiyanto, the deputy for maritime affairs and natural resources at the National Development Planning Ministry/Agency (Bappenas) on Wednesday, as quoted by the Globe’s sister publication BeritaSatu.com.

He said, for example, food loss and waste caused a loss of energy of 618-989 kilocalories (kcal) per person per day. That is 29-47 percent of the recommended calorie intake of 2,100 kcal suggested by the Health Ministry.

According to data from the Central Statistics Agency (BPS), from 2019, 24 million Indonesian were unable to meet the minimum requirement of daily calorie intake — defined as 1,400 kcal per day or 70 percent of the recommended level.

Apart from the nutritional losses, food loss and waste also put a dent in Indonesia’s economy. The study estimated 4-5 percent of the country’s gross domestic product (GDP), or Rp 213-551 trillion ($15-39 billion) per year, lost due to the inefficient food supply chain and wastage in food consumption.

In addition, the food waste often ended in landfills, creating greenhouse gases like methane that undermine Indonesia’s commitment to reduce its greenhouse emission by 29 percent from business as usual scenario by 2030.

“For 20 years, the total greenhouse gas emissions from food loss and waste were 1,703 megatons of carbon dioxide-equivalent. The biggest contributor is the consumption stage at 58 percent,” Arifin said.

Arifin said there were many opportunities for both public and private enterprises to address the food waste problem. These include implementing good handling practices, optimal storage space, and quality standards on food items.

There were also opportunities to recognize consumer preferences regarding their food choices to minimize wastage. Education about food wastage aimed at workers and consumers could also address the problem, Arifin said.

Source : JAKARTA GLOBE

berita_Medrilzam_InovasiTOSSGemaSantiKlungkungJadiRoleModelPengelolaanSampahBerbasisSumber

Medrilzam: Inovasi TOSS Gema Santi Klungkung Jadi Role Model Pengelolaan Sampah Berbasis Sumber

Redaksi9.com – Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Center Gema Santi merupakan salah satu mimpi Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta untuk membangun Kabupaten Klungkung semakin bersih dan terhindar dari permasalahan sampah.

Rombongan Kementerian PPN/Bappenas, dipimpin Direktur Lingkungan Hidup, Ir. Medrilzam, M.Prof. Econ, Ph.D didampingi Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Klungkung I Ketut Suadnyana dan Kepala Baperlitbang Kabupaten Klungkung Anak Agung Gede Lesmana, melakukan kunjungan kerja ke TOSS Center Karangdadi Kusamba, pada Kamis (20/5).

Kunjungan yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas ke Program Inovasi Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Gema Santi yang sebagai pionir sistem TOSS di Indonesia dilaksanakan dalam rangka terkait dengan Rencana Transformasi Ekonomi Bali Hijau dan Rendah Karbon antara Bappenas dengan Pemprov Bali dibidang pengelolaan sampah.

Dalam perkembangannya, TOSS Center saat ini sudah dikolaborasikan dengan Kebun Hatinya PKK, Koperasi dan juga bekerjasama dengan Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI). Inovasi TOSS yang diciptakan tahun 2017 itu telah masuk Top 40 nasional inovasi pelayanan publik. TOSS Center yang dibangun diatas lahan Provinsi Bali seluas 1,9 hektare.

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, Medrilzam menyampaikan, TOSS Center merupakan mimpi yang belum pernah terealisasi sejak tahun 1993.

Dirinya mengapresiasi Program Inovasi Pemkab Klungkung TOSS Gema Santi dalam mengelola sampah dengan konsep mengelola sampah dari sumbernya. Medrilzam menilai bahwa Program Inovasi TOSS Gema Santi dapat menjadi contoh yang sangat baik untuk direplikasi di berbagai tempat di seluruh Indonesia.

Medrilzam mengharapkan agar pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dapat belajar dari Pemkab Klungkung.

“Bagi Saya pribadi, ini merupakan mimpi yang sudah lama saya idam-idamkan dalam menangani permasalahan sampah, dan akhirnya dapat direalisasikan oleh Kabupaten Klungkung,” ujarnya.

Medrilzam menambahkan, konsep pengelolaan sampah sudah benar, dan mudah-mudahan bisa direplikasikan di berbagai wilayah di Indonesia. Inovasi TOSS Gema Santi dapat menjadi role model dalam bidang pengelolaan sampah berbasis pengelolaan dari sumbernya.

Selain mengunjungi TOSS Center, Rombongan PPN/Bappenas juga mengunjungi TPS3R KSM Nangun Resik Desa Paksebali.

Sumber: Redaksi9.com

berita_PembangunanRendahKarbonSejalandenganVisiPemprovBaliWujudkanEkonomiHijau

Pembangunan Rendah Karbon Sejalan dengan Visi Pemprov Bali Wujudkan Ekonomi Hijau

Redaksi9.com – Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas melalui Sekretariat Pembangunan Rendah Karbon bersama Pemerintah Provinsi Bali dengan dukungan mitra pembangunan, diantaranya GIZ, UK FCDO, dan UNPAGE menggelar kegiatan Workshop Nasional Pembangunan Rendah Karbon untuk provinsi di wilayah Indonesia Barat dan Tengah.

Kegiatan ini juga dihadiri oleh Direktorat Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah, Ditjen Bina Bangda, Kementerian Dalam Negeri, Direktorat Regional I, Kementerian PPN/Bappenas, dan 24 provinsi secara daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan) selama 2 hari, 19-20 Mei 2021 di Bali.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengembangkan dan mengintegrasikan kebijakan pembangunan rendah karbon di tingkat daerah; Memfasilitasi provinsi dalam pemantauan dan pelaporan aksi PRK; serta pengenalan e-learning AKSARA sebagai media pembelajaran mandiri.

Dalam pidato pembukaannya, Ir. Medrilzam, M.Prof.Econ, PhD, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, mendorong agar pemerintah provinsi terus meningkatkan upaya integrasi PRK ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial, sekaligus menurunkan emisi GRK dan meminimalkan dampak pembangunan terhadap lingkungan. Harapannya, upaya pembangunan rendah karbon dapat menjadi langkah strategis untuk mempercepat pencapaian ekonomi hijau dan rendah karbon.

Dampak Covid-19 sangat dirasakan di berbagai daerah, terutama di Provinsi Bali dengan proporsi pendapatan utama berasal dari sektor pariwisata. Untuk itu, Kementerian PPN/Bappenas mendorong agar upaya pemulihan di berbagai daerah, disamping mengembalikan perekonomian juga tetap memperhatikan dampak jangka panjang terhadap lingkungan melalui Build Back Better.

Karenanya, sangat penting bagi masing-masing provinsi untuk dapat memasukkan PRK ke dalam RPJMD, dan mencapai tujuan jangka panjang menuju ekonomi hijau, guna menahan laju perubahan iklim yang semakin cepat.

“Pembangunan Rendah Karbon memiliki fokus pada perbaikan proses dan kualitas perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau pada lima bidang: energi yang berkelanjutan, pemulihan lahan berkelanjutan, pengelolaan limbah, pengembangan industri hijau, dan rendah karbon pesisir dan laut (blue carbon),” kata Medrilzam.

Sementara itu, Kepala Bappeda Provinsi Bali, I Wayan Wiasthana Ika Putra, mengungkapkan bahwa upaya pengarusutamaan PRK sedang dan akan terus diadaptasikan ke dalam RPJMD provinsi Bali.

“PRK sejalan dengan visi Pemerintah Provinsi Bali untuk mewujudkan ekonomi hijau dengan telah diterbitkannya peraturan-peraturan Gubernur (tentang sampah plastik, energi bersih, pengelolaan sampah berbasis sumber, kendaraan listrik pada kawasan wisata) dan peraturan Pemerintah Daerah (tentang pertanian organik)” tambah I Wayan Wiasthana Ika Putra.

Ekonomi hijau dan rendah karbon diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap meningkatnya kegiatan Ekonomi (lapangan kerja hijau/green jobs, investasi hijau, dan pertumbuhan ekonomi hijau); Sosial (ketahanan masyarakat terhadap pandemi, perubahan iklim, dan bencana – serta produktivitas masyarakat); dan Lingkungan (penurunan Gas Rumah Kaca (GRK), pencegahan kepunahan biodiversitas, dan perlindungan kawasan hutan dan lahan gambut).

Untuk memastikan implementasi pembangunan rendah karbon sejalan dengan target pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, Kementerian PPN/Bappenas melakukan pemutakhiran sistem pemantauan yang selama ini telah dilakukan melalui PEP Online menjadi aplikasi AKSARA.

Upaya ini dilakukan untuk mengakomodir aksi pembangunan rendah karbon dan indikator-indikatornya, termasuk penurunan emisi dan intensitas emisi.

Aplikasi AKSARA bertujuan untuk mendukung kegiatan perencanaan, pemantauan dan evaluasi PRK. AKSARA menjadi platform perekaman aksi PRK yang transparan, akurat, lengkap, konsisten, dan terintegrasi. Aplikasi AKSARA dapat diakses melalui laman pprk.bappenas.go.id/AKSARA untuk menggali berbagai informasi mengenai PRK baik di tingkat nasional maupun daerah.

image_2021-05-25_111409

Pemda Didorong Integrasikan Rencana Pembangunan Rendah Karbon dalam RPJMD

DENPASAR, KOMPAS — Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon, atau PRK, sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Pemerintah daerah didorong mengintegrasikan Rencana PRK ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) masing-masing daerah.

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Medrilzam mengatakan, Rencana PRK merupakan kebijakan pemerintah untuk memastikan pertumbuhan ekonomi dan sosial melalui pembangunan minim emisi dan minim eksploitasi sumber daya alam.

”Pembangunan ke depan agar lebih resilien dalam menghadapi dampak perubahan,” kata Medrilzam dalam pembukaan acara lokakarya nasional tentang Pembangunan Rendah Karbon (PRK) Regional Barat dan Tengah, yang diselenggarakan secara hibrida di Kuta, Badung, Rabu (19/5/2021).

Kebijakan PRK diamanatkan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca. Rencana aksi Indonesia terkait PRK tersebut dikuatkan dalam Perpres No 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024.

Pemerintah Indonesia sudah berkomitmen untuk menurunkan emisi GRK sebanyak 29 persen pada 2030 sesuai konvensi perubahan iklim. Fokus PRK adalah memperbaiki kualitas perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau yang mencakup sejumlah bidang, di antaranya energi, lahan, industri, limbah, dan blue carbon.

ISTIMEWA/BAPPENAS
Tangkapan layar dari tayangan materi paparan Kepala Subdirektorat Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Dyah Sih Irawati dalam pembukaan acara lokakarya nasional tentang Pembangunan Rendah Karbon (PRK) Regional Barat dan Tengah, yang diselenggarakan secara hibrida di Kuta, Badung, Rabu (19/5/2021).

Dalam pembukaan lokakarya, yang diikuti secara dalam jaringan (daring), Rabu (19/5/2021), Medrilzam mengungkapkan, situasi pandemi Covid-19 berdampak luas, termasuk terhadap program-program yang berkaitan dengan rencana aksi PRK. Meski demikian, rencana aksi nasional PRK tetap dijalankan. Terkait hal itu, pemerintah daerah didorong lebih terlibat, di antaranya dengan mengintegrasikan rencana PRK dalam kebijakan daerah melalui RPJMD.

Sejumlah provinsi sudah menandatangani nota kesepahaman dengan Bappenas sebagai provinsi percontohan pelaksanaan rencana PRK, antara lain Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, Papua, Riau, dan Bali.

PRK dibidik mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial dengan meminimalkan dampak terhadap lingkungan. Pembangunan mempertimbangkan daya dukung dan daya tambuh serta sumber daya alam dan lingkungan serta emisi gas rumah kaca yang ditimbulkan.

Dalam acara tersebut, Kepala Subdirektorat Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Dyah Sih Irawati mengatakan, Kemendagri mengawal dan mengawasi kebijakan pemda, termasuk dalam penyusunan dokumen RPJMD. Dyah menyatakan pemda yang sedang menyusun dan menyiapkan RPJMD agar memasukkan kebijakan daerah terkait rencana Pembangunan Rendah Karbon (PRK).

ISTIMEWA/BAPPENAS
Tangkapan layar dari tayangan materi paparan Kepala Subdirektorat Kehutanan Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Dyah Sih Irawati dalam pembukaan acara lokakarya nasional tentang Pembangunan Rendah Karbon (PRK) Regional Barat dan Tengah, yang diselenggarakan secara hibrida di Kuta, Badung, Rabu (19/5/2021).

Adapun lokakarya nasional Pembangunan Rendah Karbon (PRK) Regional Barat dan Tengah di Bali, yang dimulai Rabu (19/5/2021), diselenggarakan Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas melalui Sekretariat Pembangunan Rendah Karbon bersama Pemerintah Provinsi Bali. Kegiatan itu juga didukung sejumlah organisasi mitra pembangunan, di antaranya United Nation Partnership for Action on Green Economy (UN PAGE), GIZ, dan UK Aid.

Ekonomi makro

ISTIMEWA/BAPPENAS
Tangkapan layar dari Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra yang ditayangkan secara daring dalam pembukaan acara lokakarya nasional tentang Pembangunan Rendah Karbon (PRK) Regional Barat dan Tengah, di Kuta, Badung, Rabu (19/5/2021).

Lebih lanjut, Medrilzam menyebutkan, rencana aksi PRK turut menjadi indikator kerangka ekonomi makro dan setara dengan sejumlah indikator lain, di antaranya pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran, dan rasio gini serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Maka Kementerian PNN/Bappenas mendorong upaya pemulihan dampak pandemi Covid-19 di beberapa daerah, termasuk di Provinsi Bali.

Pemerintah daerah dapat melaporkan pencapaian aksi dan mitigasi kolaboratif di daerah yang mendukung PRK melalui Aksara, aplikasi perencanaan dan pemantauan aksi pembangunan rendah karbon Indonesia yang dikembangkan Bappenas. Pelaporan daerah melalui aplikasi Aksara juga digunakan sebagai indikator penilaian Penghargaan Pembangunan Daerah (PPD).

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra mengatakan, Pemprov Bali sudah menandatangani nota kesepahaman dengan Bappenas tentang perencanaan PRK di Provinsi Bali. Ika Putra menyatakan rencana aksi PRK sejalan dengan visi Pemerintah Bali dalam mewujudkan ekonomi hijau di Provinsi Bali.

Sejumlah program sudah disiapkan di Bali, termasuk kolaborasi dengan pemerintah pusat ataupun instansi lain. Ika Putra menyebutkan, Pemprov Bali mendukung pengembangan moda transportasi listrik dalam upaya Bali menuju pariwisata hijau yang berkualitas. Ika Putra juga menyatakan pandemi Covid-19 berdampak serius terhadap ekonomi Bali, yang mengandalkan industri pariwisata.

ISTIMEWA/BAPPENAS
Tangkapan layar dari tayangan materi paparan anggota Kelompok Kerja PPRK Provinsi Sulawesi Selatan Anna Buana serangkaian acara lokakarya nasional tentang Pembangunan Rendah Karbon (PRK) Regional Barat dan Tengah, yang diselenggarakan secara hibrida di Kuta, Badung, Rabu (19/5/2021).

Sebelumnya, anggota Kelompok Kerja PPRK Provinsi Sulawesi Selatan Anna Buana mengungkapkan komitmen dan pengalaman implementasi rencana aksi PRK di Sulawesi Selatan yang dimulai 2012.

Anna menyebutkan, Pemprov Sulawesi Selatan menjadi daerah percontohan pelaksanaan PRK sejak 2019. Langkah Pemprov Sulawesi Selatan kemudian diteruskan ke pemerintah kabupaten dan pemerintah kota melalui penandatanganan dukungan dan penetapan daerah percontohan pelaksanaan PRK di tingkat pemkab ataupun pemkot di Sulawesi Selatan.

Sumber: Kompas.id

IMG-20210401-WA0039-1200x800

Bappenas Luncurkan Dokumen Kebijakan PBI

JAKARTA – Sebagai pedoman penanganan perubahan iklim, Kementerian PPN/Bappenas meluncurkan dokumen Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) agar tercipta ketahanan iklim nasional. Melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020, PBI telah menjadi salah satu Prioritas Nasional (PN) 6 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. “Dalam RPJMN 2020-2024, peningkatan ketahanan iklim ditargetkan dapat mengurangi potensi kerugian ekonomi dari dampak perubahan iklim sebesar 1,15 persen PDB pada 2024. Kebijakan pembangunan berketahanan iklim merupakan implementasi dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), Low Carbon and Climate Resilience Strategy, Sendai Framework, dan pemenuhan target Paris Agreement,” jelas Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa melalui virtual pada Kamis (1/4).

PBI secara paralel juga akan mendukung tercapainya target-target yang telah ditetapkan dalam TPB/SDGs, khususnya Tujuan 13: Penanganan Perubahan Iklim yang diharapkan dapat tercapai secara komprehensif di 2030. Ketahanan iklim menjadi sangat penting karena Indonesia terletak pada garis ekuator dan diapit dua samudera sehingga tercipta pola iklim dinamis, yaitu yang berlangsung cepat (rapid onset) dan dalam kurun waktu yang relatif panjang (slow onset). Selain kerugian fisik dan material, masyarakat juga berpeluang kehilangan mata pencaharian sebagai dampak negatif dari pola iklim tersebut. Berdasarkan kajian Kementerian PPN/Bappenas di 2019, kerugian ekonomi untuk empat sektor prioritas RPJMN 2020-2024 diperkirakan sebesar Rp 102,3 triliun di 2020 dan Rp 115,4 triliun pada 2024 atau meningkat sebesar 12,76 persen selama lima tahun. Nilai tersebut belum mempertimbangkan konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah sebagai variabel antara yang menghubungkan antara perubahan iklim dengan kondisi makroekonomi, baik di level nasional maupun provinsi.

“Melalui Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim dan Penguatan Ketahanan Bencana, kita berupaya untuk tetap mempertahankan sektor produksi, baik dari kelautan dan pesisir, pertanian, maupun aktivitas perekonomian terkait lainnya yang terdampak,” imbuh Menteri Suharso. Dokumen PBI yang diluncurkan Kementerian PPN/Bappenas terdiri atas enam serial buku, yakni (1) Lokasi Prioritas dan Daftar Aksi Ketahanan Iklim; (2) Kelembagaan Pusat dan Daerah; (3) Peran Lembaga Non Pemerintah dalam Ketahanan Iklim; (4) Sumber-sumber Pendanaan untuk Mendukung Rencana dan Aksi Ketahanan Iklim; (5) Mekanisme Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan; dan (6) Buku Ringkasan Eksekutif PBI.

Serial buku PBI ditujukan sebagai rujukan bagi para pihak dalam melaksanakan PN 6 dalam RPJMN 2020-2024 dan kerangka perencanaan pembangunan nasional berikutnya, terutama untuk penyusunan perencanaan program dan kegiatan ketahanan iklim, panduan pembagian kewenangan bagi kementerian/lembaga untuk menghindari duplikasi terkait upaya ketahanan iklim pada sektor prioritas, referensi bagi pelaksanaan fungsi monitoring dan evaluasi kementerian/lembaga dalam menilai kontribusi capaian ketahanan iklim terhadap target yang telah ditetapkan dalam RPJMN, serta panduan penandaan kegiatan ketahanan iklim pada sistem Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (KRISNA). Pencapaian upaya ketahanan iklim di pusat dan daerah dimonitor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010. “Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim bukan sekadar kegiatan adaptasi perubahan iklim, melainkan sebuah terobosan kebijakan dalam upaya reformasi bencana serta upaya menurunkan kerugian ekonomi akibat bahaya iklim. Kolaborasi aktif dari seluruh pihak terkait sangat diperlukan untuk memberikan hasil yang bermakna dan dirasakan masyarakat,” pungkas Menteri Suharso.

Sumber: Hijauku.com