5e58aa5487d4a

Pembangunan Rendah Karbon di Jateng Dipantau Via Aplikasi Aksara

SEMARANG, KOMPAS.com – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan memantau pembangunan rendah karbon di wilayahnya, melalui aplikasi Aksara.

Aplikasi Aksara ini dikelola Sekretariat Program Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Bappeda Jateng.

Menurut wakil DLH Bappenas Irfan Darliazi Yananto, pembangunan rendah karbon merupakan salah satu elemen penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jateng.

“Pembangunan rendah karbon memiliki dua fokus utama, yaitu perbaikan kualitas perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau dan pelaksanaan pembangunan rendah karbon,” katanya melalui rilis ke Kompas.com, Minggu (14/3/2021).

Pelaksanaan pembangunan rendah karbon sendiri dilakukan di lima bidang yakni energi, lahan industri, limbah, kawasan pesisir dan lautan.

“Aplikasi Aksara tidak hanya untuk pemantauan dan evaluasi, tetapi dapat juga akan dikembangkan untuk tujuan perencanaan (pembangunan rendah karbon),” katanya.

“Modul perencanaan masih dalam proses, saat ini sudah berjalan untuk pemantauan dan evaluasi.”

Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (IPW), mewakili PLH Sekda Provinsi Jawa Tengah, Agung Tejo Prabowo mengatakan, sepanjang 2020 Pemprov Jawa Tengah telah melakukan 1.314 aksi mitigasi perubahan iklim.

Dengan demikian, selama 2020 capaian potensi penurunan emisi GRK kumulatif mencapai 9,58 juta ton CO2eq (karbon dioksida equivalen) di Jateng.

Data ini terekam dalam aplikasi Aksara.

“Capaian 35 Pemkab dan Pemkot dalam penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui aplikasi Aksara akan kami nilai sebagai bagian dari kinerja pembangunan daerah,” pungkas Agung.

Dalam pelaksanaan pembangunan rendah karbon, yang dinilai tidak hanya aspek daya dukung dan daya tampung, namun juga aspek ekonomi dan sosial.

Misal, penanaman hutan mangrove.

Kegiatan ini selain mengurangi emisi GRK dengan menyerap karbon, mangrove dapat meningkatkan keberlanjutan lingkungan sekitarnya dengan menahan abrasi dan menjadi habitat bagi biota pesisir.

Untuk aspek ekonominya, pengelolaan hutan bakau yang baik dapat menjadi peluang ekonomi bagi kelompok masyarakat sekitarnya. Misal, melalui penciptaan ekowisata yang menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan mereka.

Editor : Aprillia Ika

image_2021-03-17_180825

Bappenas Kawal Pemantauan dan Pelaporan Aksi Pembangunan Rendah Karbon Daerah Lewat Aplikasi

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas melalui Sekretariat Program Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) menggelar sosialisasi Pembangunan Rendah Karbon di Jawa Tengah.

Sosialisasi ini sekaligus dengan menggelar workshop PEP Aksi Pembangunan Rendah Karbon melalui Aplikasi AKSARA bersama bersama Bappeda Provinsi Jawa Tengah.

Acara dihadiri seluruh 35 Kabupaten/Kota secara daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan) selama 3 hari, 8-10 Maret 2021 di Semarang.

Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan PRK sekaligus peningkatan kapasitas SDM Pemkab/Pemkot dalam pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui aplikasi AKSARA.

Perwakilan Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas, Irfan Darliazi Yananto, menyampaikan harapan agar kegiatan ini dapat memperkuat PRK sebagai salah satu elemen penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jateng.

“PRK memiliki dua fokus utama, yaitu perbaikan kualitas perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau dan pelaksanaan PRK pada lima bidang: energi, lahan, industri, limbah, dan kawasan pesisir dan lautan (blue carbon) – kami berharap provinsi Jawa Tengah dapat memperkuat pencapaian tersebut dengan adanya kegiatan ini,” jelas dia.

“AKSARA tidak hanya untuk pemantauan dan evaluasi, tetapi dapat juga akan dikembangkan untuk tujuan perencanaan. Modul perencanaan masih dalam proses, saat ini sudah berjalan untuk pemantauan dan evaluasi,” ujar dia.

Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (IPW), Agung Tejo Prabowo, yang mewakili PLH Sekda Provinsi Jawa Tengah mengatakan, berdasarkan rekaman pelaporan data AKSARA Pemprov Jawa Tengah telah dilakukan 1.314 aksi mitigasi perubahan iklim.

Dengan capaian potensi penurunan emisi GRK kumulatif mencapai 9,58 juta ton CO2eq (karbon dioksida equivalen) hingga tahun 2020.

“Kegiatan ini ke depan diharapkan dapat didukung dengan pelaporan dari 35 Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dalam mengelola dan melaporkan kegiatan yang mendukung pengurangan emisi GRK di wilayah masing-masing,” tuturnya.

“Kami menyambut baik kegiatan yang dilaksanakan Sekretariat PPRK Bappenas di Provinsi Jawa Tengah dengan tema yang kami tetapkan bersama: Peran Emisi Pengurangan GRK Daerah sebagai Kinerja Pembangunan Daerah – artinya capaian masing-masing Pemkab/Pemkot dalam PEP penurunan GRK melalui aplikasi AKSARA akan kami nilai sebagai bagian dari kinerja pembangunan daerah,” pungkas Agung.

Seiring dengan perubahan paradigma perencanaan pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas melakukan pemutakhiran sistem pemantauan yang selama ini telah dilakukan melalui PEP Online menjadi aplikasi AKSARA sebagai perwujudan transformasi PEP Online dalam mengakomodir upaya pemantauan indikator-indikator pembangunan rendah karbon seperti intensitas emisi dengan tetap memantau potensi penurunan emisi karbon.

Dalam pelaksanaan PRK tidak hanya aspek daya dukung dan daya tampung yang menjadi fokus analisis, namun juga aspek ekonomi dan sosial. Contohnya adalah hutan mangrove yang memiliki potensi unggul di ketiga aspek tersebut.

Selain mengurangi emisi GRK dengan menyerap karbon, mangrove dapat meningkatkan keberlanjutan lingkungan sekitarnya dengan menahan abrasi dan menjadi habitat bagi biota pesisir.

Di aspek ekonomi, pengelolaan hutan bakau yang baik dapat menjadi peluang ekonomi bagi kelompok masyarakat sekitarnya melalui penciptaan ekowisata yang menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan mereka.

Aplikasi AKSARA bertujuan untuk mendukung kegiatan perencanaan, pemantauan dan evaluasi PRK. AKSARA menjadi platform perekaman aksi PRK yang transparan, akurat, lengkap, konsisten, dan terintegrasi.

Aplikasi AKSARA dapat diakses melalui laman pprk.bappenas.go.id/AKSARA untuk menggali berbagai informasi mengenai Pembangunan Rendah Karbon baik di tingkat nasional maupun daerah.

Sumber:
Tira Santia
Nurmayanti

sejumlah-narasumber-acaraworkshop-dansosialisasi-pembangunan-rendah-karbon

Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Efektif Turunkan Emisi Efek Rumah Kaca di Jateng

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG– Bencana hidrometereologis berdampak luas di beberapa daerah di Jawa Tengah. Situasi ini kemungkinan bertambah parah di masa mendatang.

Karena itu, upaya mitigasi perubahan iklim harus dilakukan. 

Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas menggulirkan Program Pembangunan Rendah Karbon (PRK).

PRK memiliki dua fokus utama, yaitu perbaikan kualitas perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau dan pelaksanaan PRK pada lima bidang: energi, lahan, industri, limbah, dan kawasan pesisir dan lautan (blue carbon).

“Kami berharap provinsi Jawa Tengah dapat memperkuat pencapaian tersebut dengan adanya workshop ini,” kata Perwakilan Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/ Bappenas, Irfan Darliazi Yananto, saat workshop dan sosialisasi Pembangunan Rendah Karbon yang diikuti 35 pemerintah kabupaten/kota Jateng di Kota Semarang, Selasa (9/3/2021).

Kegiatan ini, kata dia, sekaligus memperkuat komitmen pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan PRK.

Menurutnya, Pembangunan Rendah Karbon merupakan satu elemen penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jateng.

Pihaknya juga mengenalkan Aplilasi Aksara sebagai upaya peningkatan kapasitas SDM di lingkungan pemkab/pemkot dalam pelaksanaan pmantauan, evaluasi dan pelaporan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK).

“Aksara tidak hanya untuk pemantauan dan evaluasi, tetapi dapat juga akan dikembangkan untuk tujuan perencanaan. Modul perencanaan masih dalam proses, saat ini sudah berjalan untuk pemantauan dan evaluasi,” jelasnya.

Sementara, Kepala Bidang Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (IPW) Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jateng, Agung Tejo Prabowo mengatakan, berdasarkan rekaman pelaporan data Aksara, di Jateng telah dilakukan 1.314 aksi mitigasi perubahan iklim.

“Aksi mitigasi ini mampu menghasilkan capaian potensi penurunan emisi GRK kumulatif mencapai 9,58 juta ton CO2eq (karbon dioksida equivalen) hingga 2020,” terangnya.

Terkait Aplikasi Aksara, ia menuturkan ke depannya menjadi pendukung dalam pelaporan dari 35 pemerintah kabupaten/kota di Jateng dalam mengelola dan melaporkan kegiatan yang mendukung pengurangan emisi GRK di wilayah masing-masing.

“capaian masing-masing pemkab/pemkot dalam penurunan gas rumah kaca bisa melalui Aplikasi Aksara. Nantinya, akan kami nilai sebagai bagian dari kinerja pembangunan daerah,” imbuhnya.

Dalam pelaksanaan PRK, tidak hanya aspek daya dukung dan daya tampung yang menjadi fokus analisis, namun juga aspek ekonomi dan sosial.

Contohnya adalah hutan mangrove yang memiliki potensi unggul di ketiga aspek tersebut.

Selain mengurangi emisi GRK dengan menyerap karbon, mangrove dapat meningkatkan keberlanjutan lingkungan sekitarnya dengan menahan abrasi dan menjadi habitat bagi biota pesisir.

Di aspek ekonomi, pengelolaan hutan bakau yang baik dapat menjadi peluang ekonomi bagi kelompok masyarakat sekitarnya melalui penciptaan ekowisata yang menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan mereka.

Penulis: mamdukh adi priyanto
Editor: rival al manaf
Sumber: Tribun Jateng

Bappenas Kawal Pemantauan dan Pelaporan Aksi Pembangunan Rendah Karbon Daerah Melalui Aplikasi AKSARA di Provinsi Jawa Tengah

#Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperkuat kapasitas dan komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan (PEP) kegiatan Pembangunan Rendah Karbon (PRK)

Semarang, Jawa Tengah – 9 Maret 2021 – Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas melalui Sekretariat Progream Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) bersama Bappeda Provinsi Jawa Tengah mengadakan kegiatan sosialisasi Pembangunan Rendah Karbon sekaligus Workshop PEP Aksi Pembangunan Rendah Karbon melalui Aplikasi AKSARA untuk Provinsi Jawa Tengah yang dihadiri seluruh 35 Kabupaten/Kota secara daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan) selama 3 hari, 8-10 Maret 2021 di kota Semarang.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan PRK sekaligus peningkatan kapasitas SDM Pemkab/Pemkot dalam pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui aplikasi AKSARA.

Irfan Darliazi Yananto, SE, MenvRscEc., Perwakilan Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas yang menyampaikan sambutan mengenai Pembangunan Rendah Karbon mengharapkan agar kegiatan ini dapat memperkuat PRK sebagai salah satu elemen penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jateng.
“PRK memiliki dua fokus utama, yaitu perbaikan kualitas perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau dan pelaksanaan PRK pada lima bidang: energi, lahan, industri, limbah, dan kawasan pesisir dan lautan (blue carbon) – kami berharap provinsi Jawa Tengah dapat memperkuat pencapaian tersebut dengan adanya kegiatan ini.”
“AKSARA tidak hanya untuk pemantauan dan evaluasi, tetapi dapat juga akan dikembangkan untuk tujuan perencanaan. Modul perencanaan masih dalam proses, saat ini sudah berjalan untuk pemantauan dan evaluasi,” ujar beliau. Sementara itu, Ir. Agung Tejo Prabowo, MM, Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (IPW), yang mewakili PLH Sekda Provinsi Jawa Tengah mengatakan bahwa berdasarkan rekaman pelaporan data AKSARA Pemprov Jawa Tengah telah dilakukan 1.314 aksi mitigasi perubahan iklim, dengan capaian potensi penurunan emisi GRK kumulatif mencapai 9,58 juta ton CO2eq (karbon dioksida equivalen) hingga tahun 2020.

“Kegiatan ini kedepan diharapkan dapat didukung dengan pelaporan dari 35 Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dalam mengelola dan melaporkan kegiatan yang mendukung pengurangan emisi GRK di wilayah masing-masing.”

“Kami menyambut baik kegiatan yang dilaksanakan oleh Sekretariat PPRK Bappenas di Provinsi Jawa Tengah dengan tema yang kami tetapkan bersama: Peran Emisi Pengurangan GRK Daerah sebagai Kinerja Pembangunan Daerah – artinya capaian masing-masing Pemkab/Pemkot dalam PEP penurunan GRK melalui aplikasi AKSARA akan kami nilai sebagai bagian dari kinerja pembangunan daerah,” pungkas Agung.
Seiring dengan perubahan paradigma perencanaan pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas melakukan pemutakhiran sistem pemantauan yang selama ini telah dilakukan melalui PEP Online menjadi aplikasi AKSARA sebagai perwujudan transformasi PEP Online dalam mengakomodir upaya pemantauan indikator-indikator pembangunan rendah karbon seperti intensitas emisi dengan tetap memantau potensi penurunan emisi karbon.

Dalam pelaksanaan PRK tidak hanya aspek daya dukung dan daya tampung yang menjadi fokus analisis, namun juga aspek ekonomi dan sosial. Contohnya adalah hutan mangrove yang memiliki potensi unggul di ketiga aspek tersebut. Selain mengurangi emisi GRK dengan menyerap karbon, mangrove dapat meningkatkan keberlanjutan lingkungan sekitarnya dengan menahan abrasi dan menjadi habitat bagi biota pesisir. Di aspek ekonomi, pengelolaan hutan bakau yang baik dapat menjadi peluang ekonomi bagi kelompok masyarakat sekitarnya melalui penciptaan ekowisata yang menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan mereka.

Aplikasi AKSARA bertujuan untuk mendukung kegiatan perencanaan, pemantauan dan evaluasi PRK. AKSARA menjadi platform perekaman aksi PRK yang transparan, akurat, lengkap, konsisten, dan terintegrasi. Aplikasi AKSARA dapat diakses melalui laman pprk.bappenas.go.id/AKSARA untuk menggali berbagai informasi mengenai Pembangunan Rendah Karbon baik di tingkat nasional maupun daerah.
-selesai-

Narahubung:
Andie Wibianto
Communication Manager
Sekretariat Nasional Pembangunan Rendah Karbon
M: 08567653939
E: andie@lcdi-indonesia.id

Ekonomi Sirkular Dukung Peningkatan PDB dan Pelestarian Lingkungan Indonesia

#Laporan terbaru yang diluncurkan oleh kolaborasi Kementerian PPN/Bappenas dan UNDP Indonesia serta didukung Pemerintah Kerajaan Denmark berjudul The Economic, Social and Environmental Benefits of A Circular Economy in Indonesia mengungkapkan potensi penerapan Ekonomi Sirkular pada 5 sektor industri Makanan & Minuman, Tekstil, Konstruksi, Perdagangan Grosir & Ritel, dan Elektronik

#Ke-5 sektor tersebut mewakili hampir 1/3 GDP Indonesia dan mempekerjakan lebih dari 43 juta tenaga kerja di tahun 2019.

Jakarta, 25 Januari 2021 – “Penerapan ekonomi sirkular pada 5 sektor industri berpotensi menghasilkan tambahan PDB secara keseluruhan pada kisaran Rp593 triliun sampai dengan Rp642 triliun” menurut sebuah laporan yang baru diluncurkan hari ini oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP), dan didukung Pemerintah Kerajaan Denmark.

Hasil studi potensi Ekonomi Sirkular Indonesia disampaikan pada acara peluncuran online sekaligus Webinar Nasional bertajuk Ekonomi Sirkular untuk Mendukung Ekonomi Hijau dan Pembangunan Rendah Karbon yang dibuka oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bapak Suharso Monoarfa, Menteri Lingkungan Hidup Denmark, Mrs. Lea Wermelin, dan Resident Representative UNDP Indonesia, Mr. Norimara Shimomura.

Studi tersebut berfokus pada lima sektor utama, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, perdagangan grosir dan eceran (dengan fokus pada kemasan plastik), konstruksi, dan elektronik. Berdasarkan hasil studi tersebut, implementasi konsep ekonomi sirkular di lima sektor tersebut dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2030. Model ekonomi sirkular membuka peluang bagi para pelaku ekonomi untuk mengurangi konsumsi bahan, produksi limbah, dan emisi sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Model tersebut sudah berhasil diterapkan pada beberapa negara, termasuk Denmark.

“Implementasi ekonomi sirkular diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pasca COVID-19, melalui penciptaan lapangan pekerjaan hijau (green jobs) dan peningkatan efisiensi proses dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya,” ujar Menteri Suharso Monoarfa.

“Keberlanjutan adalah inti dari filosofi produksi negara Denmark. Kami siap untuk berbagi praktik terbaik tentgrang penerapan Ekonomi Sirkular dan berharap Indonesia dapat mengadopsi proses yang sama seiring dengan upaya pembangunan berkelanjutan,” kata Menteri Lingkungan Hidup Denmark Lea Wermelin.

Resident Representative UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura menekankan Indonesia bisa mendapat manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang sangat besar dari penerapan ekonomi sirkular.

“Model ekonomi sirkuler memungkinkan kita mengurangi konsumsi bahan, sampah, dan emisi dan pada saat yang sama mempertahankan pertumbuhan dan menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan demikian, model ini mampu menjawab tantangan perubahan iklim dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama – perempuan yang rentan, warga lansia, anak-anak, dan masyarakat disabilitas, yang sesungguhnya mampu berperan aktif di komunitas,” kata Norimasa Shimomura, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia.

“Selain dampak ekonomi, Ekonomi Sirkular juga memberi dampak signifikan pada lingkungan. Salah satunya, terdapat potensi untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang bisa membantu Indonesia mencapai target penurunan emisi. Berdasarkan analisis kami, Ekonomi Sirkular bisa membantu Indonesia mencapai penurunan emisi GRK sebesar 126 juta ton CO2 ekivalen pada tahun 2030, yang didorong oleh beberapa faktor, termasuk produksi limbah yang lebih rendah, penggunaan alternatif yang lebih hemat energi, dan perpanjangan umur sumber daya.,” ujar Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas.

-selesai-

KONTAK MEDIA
Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas, Anggi Pertiwi Putri, anggi.putri@bappenas.go.id

geothermal

Implementasi Pembangunan Rendah Karbon Butuh Dana Fantastis

Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah telah mencanangkan pembangunan rendah karbon dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020—2024.

Namun, untuk menguatkan komitmen terhadap rencana pembangunan tersebut, masih terdapat gap pendanaan yang cukup besar.

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Medrilzam mengatakan bahwa kebutuhan pendanaan pembangunan rendah karbon mencapai sekitar Rp306 triliun.  

Menurut kajian Bappenas, dari total tersebut sebesar 24 persen atau Rp72,22 triliun merupakan proporsi pendanaan oleh pemerintah dan 76 persen atau Rp232,56 triliun merupakan proporsi dana dari dunia usaha.

“Sekitar 2018—2020, alokasi pemerintah sebenarnya masih di level Rp35 triliun untuk alokasi yang disediakan pemerintah. Ini mudah-mudahan masih ada ruang fiskal yang dialokasikan ke depan untuk penuhi target pendanaan Rp72 triliun,” ujarnya dalam webinar Membangun Indonesia Lebih Hijau dan Tangguh Dalam Rangka Pemulihan Covid-19 Dengan Pembangunan Rendah Karbon, Senin (14/12/2020).

Dia mengakui bahwa saat ini implementasi pembangunan rendah karbon masih tersendat. 

Bappenas kini mulai menyusun roadmap implementasi pengembangan pendanaan pembangunan rendah karbon dalam bentuk stimulus untuk green recovery. Stimulus ini diharapkan bisa dialokasikan pada 2022 sehingga dapat mendorong program-program terkait pembangunan rendah karbon lebih kuat.

“Mudah-mudahan setelah Covid-19, pada 2022 kami bisa beri dorongan lebih kuat lagi dan juga kami harus dorong porsinya temen-temen di dunia usaha untuk lebih kuat lagi mendukung upaya menuju ekonomi hijau,” katanya.

Medrilzam menambahkan bahwa terdapat cukup banyak potensi yang bisa didorong untuk pembangunan rendah karbon salah satunya terkait sektor energi baru terbarukan (EBT).

Beberapa kebijakan stimulus yang bisa didorong di sektor EBT antara lain, pembiayaan pemerintah untuk perbaikan mutu dokumen pengembangan proyek EBT, penjaminan pinjaman untuk pengembangan EBT, dan dana bergulir untuk pemasangan PLTS atap.

Dia menuturkan bahwa pemerintah dapat menyediakan dana untuk pemasangan PLTS atap kepada konsumen PLN di daerah dengan biaya pokok penyediaan tinggi.  

Selain untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, implementasi pembangunan rendah karbon melalui EBT juga dinilai mampu menciptakan potensi lapangan kerja yang cukup besar.  Contohnya, pemasangan solar home system (SHS) di Bangladesh mampu menciptakan 15.000 lapangan pekerjaan di bidang penjualan, pemasangan, dan perbaikan SHS.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul “Implementasi Pembangunan Rendah Karbon Butuh Dana Fantastis

831439467702

Pandemi Momentum Beralih ke Pembangunan Rendah Karbon

Jakarta, Beritsatu.com – Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Arifin Rudiyanto menyampaikan, di masa krisis akibat pandemi Covid-19, pemerintah memiliki pekerjaan besar untuk tetap menjaga agar berbagai kebijakan pembangunan rendah karbon tetap menjadi bagian utuh dari program pemulihan ekonomi.

Ia juga mengatakan, kondisi saat ini hendaknya dapat dimanfaatkan sebagai momentum untuk beralih dari pendekatan business as usual yang intensif karbon menuju ke pembangunan rendah karbon yang dapat membangkitkan kembali ekonomi, serta menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan atau green job, dan secara bersamaan menekan laju emisi gas rumah kaca.

"Pemerintah memastikan strategi yang disusun dalam menangani dampak pandemi tidak semata-mata memacu pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, tetapi juga harus memiliki tujuan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih baik, tangguh, dan berkelanjutan di masa mendatang,” kata Arifin Rudiyanto dalam webinar Build Back Better, Senin (14/12/2020).

Menurut Arifin, ada tiga strategi kunci untuk mendorong pemulihan ekonomi hijau yang berkelanjutan, sekaligus mewujudkan build back better.

Pertama, mendorong agar stimulus fiskal hijau menjadi bagian dari kebijakan pemulihan ekonomi yang diimplementasikan pada tahun 2021 dan 2022. Hal ini telah dimulai dengan penyusunan roadmap pembangunan rendah karbon yang saat ini telah mendapat dukungan dari berbagai mitra pembangunan.

“Dengan mendorong pemulihan ekonomi hijau, maka kesempatan lapangan kerja hijau diharapkan dapat semakin terbuka. Berbagai inovasi juga dikembangkan, antara lain pengembagan energi baru terbarukan, penerapan ekonomi sirkular, dan inovasi pembiayaan hijau melalui carbon price,” paparnya.

Strategi kedua, membangun ketahanan melalui penyusunan kebijakan-kebijakan untuk mengantisipasi guncangan tidak terduga atau shock di masa mendatang. Aktivitas yang dilakukan antara lain bantuan sosial untuk masyarakat, asuransi petani, dan aktivitas adaptasi yang mendukung ketahanan masyarakat. "Kemampuan beradaptasi terhadap ancaman di masa datang, salah satunya adalah perubahan iklim perlu semakin diperkuat,” tegasnya.

Ketiga, perlindungan dan pengelolaan keanekaragaman hayati perlu menjadi isu prioritas. Dikatakan Arifin, pemerintah menyadari, pandemi Covid-19 bukan satu-satunya kejadian yang dapat menimbulkan gejolak. Ketidakseimbangan ekosistem dan terganggunya keanekaragaman hayati juga dapat menjadi akar permasalahan yang dapat memicu terjadinya krisis multidimensi.

Arifin menambahkan, penanganan Covid-19 juga tidak dapat terpisahkan dari penanggulangan perubahan iklim, termasuk dengan menjaga keanekaragaman hayati. Karenanya, upaya kolektif dan kolaborasi multipihak dan lintas sektor perlu dijalankan bersama-sama untuk membangun Indonesia yang lebih baik, tangguh dan berkelanjutan.


Artikel ini telah tayang di Beritasatu.com dengan judul "Pandemi Momentum Beralih ke Pembangunan Rendah Karbon"

15152429842

Chatib Basri: Isu Lingkungan Masih Dianggap sebagai Barang Mewah

JAKARTA, KOMPAS.com – Berbagai negara di dunia tengah melaksanakan rencana pembangunan rendah karbon, tidak terkecuali di Indonesia. Namun sampai saat ini rencana pembangunan yang menyandingkan pertumbuhan ekonomi dan isu lingkungan itu masih diabaikan oleh banyak pihak.

Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri, menilai, dengan masih banyaknya isu mendasar, seperti kemiskinan dan ketahanan pangan, membuat isu lingkungan diabaikan oleh sejumlah pihak.

“Kesulitan dari pembangunan low carbon initiative di dalam banyak kasus seringkali isu lingkungan adalah isu yang dianggap sebagai barang mewah,” katanya dalam webinar Membangun Indonesia Lebih Hijau dan Tangguh Dalam Rangka Pemulihan Covid-10 Dengan Pembangunan Rendah Karbon, Senin (14/12/2020).

Padahal, menurut pria yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama Bank Mandiri itu, isu lingkungan akan berimplikasi terhadap isu-isu lainnya.

“Jangan lupa, persoalan climate change akan berpengaruh kepada sektor pertanian misalkan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Chatib menjelaskan, ke depan isu lingkungan juga menjadi sangat penting bagi suatu negara untuk mendapatkan suatu pembiayaan. Pasalnya, tren pembiayaan hijau atau green financing tengah ramai dilakukan oleh lembaga keuangan.

“Jadi saya bisa meyampaikan misalnya sebuah negara perekonomiannya masih berbasis ekstraktif dengan mengeksploitas SDA, investment bank di selurh dunia akan memberikan penalty yang lebih tinggi dalam financig,” tuturnya.

Oleh karenanya, pemerintah dinilai perlu mengimplementasikan insentif bagi pelaku usaha yang mulai mengembangkan teknologi berbasis ramah lingkungan seperti rendah karbon.

“Mungkin perlu diberikan insentif fiskaln bagi yang melakukan pembiayaan melalui green bond,” ucapnya.

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Chatib Basri: Isu Lingkungan Masih Dianggap sebagai Barang Mewah”

Penulis : Rully R. Ramli
Editor : Bambang P. Jatmiko

 

 

sekda-prov-sulsel-abdul-hayat-gani-foto-dok-for-jpnn-86

Sulawesi Selatan Berkomitmen Dukung Penerapan Teknologi Rendah Karbon

jpnn.com, JAKARTA – Sulawesi Selatan menjadi provinsi percontohan pertama yang menandatangani nota kesepahaman pembangunan rendah karbon dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas pada Tahun 2019.

Nota kesepahaman tersebut menunjukkan komitmen Provinsi Sulawesi Selatan menjaga kelestarian lingkungan tetapi tidak mengabaikan pembangunan.

Komitmen tersebut juga dibuktikan dengan ditetapkannya Peraturan Gubernur No. 11 tahun 2020 tentang Perubahan Peraturan Gubernur No. 59 tahun 2012 mengenai Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca.

Menindaklanjuti hal tersebut, Pemprov Sulsel mengadakan kegiatan sosialisasi peraturan gubernur dengan mengundang seluruh kabupaten/kota yang telah berkomitmen mendukung kegiatan “Pembangunan Rendah Karbon” di Sulawesi Selatan.

Sekda Provinsi Sulawesi Selatan Abdul Hayat Gani berpesan kepada Bappeda kabupaten/kota untuk berkomunikasi dengan provinsi.

“Kami ingin apakah peraturan gubernur ini sudah efektif sudah efisien. Kalau ada hal-hal menghambat di lapangan, atau ada yang perlu perbaikan, jangan ragu teman-teman dari Bappeda kabupaten/kota silakan menyampaikan ide, gambaran dan inovasinya ke kami (pemprov),” katanya dalam siaran pers di Jakarta.

Ia juga mengajak seluruh aspek masyarakat untuk dapat ikut serta mengawal pelaksanaan peraturan gubernur tersebut.

“Tugas kami dari sisi aspek manajemen sumber daya manusia untuk memastikan pergub-pergub yang dibuat oleh Pak Gubernur dibuat oleh kami semua akan kami kawal dengan baik,” kata Abdul Hayat Gani.

Artikel ini telah tayang di www.jpnn.com dengan judul “Sulawesi Selatan Berkomitmen Dukung Penerapan Teknologi Rendah Karbon”

Pembangunan Rendah Karbon Butuh Insentif

JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan rendah karbon di Indonesia terhambat oleh rendahnya harga energi fosil, seperti minyak mentah, gas bumi, dan batubara. Akibatnya, harga energi terbarukan kalah bersaing. Tanpa insentif fiskal, pembangunan rendah karbon sulit diharapkan tumbuh pesat.

Direktur Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Medrilzam menyampaikan hal itu dalam webinar bertajuk ”Membangun Indonesia Lebih Hijau dan Tangguh Pascakrisis Covid-19”, Senin (14/12/2020). Menteri Keuangan 2013-2014 M Chatib Basri dan Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu menjadi pembicara kunci.

Pembangunan rendah karbon adalah kebijakan pembangunan yang program dan pelaksanaannya menghasilkan pertumbuhan ekonomi rendah emisi gas rumah kaca. Pembangunan dengan cara ini menjadi bentuk penanggulangan perubahan iklim, perbaikan kualitas lingkungan, dan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Pembangunan rendah karbon menjadi salah satu prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 .

”Selain harga energi fosil yang murah, tantangan pembangunan rendah karbon lainnya adalah isu lingkungan di Indonesia belum menjadi isu prioritas, baik di level pusat maupun daerah, dalam konteks pemulihan ekonomi pasca-pandemi Covid-19,” kata Medrilzam.

Hal yang tak kalah penting lain, kata Medrilzam, belum ada kebijakan fiskal yang kuat berupa insentif bagi pelaku usaha yang menerapkan pembangunan rendah karbon. Selain itu, pembangunan rendah karbon tak bisa semata hanya diinisiasi pemerintah. Dukungan sektor swasta dan masyarakat umum sangat menentukan keberhasilan program tersebut.

Menurut Chatib, pandemi Covid-19 jadi momentum tepat untuk menata ulang kebijakan pembangunan rendah karbon di Indonesia. Skema pembiayaan hijau, yang menjadi tren di masa mendatang, akan semakin banyak dan mudah didapat. Syaratnya, pemerintah harus memberikan insentif bagi pelaku usaha yang menerapkan pembangunan rendah karbon.

”Kecenderungan menurunnya dukungan pembiayaan global terhadap sektor yang tidak ramah lingkungan kian menguat,” kata Chatib.

Selain itu, isu pengenaan pajak karbon (carbon tax) adalah salah satu kunci kesuksesan pembangunan rendah karbon di Indonesia. Pengenaan pajak karbon yang rendah menyebabkan orang sulit beralih ke pemakaian energi yang lebih bersih dan terbarukan. 

Di sektor pengembangan sumber energi terbarukan di Indonesia, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Harris Yahya mengungkapkan, sampai triwulan II-2020, porsi energi baru dan terbarukan dalam bauran energi nasional sebesar 10,9 persen. Padahal, pada 2025, target yang dicanangkan pemerintah adalah 25 persen. Diperlukan percepatan pengembangan energi terbarukan untuk mencapai target tersebut.

”Untuk mencapai target itu, kami berfokus pada pengembangan energi terbarukan yang lebih cepat dibangun dan pembiayaan pembangunannya kompetitif, seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS),” kata Harris.

Hingga 2035, pemerintah menargetkan kapasitas terpasang pembangkit listrik dari energi terbarukan 47.500 megawatt (MW). Dari target itu, PLTS memegang porsi terbesar, yakni 17.540 MW, disusul pembangkit listrik tenaga air (PLTA) 7.815 MW, dan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 7.170 MW. Kementerian ESDM mencatat, potensi sumber energi terbarukan di Indonesia sebesar 417.800 MW. Namun, potensi termanfaatkan baru 10.400 MW. (APO)

Artikel ini telah dimuat di Harian Kompas dengan judul “Pembangunan Rendah Karbon Butuh Insentif”