WhatsApp Image 2024-12-23 at 10.15.15

Bersama Lima Lembaga PBB, Bappenas Berkomitmen Percepat Transformasi Ekonomi Hijau untuk Indonesia Emas 2045

JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan lima agensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui program Partnership for Actions on Green Economy (PAGE) menggelar Dialog Nasional “Akselerasi Transformasi Ekonomi Hijau”. Dialog ini menandai berakhirnya fase pertama Program PAGE 2019-2024 sekaligus membuka fase kedua yang sejalan dengan target pembangunan berkelanjutan.  Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas Febrian Alphyanto Ruddyard menegaskan pentingnya transformasi ekonomi hijau untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. “Transformasi ekonomi hijau adalah salah satu pilar utama untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Melalui Program PAGE selama lima tahun terakhir, Indonesia tidak hanya mencapai hasil yang luar biasa dalam mempercepat transformasi ekonomi hijau, tetapi juga mempersiapkan langkah strategis untuk fase kedua guna mencapai target Net Zero Emissions pada 2060,” papar Wamen Febrian, Selasa (3/12). 

Sebagai hasil kolaborasi bersama dengan UNEP, ILO, UNIDO, UNITAR, dan UNDP, program PAGE telah memberikan kontribusi signifikan, termasuk peluncuran Indeks Ekonomi Hijau pertama di Indonesia, Peta Jalan Ekonomi Sirkular, serta Rencana Aksi Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan Regional. “Saat Indonesia melangkah ke fase kedua program PAGE, penting untuk memperkecil gap dalam investasi hijau dan mengembangkan mekanisme pembiayaan inovatif. Bersama, kita dapat mempercepat implementasi proyek berkelanjutan dan memastikan ekonomi hijau mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs),” jelas Chair of PAGE Management Board Steven Stone dalam sambutannya.

Dialog nasional ini menegaskan konsep kolaborasi pentahelix sebagai kunci mendorong pembangunan inklusif, dan berkelanjutan. Wamen Febrian optimistis kerja sama ini adalah jalan terbaik untuk mempercepat transformasi ekonomi hijau, dan bentuk komitmen Indonesia menuju Indonesia Emas 2045. “Pelaksanaan PAGE Fase 2 menegaskan komitmen Indonesia untuk mencapai target Net Zero Emissions pada 2060 atau lebih cepat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif melalui pendekatan berbasis ekonomi sirkular dan keuangan berkelanjutan,” pungkas Wamen Febrian.

WhatsApp Image 2024-08-15 at 11.16.53_fa2be119

Peluncuran IBSAP 2025-2045: Panduan Pengelolaan Keanekaragaman Hayati untuk Wujudkan Visi Indonesia Emas 2045

JAKARTA – Wakil Presiden RI K.H. Ma’ruf Amin meluncurkan dokumen Strategi dan Rencana Aksi Keanekaragaman Hayati Indonesia atau Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) 2025-2045 di Istana Wakil Presiden, Kamis (8/8). Dokumen IBSAP 2025-2045 disusun Kementerian PPN/Bappenas bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pertanian, Badan Riset dan Inovasi Nasional, mitra pembangunan, perguruan tinggi, organisasi kemasyarakatan, serta masyarakat adat. Dokumen IBSAP 2025-2045 menjadi panduan strategis dalam mengelola keanekaragaman hayati Indonesia secara berkelanjutan yang juga sejalan dengan Visi Indonesia Emas 2045.

Wakil Presiden RI K.H. Ma’ruf Amin menekankan pemanfaatan keanekaragaman hayati bukan hanya dipandang sebagai sumber pangan, melainkan juga sebagai sumber pertumbuhan ekonomi yang harus dikelola secara berkelanjutan dan berkeadilan, disertai standar-standar keberlanjutan, serta penggunaan inovasi dan teknologi. “Pengelolaan keanekaragaman hayati harus dilakukan secara holistik, mencakup ekosistem daratan dan perairan untuk kesejahteraan rakyat,” jelas Wapres RI K.H. Ma’ruf Amin dalam sambutannya.

Dokumen IBSAP 2025-2045 memiliki tiga tujuan utama, yaitu: kelestarian ekosistem, spesies, dan genetik; pemanfaatan yang berkelanjutan; dan pelaksanaan yang dapat mewujudkan kelestarian keanekaragaman hayati. Dalam dokumen IBSAP 2025-2045 juga telah ditetapkan ukuran yang jelas untuk menilai capaian setiap tujuan dan target. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan IBSAP 2025-2045 selaras dengan dokumen perencanaan pembangunan nasional jangka panjang dan menengah. “IBSAP merupakan dokumen strategis yang penting sebagai arahan kebijakan dalam pengelolaan keanekaragaman hayati menuju Visi Indonesia Emas 2045, dan sudah melalui proses penyelarasan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 dan rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029,” papar Menteri Suharso.

Pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia menunjukkan kemajuan signifikan. Pada 2023, kawasan yang dilindungi di daratan telah mencapai 26,7 persen dan di perairan mencapai 8,9 persen, dengan target 30 persen pada 2045. “Dengan peluncuran  strategi dan rencana aksi IBSAP 2025-2045, akan menjadi panduan bagi seluruh pemangku kepentingan berpartisipasi mewujudkan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, dan Visi Indonesia Emas 2045,” tutup Wapres RI Ma’ruf Amin.

Akselerasi Ekosistem Ekonomi Sirkular Indonesia, Bappenas Gelar Green Economy Expo

JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas menggelar Green Economy Expo: Advancing Technology, Innovation, and Circularity, yang berlangsung 3-5 Juli 2024, di Jakarta Convention Center. Dibuka Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dan Menko Bidang Perekonomian Erlangga Hartarto, Rabu (3/7), Green Economy Expo menjadi forum bagi para pemangku kepentingan untuk mendukung pembangunan inklusif dan berkelanjutan melalui implementasi ekonomi hijau. Menteri Suharso menegaskan komitmen mempertahankan kualitas lingkungan dengan keanekaragaman hayati yang sangat strategis bagi pengembangan ekonomi hijau dan sirkular.

“Indonesia terus mempertahankan kualitas lingkungan, mengingat posisi kita sebagai salah satu negara dengan keanekaragaman hayati tertinggi dan sumber daya alam melimpah. Indeks kualitas lingkungan hidup terus meningkat, mencapai 72,53 poin pada 2023,” ungkap Menteri Suharso. Menteri Airlangga juga menambahkan potensi kesejahteraan sosial melalui pengembangan ekonomi hijau. “Transformasi ekonomi menuju ekonomi hijau akan fokus pada penciptaan investasi, modal dan infrastruktur, lapangan kerja, dan keterampilan yang lebih berkelanjutan, guna mewujudkan kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan,” jelas Menteri Airlangga.

Transformasi Ekonomi Hijau merupakan komitmen Pemerintah Indonesia mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, menjadi Negara Nusantara yang Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam pembangunan. Ekonomi hijau akan menjadi pendorong transisi menuju pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dalam acara yang juga dihadiri beberapa perwakilan duta besar negara sahabat dan lembaga internasional ini, Menteri Suharso juga meluncurkan dua dokumen penting, yaitu: Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular Indonesia, serta Peta Jalan Pengelolaan Susut dan Sisa Pangan.

“Jika diterapkan dengan serius di lima sektor prioritas (pangan, elektronik, kemasan plastik, konstruksi, dan tekstil), ekonomi sirkular berpotensi memberikan manfaat tinggi pada pembangunan kita. Contohnya, ekonomi sirkular meningkatkan PDB Indonesia kisaran Rp 593 hingga 638 triliun, menciptakan 4,4 juta lapangan kerja hijau hingga pada 2030 dengan 75 persen dari total pekerjaan merupakan tenaga kerja perempuan, mengurangi timbulan limbah 18-52 persen dibandingkan business as usual pada 2030, juga berkontribusi menurunkan emisi GRK 126 juta ton CO2,” tegas Menteri Suharso.

Menutup pembukaan Green Economy expo hari ini, Menteri Suharso juga menyampaikan apresiasi atas kontribusi berbagai pihak, dan berharap acara ini menjadi melting point gagasan dan perumusan solusi berbagai persoalan pembangunan ekonomi berkelanjutan. “Saya mengajak kita semua untuk menjadi bagian dari ekonomi hijau, sebagai akselerator perubahan,” pungkas Menteri Suharso.

GAP08222

Bappenas dan Pemerintah Jerman Rekomendasikan Reformasi Pengelolaan Sampah

JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Kementerian Federal Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (BMZ) Pemerintah Republik Federal Jerman melalui GIZ melakukan Dialog Reformasi Pengelolaan Sampah untuk menyampaikan langkah prioritas perbaikan pengelolaan sampah yang perlu dijalankan pemerintah, akademisi, pelaku usaha, media, dan masyarakat. Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati menjelaskan komitmen Indonesia dalam pengelolaan sampah. “Pengelolaan sampah ini sudah menjadi dua agenda pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 saat ini, yaitu dalam Prioritas Nasional 5 dan 6. Ke depannya, Reformasi Pengelolaan Sampah yang terintegrasi dari hulu ke hilir ini juga akan menjadi salah satu dari 20 upaya transformasi super prioritas atau game changer di dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045,” kata Deputi Vivi, Selasa (30/1).

Terdapat enam faktor pengungkit reformasi pengelolaan sampah, yaitu perencanaan berkualitas, data persampahan aktual dan akurat, kapasitas pemangku kepentingan, kelembagaan pengelolaan sampah inklusif, pendanaan kuat, dan binding mechanism. Enam faktor pengungkit dirumuskan berdasarkan analisis dan upaya perbaikan di tingkat nasional dan daerah yang telah dilaksanakan dalam Proyek Pengurangan Emisi di Perkotaan melalui Peningkatan Pengelolaan Sampah (ERiC DKTI). Proyek kerja sama Indonesia-Jerman yang dimulai sejak 2020 ini didukung komite pengarah K/L, yaitu Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian PUPR, Kementerian LHK, dan Kementerian Dalam Negeri, untuk memperkuat aspek non teknis persampahan, mulai dari perencanaan, pendanaan, kelembagaan, hingga pengelolaan data.

Fokus intervensi proyek kerja sama adalah di 6 kabupaten/kota pilot, yaitu Kabupaten Bogor, Kota Bukittinggi, Kota Jambi, Kota Cirebon, Kota Malang, dan Kota Denpasar. Beberapa hasil yang telah dihasilkan selama proyek berlangsung adalah enam laporan analisis rekomendasi kebijakan, tiga peraturan daerah tentang penyesuaian angka retribusi pengelolaan sampah di Kabupaten Bogor, Kota Bukittinggi, dan Kota Cirebon, pendampingan pemilahan sampah di lebih dari 558 kepala keluarga di 6 kabupaten/kota pilot, pembangunan Kalkulator Digital Perhitungan Biaya Retribusi Pengelolaan Sampah, serta penguatan interoperabilitas data persampahan lintas K/L.

Acara Dialog Reformasi Pengelolaan Sampah ini turut dihadiri perwakilan Pemerintah Jerman, salah satunya Deputy Head of Mission of the German Embassy to Indonesia Thomas Graf. “Pemerintah Jerman mengapresiasi dan akan terus mendukung upaya Pemerintah Indonesia dalam mereformasi pengelolaan sampah. Semoga rekomendasi yang dihasilkan dari proyek ini dapat segera diimplementasikan sehingga pengelolaan sampah di Indonesia dapat lebih terintegrasi dan berkelanjutan,” ungkap Thomas.

3S4A8778

Jaring Isu Pembangunan Berkelanjutan, Bappenas Gelar Konsultasi Publik KLHS RPJMN 2025-2029

JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas menggelar Konsultasi Publik dan Penjaringan Isu sebagai bagian proses penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam mengatakan KLHS penting untuk memastikan pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial dan pelestarian lingkungan, dan menjadi integral dari perencanaan dan implementasi pembangunan. “Kita tidak bisa melupakan isu lingkungan dalam konteks pembangunan ke depan di dalam RPJMN 2025-2029. Tadinya isu lingkungan tidak ada dalam perencanaan pembangunan, tapi sekarang menjadi bagian utuh dalam perencanaan pembangunan,” ujar Medrilzam, Selasa (12/12). Sebagai bagian penting RPJMN 2025-2029, KLHS bertujuan agar perencanaan pembangunan dilaksanakan sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan sehingga mampu mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, salah satunya keluar dari middle income trap dan penurunan emisi gas rumah kaca untuk net zero emission.

Penyusunan KLHS RPJMN 2025-2029 terbagi dalam empat tahap. Tahap pertama, penjaringan isu pembangunan berkelanjutan yang melibatkan identifikasi dan penilaian isu kritis. Tahap kedua, pengembangan model untuk memahami dan memprediksi dampak berbagai kebijakan dan strategi pembangunan, guna merumuskan dan mengevaluasi skenario pembangunan. Tahap ketiga, kajian pengaruh kebijakan terhadap kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan. Terakhir, penyusunan rekomendasi perbaikan kebijakan jangka panjang berdasarkan hasil penjaringan isu, pengembangan model, dan kajian pengaruh kebijakan. “Kami sangat concern pada penyusunan RPJMN 2025-2029, karena ini menjadi tatakan awal dari RPJPN 2025-2045 dalam rangka mencapai Indonesia Emas. Inilah penentu bagaimana nantinya kita membangun fondasi untuk akselerasi pembangunan, sehingga bisa mencapai sasaran yang ditetapkan untuk Indonesia 2045,” ungkap Direktur Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan Sektoral Kementerian PPN/Bappenas Ika Widyawati.

Di penghujung acara, Direktur Medrilzam mengatakan konsultasi publik terkait KLHS tidak cukup hanya dengan menjaring isu. Ke depannya, perlu perluasan survei, pemetaan akar masalah, implikasi, distorsi hingga proyeksi di masa yang akan datang sehingga perencanaan dapat lebih komprehensif dan dinamis. “KLHS dengan RPJMN 2025-2029 akan terus kait mengait, sehingga kita betul-betul bisa mengawal perencanaan pembangunan lebih baik di masa mendatang,” pungkas Medrilzam.

471A7225

Bersama UNDP dan Kerajaan Denmark, Bappenas Bukukan 36 Inisiator Ekonomi Sirkular

JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas bersama United Nations Development Programme Indonesia dan didukung Pemerintah Kerajaan Denmark meluncurkan “The Future is Circular: Langkah Nyata Inisiatif Ekonomi Sirkular di Indonesia”. Buku tersebut menjadi bagian dari langkah awal penyusunan Peta Jalan Kebijakan Ekonomi Sirkular di Indonesia, dalam konteks Pembangunan Rendah Karbon, menuju ekonomi hijau. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menerapkan ekonomi sirkular sebagai model ekonomi yang mengoptimalkan penggunaan sumber daya, mendesain produk agar memiliki daya guna selama mungkin, dan mengembalikan sisa proses produksi dan konsumsi ke dalam siklus produksi.

Ekonomi sirkular tak hanya mengenai pengelolaan limbah melalui praktik daur ulang, tetapi juga tentang efisiensi sumber daya, mencakup serangkaian intervensi di seluruh rantai pasok. Oleh karena itu, ekonomi sirkular diharapkan dapat menggantikan ekonomi linear yang menggunakan cara ‘ambil-pakai-buang’ yang tidak berkelanjutan untuk jangka panjang. “Kami ingin memulai gerakan ekonomi sirkular untuk pembangunan Indonesia ke depan, dimulai dengan pemahaman yang sama di antara kita semua, dimulai dari kementerian/lembaga, perwakilan usaha, media. Harapannya, saat kita mengatakan ekonomi sirkular, yang dibahas itu sama. Kami sudah melakukan studi di Bandung dengan UNDP dan Denmark, kalau ekonomi sirkular diimplementasikan, memiliki manfaat sangat banyak bagi Indonesia,” tutur Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam saat peluncuran buku di Jakarta, Kamis (18/8).

Buku ini memuat inisiatif penerapan konsep ekonomi sirkular dari 36 inisiator pada berbagai sektor dan aktor seperti pemerintah, pelaku usaha, dan Lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia. Secara akumulatif, manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang diperoleh dari 36 inisiatif ini antara lain penghematan biaya operasional lebih dari Rp431,9 miliar, penciptaan lapangan pekerjaan bagi 14.270 pekerja, pengurangan emisi lebih dari 1,4 juta ton karbon dioksida ekuivalen (CO2e), penghematan energi lebih dari 4,8 juta megawatt hour, penurunan konsumsi air lebih dari 252 ribu miliar meter kubik, dan pengurangan sampah lebih dari 827 ribu ton.

Penerapan ekonomi sirkular di Indonesia difokuskan pada lima sektor, yakni sektor makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, perdagangan besar dan eceran, dan sektor elektronik, yang berpotensi meningkatkan Produk Domestik Bruto sebesar Rp593-638 triliun pada 2030, menciptakan penghematan rumah tangga tahunan hampir 9 persen dari anggaran, setara dengan Rp 4,9 juta atau USD 344 per tahun, dan menciptakan 4,4 juta pekerjaan dengan 75 persen di antaranya diperuntukkan bagi perempuan. Penerapan ekonomi sirkular di Indonesia juga dapat mengurangi emisi CO2e sebesar 126 juta ton dan penggunaan air sebesar 6,3 miliar meter kubik di 2030.

Jakarta, 18 Agustus 2022

Parulian Silalahi                                                                        

Kepala Biro Humas, Kearsipan, dan Tata Usaha Pimpinan

Kementerian PPN/Bappenas

humas@bappenas.go.id

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Bappenas Luncurkan Indeks Ekonomi Hijau Untuk Mendukung Transformasi Ekonomi Indonesia

Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa meluncurkan Indeks Ekonomi Hijau atau Green Economy Index (GEI) pertama di Indonesia pada 3rd G20 Development Working Group (DWG) Side Event: “Towards Implementation and Beyond: Measuring the Progress of Low Carbon and Green Economy di Bali, Selasa (9/8). Indeks Ekonomi Hijau menjadi alat ukur tangible, representatif, dan akurat untuk mengevaluasi capaian dan efektivitas transformasi ekonomi Indonesia menuju Ekonomi Hijau, salah satu dari enam strategi transformasi ekonomi yang ditetapkan Kementerian PPN/Bappenas. Transformasi ekonomi merupakan ‘game-changers’ pemulihan ekonomi Indonesia pascapandemi Covid-19, sekaligus upaya mewujudkan Indonesia sebagai negara berpenghasilan tinggi, sesuai Visi Indonesia 2045.

“Prinsip utama Ekonomi Hijau adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, seiring mendorong kesejahteraan sosial dan menjaga kualitas dan daya dukung lingkungan, dengan berfokus pada peningkatan investasi hijau, mengelola aset dan infrastruktur yang berkelanjutan, memastikan transisi yang adil dan terjangkau, serta memberdayakan sumber daya manusia,” ungkap Menteri Suharso. Indeks Ekonomi Hijau juga bertujuan menjaga arah capaian tujuan pembangunan jangka panjang serta mempercepat penerapan program Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim yang telah terintegrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2020-2024, sebagai tulang punggung dalam proses transisi menuju Ekonomi Hijau. Indonesia mengusung sinergi keberlanjutan dalam pembangunan sekaligus menciptakan peluang signifikan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), target Net-Zero Emissions pada 2060 atau lebih cepat, dan visi “Living Harmony with Nature” pada 2050.

Laporan Indeks Ekonomi Hijau menyebutkan, upaya transisi menuju Ekonomi Hijau dapat memberikan beragam manfaat bagi Indonesia, di antaranya pertumbuhan PDB rata-rata di angka 6,1-6,5 persen per tahun hingga 2050, 87-96 miliar ton emisi Gas Rumah Kaca yang diselamatkan pada rentang 2021-2060, hingga 68 persen penurunan intensitas emisi di 2045, Pendapatan Nasional Bruto (PNB) lebih tinggi di rentang 25-34 persen, setara USD 13.890-14.975 per kapita pada 2045. Selain itu, ekonomi hijau juga menghasilkan tambahan 1,8 juta tenaga kerja di sektor green jobs pada 2030 yang tersebar di sektor energi, kendaraan elektronik, restorasi lahan, dan sektor limbah. Di sektor lingkungan, 40.000 jiwa terselamatkan dari pengurangan polusi udara di 2045, restorasi jasa ekosistem bernilai USD 4,75 triliun per tahun pada 2060, 3,2 juta hektar hutan primer terlindungi pada 2060, penambahan tutupan hutan 4,1 juta hektar pada 2060, peningkatan luas hutan mangrove menjadi 3,6 juta hektar pada 2060, dan peningkatan ketahanan iklim perekonomian.

Indeks Ekonomi Hijau terdiri atas 15 indikator yang mencakup tiga pilar keberlanjutan, yakni lingkungan, ekonomi, dan sosial. “Indeks Ekonomi Hijau adalah wujud nyata Indonesia dalam mengukur efektivitas transformasi ekonomi yang berkelanjutan dan rendah karbon dengan metodologi akurat. Untuk itu, peningkatan indeks secara berkesinambungan tentu akan dilakukan dengan mempertimbangkan perkembangan terkini. Ke depannya, pemerintah akan menjadikan Indeks Ekonomi Hijau sebagai salah satu sasaran makro pembangunan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan nasional jangka menengah dan jangka panjang berikutnya,” jelas Perencana Ahli Utama Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto.

Peluncuran Indeks Ekonomi Hijau menjadi bukti komitmen Kementerian PPN/Bappenas untuk menguatkan posisi Indonesia sebagai negara yang berkomitmen untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. “Sebagai focal point dari G20 Development Working Group, Bappenas telah menunjukkan kepemimpinan yang kuat dalam menerapkan kebijakan Pembangunan Rendah Karbon ke dalam pemulihan ekonomi hijau, sebuah contoh luar biasa yang sejalan dengan tema Kepresidenan G20 2022, ‘Recover Together, Recover Stronger’,” ujar Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor-Leste Owen Jenkins.

Peluncuran Indeks Ekonomi Hijau yang diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas bersama United Kingdom Foreign, Commonwealth & Development Office, Germany’s Federal Ministry for Economic Affairs and Climate Actions, United Nations Partnership for Action on Green Economy, WRI Indonesia, GIZ, dan GGGI. “Saya percaya, acara hari ini dapat berfungsi sebagai instrumen penting untuk berbagi ide, pengalaman, dan pengetahuan dalam upaya transformasi ekonomi menjadi ekonomi hijau, yang sangat dibutuhkan, terlebih di masa pemulihan pascapandemi Covid-19,” urai Duta Besar Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor-Leste Ina Lepel.

Tentang Development Working Group

Development Working Group (DWG) merupakan salah satu kelompok kerja dari Presidensi G20 Indonesia 2022 yang bertujuan untuk membahas isu-isu pembangunan di negara berkembang, negara tertinggal (Least Developed Countries/LDC) dan negara kepulauan (Small Island Developing States/SIDS). DWG pertama kali dibentuk melalui Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Toronto, Kanada pada 2010, dengan tugas utama untuk membahas agenda prioritas G20 dalam bidang pembangunan. DWG mengidentifikasi tantangan-tantangan pembangunan, untuk kemudian merumuskan solusi-solusi terbaik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di negara berkembang dan berpendapatan rendah sebagai upaya mitigasi krisis finansial global. 

Di bawah Presidensi G20 Indonesia 2022, DWG mengangkat empat isu prioritas, yaitu (1) Memperkuat Pemulihan dari Pandemi COVID-19 dan Memastikan Resiliensi di Negara Berkembang, Negara Tertinggal, dan Negara Kepulauan melalui tiga pilar kunci UMKM,  Perlindungan Sosial Adaptif dan Ekonomi Hijau dan Ekonomi Biru melalui Pembangunan Rendah Karbon; (2) Meningkatkan Pembiayaan Swasta dan Campuran dalam Mendanai Pembangunan Berkelanjutan di Negara Berkembang, Negara Tertinggal, dan Negara Kepulauan; (3) Memperbarui Komitmen Global terhadap Multilateralisme untuk Pembangunan Berkelanjutan; dan (4) Mengoordinasikan Kemajuan Pencapaian SDGs di G20 dan Pemutakhiran Komitmen Pembangunan G20.

Sebagai focal point DWG, Kementerian PPN/Bappenas telah menyelenggarakan 1st  DWG Meeting di Jakarta pada 24-25 Februari 2022 dan 2nd Development Working Group Meeting di Yogyakarta pada 24-25 Mei 2022 secara hybrid. Agenda ketiga, 3rd Development Working Group Meeting diagendakan berlangsung di Bali pada 10-12 Agustus 2022. Presidensi G20 Indonesia 2022 juga akan menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Menteri Pembangunan G20 di Belitung pada 7-9 September 2022.

Bali, 9 Agustus 2022

Parulian Silalahi

Kepala Biro Humas, Kearsipan, dan TU Pimpinan

Kementerian PPN/Bappenas

humas@bappenas.go.id

Poster Day 4 (Final)

A Journey of AKSARA (Aplikasi Perencanaan dan Pemantauan Rencana Aksi Nasional Rendah Karbon)

JAKARTA   Kementerian PPN/Bappenas melalui inisiatif Pembangunan Rendah Karbon (PRK) menjawab tantangan penanganan persoalan perubahan iklim agar penurunan emisi gas rumah kaca sejalan dengan agenda-agenda pembangunan berkelanjutan lain seperti pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan kemiskinan. Di bawah kebijakan PRK, pemerintah memobilisasi sumber daya dan menggerakkan elemen pusat, daerah dan lintas sektor untuk membuat rencana aksi serta mengimplementasikan aksi-aksi nyata pembangunan rendah karbon.

Mengacu pada mandat Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian Dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas bersama dengan kementerian teknis lainnya telah menyusun mekanisme pemantauan kegiatan penanganan perubahan iklim. Dimulai pada tahun 2012, proses yang dilakukan secara kontinyu, transparan dan partisipatif ini melahirkan sebuah portal Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan (PEP) yang bernama Aplikasi Perencanaan dan Pemantauan Rencana Aksi Nasional Rendah Karbon (AKSARA). AKSARA diresmikan pada tahun 2019 sebagai portal terintegrasi yang membantu Pemerintah Indonesia dalam memenuhi komitmen penurunan emisi GRK sebesar 29% di tahun 2030.

AKSARA merupakan platform untuk mencatat pelaksanaan rendah karbon (PRK) dan ketahanan iklim (PBI) secara transparan, akurat, komprehensif, konsisten, dan terintegrasi. AKSARA bertujuan untuk: (1) Menyediakan data dan informasi yang akurat, transparan, dan partisipatif tentang aksi LCDI di Indonesia, (2) Menyediakan sistem untuk mengumpulkan dan melaporkan pencapaian aksi LCDI kerja sama pemerintah pusat dan daerah untuk mendukung pembangunan rendah karbon di Indonesia, (3) Mendukung kredibilitas dan transparansi pelaporan pencapaian penurunan emisi rumah kaca dan pembangunan rendah karbon di Indonesia kepada masyarakat internasional; dan (4) Menyediakan data terkini untuk proses evaluasi dan perencanaan aksi pembangunan rendah karbon yang lebih baik di masa depan.

Proses PEP yang dilakukan melalui sistem AKSARA ini dilakukan pada tataran nasional (kementerian/lembaga) dan daerah di 34 provinsi. AKSARA digunakan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan dari program/kegiatan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam Rencana Strategis (Renstra) kementerian/lembaga (K/L) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) khususnya Prioritas Nasional 6 (PN6) Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim khususnya (1) Program Prioritas 2 : Peningkatan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim dan (2) Program Prioritas 3 : Pembangunan Rendah Karbon.

“Menurunnya kualitas daya dukung dan daya tampung lingkungan akan berdampak pada produktivitas dan keberlangsungan hidup, ini merupakan salah satu dampak perubahan iklim yang paling dirasakan,” jelas Medrilzam, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas. Lebih lanjut, Medrilzam memaparkan AKSARA hadir sebagai alat bantu dan wadah/platform perekaman aksi pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim yang transparan, akurat, lengkap, konsisten dan terintegrasi.

Dari hasil pelaporan yang dilakukan kementerian/lembaga dan 34 provinsi mulai tahun 2010 – 2020, tercatat 20.209 aksi PRK yang sudah dilaporkan melalui AKSARA. Dari pelaporan tahun 2020, nilai capaian penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 24,13% terhadap baseline tahun 2020. Sedangkan untuk nilai capaian penurunan intensitas emisi GRK tercatat sebesar 25,37% terhadap baseline tahun 2020.

AKSARA membantu proses perekaman aksi dan perhitungan nilai pengurangan kerugian ekonomi sebagai hasil implementasi aksi PBI, secara otomatis berdasarkan metodologi yang telah disepakati nasional. Dari hasil pelaporan Tahun 2020 pada aplikasi AKSARA, aksi PBI di Indonesia mampu mengurangi kerugian ekonomi sebesar 33,96 triliun rupiah dari target 52,91 triliun rupiah atau sebesar 64,18%. Capaian pengurangan potensi kerugian tersebut merupakan total pencapaian dari empat (4) sektor PBI yaitu Kelautan dan Pesisir sebesar Rp 18,31T, Sektor Air sebesar Rp 0,75T, Sektor Pertanian sebesar Rp 8,38T, dan Sektor Kesehatan sebesar Rp 0,39T.

Sebagai bentuk apresiasi kepada 34 provinsi, Kementerian PPN/Bappenas memberikan penghargaan provinsi terbaik dalam pelaporan aksi  Pembangunan Rendah Karbon (PRK) kepada tiga provinsi yaitu Jawa Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Bappenas menetapkan empat kriteria penilaian yaitu : 1) Konsistensi pelaporan aksi Pembangunan Rendah Karbon Daerah pada setiap sektor mulai tahun 2010 – 2020; 2) Pelibatan kabupaten/kota dalam pelaporan aksi; 3) Pengarusutamaan Pembangunan Rendah Karbon dalam RPJMD; dan 4) Jumlah penurunan emisi.

Penghargaan tersebut diberikan dalam rangkaian LCDI Week 2021 di hari keempat, 14 Oktober 2021, webinar bertema “A Journey of AKSARA” yang menceritakan proses transformasi pemantauan, evaluasi, dan pelaporan (PEP) hingga menjadi AKSARA aksi Pembangunan Rendah Karbon yang dirintis Bappenas sejak tahun 2013 hingga saat ini. Webinar dihadiri perwakilan dari berbagai kementerian dan lembaga negara, pemerintah daerah, dan masyarakat umum. Tujuan webinar ini untuk memberikan informasi kepada peserta tentang pengembangan aplikasi pemantauan pembangunan rendah karbon dan aksi ketahanan iklim, terkait dengan upaya untuk mendukung dalam membangun masa depan berkelanjutan yang lebih baik menuju ekonomi hijau.

Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, menyatakan sejak 14 Februari 2019 Provinsi Jawa Tengah berkomitmen melakukan integrasi perencanaan daerah menuju perencanaan Pembangunan Rendah Karbon. Pada tahun 2020 Jawa Tengah, melaporkan 2205 aksi PRK yang berpotensi menurunkan emisi sebesar 10,47 juta ton CO2 ekuivalen. Ganjar mengakui, monitoring aksi PRK sangat terbantu dengan adanya aplikasi AKSARA serta partisipasi aktif kabupaten/kota yang ada di Jawa Tengah.

“Untuk keberlanjutannya, kami meyakini ini adalah kerja panjang pemerintah Provinsi Jawa Tengah, maka kami siap mengintegrasikan RPJMD dengan PRK. Selain itu karena ini menyangkut hajat orang banyak, dunia industri juga kami ajak rembugan agar sama-sama memiliki satu tujuan, bahwa saat ini pembangunan yang kita lakukan harus berorientasi rendah karbon. Semoga kita diberi kekuatan untuk istiqomah dalam gerakan merawat bumi dan menjaga alam ini,” papar Ganjar Pranowo. Sejalan dengan itu, Medrilzam menambahkan “Ke depan, sebagai upaya untuk menjaga kelestarian alam dan lingkungan perlu pelibatan multi-pihak mulai dari pemerintah, swasta, NGO, filantropi, hingga masyarakat yang bersinergis dalam penanganan perubahan iklim di Indonesia”.

Temuan Riset Baru: Mencapai Net-Zero Emissions Akan Membawa Manfaat Lebih Besar bagi Indonesia

Hasil exercise pemodelan terbaru yang dilakukan Bappenas menunjukkan bagaimana berbagai skenario menuju Net-Zero Emissions mampu memberikan berbagai manfaat lingkungan, sosial dan ekonomi yang krusial bagi Indonesia

# Menerapkan kebijakan untuk mencapai Net-Zero Emissions pada pertengahan abad diprediksi mampu meningkatkan total PDB hingga 43-56% lebih tinggi pada tahun 2050, penciptaan lapangan kerja hijau yang lebih besar, menurunkan emisi GRK, serta berbagai manfaat lainnya.

#Indonesia dapat menghindari emisi 87-96 miliar ton CO2e secara kumulatif

#Mencapai Net-Zero Emissions pada 2060 atau lebih cepat membutuhkan kebijakan pembangunan rendah karbon yang lebih ambisius, mencakup intervensi hijau pada berbagai sektor ekonomi utama—diantaranya energi, pengelolaan lahan, limbah dan industri.

Jakarta — Hasil studi terbaru dari Pembangunan Rendah Karbon Indonesia (LCDI) yang dipelopori oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) menunjukkan bahwa menempuh jalur Net-Zero Emissions pada tahun 2060 atau lebih cepat dapat mewujudkan cita-cita Indonesia menjadi negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045,  mengangkat kembali pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, menurunkan emisi Gas Rumah Kaca dan meningkatkan kualitas udara, serta mampu membuat perekonomian Indonesia lebih kompetitif, kuat, dan tangguh.

“Pandemi COVID-19 dan ancaman nyata perubahan iklim menjadikan Indonesia tidak lagi sama dengan kondisi sebelumnya. Dari sisi ekonomi, perlu suatu strategi besar untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke trayektori sebelum terjadinya krisis.”, kata Dr. (H.C.) Ir. Suharso Monoarfa, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ BAPPENAS. “Dalam hal ini, Bappenas telah menetapkan strategi transformasi ekonomi untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke trayektori sebelum pandemi, dan menempatkan ekonomi hijau sebagai salah satu game-changer dalam transformasi ekonomi tersebut.”

Laporan Ekonomi Hijau untuk menuju Net-Zero Emissions di masa mendatang: Bagaimana Indonesia dapat membangun lebih baik pasca COVID-19 melalui Pembangunan Rendah Karbon, disusun menggunakan pendekatan ilmiah berbasis bukti (evidence-based) dengan mengedepankan prinsip holistik dan integratif, mampu  menunjukkan bahwa upaya dan komitmen yang lebih tinggi menuju Ekonomi Hijau dengan skenario Emisi Nol-Bersih dapat menghasilkan lebih banyak manfaat, termasuk pertumbuhan PDB riil rata-rata 6,1-6,5% per tahun pada 2021 – 2050, pendapatan per kapita pada rentang Rp USD 13.980 – 14.495, serta memungkinkan rasio pertumbuhan PDB yang lebih besar hingga 43,1- 56,1% pada tahun 2050 jika dibandingkan dengan baseline. Hal ini dapat terwujud sebagai manfaat dari upaya pemulihan dan perlindungan lingkungan, untuk meningkatkan daya dukung dan investasi ekonomi yang lebih besar. Berbagai skenario yang disampaikan dinilai dapat memberikan implikasi yang beragam.

Laporan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan Net-Zero Emissions, dapat diterapkan sebagai upaya yang tidak terpisahkan dari langkah-langkah pemulihan COVID-19, juga akan segera menciptakan jutaan lapangan kerja baru, mengurangi polusi udara, dan secara signifikan meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim.

Manfaat yang dihasilkan dari skenario Net-Zero Emissions

  • Potensi penurunan emisi kumulatif sebesar 87-96 miliar ton CO2 dari tahun 2021 hingga 2060
  • 6,1%-6,5% pertumbuhan PDB tahunan rata-rata pada 2021-2050 
  • Pendapatan Nasional Bruto (PNB) yang lebih tinggi 25-34% pada 2025 
  • 1,8 juta penambahan green jobs pada 2030 di sektor energi, EV, restorasi lahan, dan limbah 
  • 40.000 jiwa terselamatkan pada 2045  dengan berkurangnya pencemaran udara 
  • Memulihkan ekosistem yang memiliki jasa senilai US$4,75 triliun/tahun pada 2060 
  • 3,2 juta ha hutan primer terlindungi dan 4,1 juta ha tutupan hutan bertambah pada 2060 

“Studi ini telah menghasilkan berbagai temuan penting yang harus ditindaklanjuti sebagai pertimbangan untuk menyusun kebijakan kedepan,” kata Dr. Ir. Arifin Rudiyanto, M.Sc, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). “Dengan memperkuat komitmen dan mengambil tindakan iklim yang ambisius, Indonesia dapat menciptakan lapangan kerja dalam jangka pendek, dan menumbuhkan perekonomian dalam jangka panjang, sekaligus menciptakan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim dan mencapai tujuannya untuk menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045.”

Dalam skenario Net-Zero Emissions, Indonesia harus mengambil berbagai langkah besar pada bidang-bidang strategis. Di sektor energi misalnya, Pemerintah perlu mendorong 3 kebijakan utama: pengembangan energi baru terbarukan, melakukan dekarbonisasi pasokan energi melalui kombinasi EBT dan elektrifikasi energi bersih, serta penyesuaian insentif fiskal seperti penghentian subsidi bahan bakar fosil dan penetapan carbon pricing secara bertahap. Hasil studi menunjukkan bahwa permintaan terhadap energi diperkirakan akan meningkat lebih dari 3 kali lipat pada tahun 2060. “Apabila kebutuhan ini dipenuhi melalui bahan bakar fosil, tentu dampaknya akan menjadi sangat berat terhadap emisi GRK dan pencemaran udara” ungkap Deputi Kemaritiman dan SDA Bappenas.

Di sektor kehutanan dan lahan, untuk mencapai Net-Zero Emissions, Indonesia juga harus secara signifikan meningkatkan target untuk restorasi hutan dan mangrove, melindungi tutupan hutan dan mencegah deforestasi. Temuan menarik lainnya bahwa berbagai kebijakan tersebut akan saling memberikan umpan balik antar sektor. Sebagai contoh, penerapan kebijakan kendaraan listrik, mampu menurunkan konsumsi bioenergy yang kemudian berimplikasi pada menurunnya kebutuhan lahan untuk produksi tanaman bioenergy. Hal ini tentu mampu mencegah pembukaan hutan baru untuk dikonversi ke lahan pertanian. Dengan demikian, keberhasilan implementasi skenario Net-Zero Emissions akan sangat bergantung pada penyusunan rencana, strategi dan kebijakan lintas sektor yang baik.

“Perubahan dan Transformasi Menuju Ekonomi Hijau melalui Pembangunan Rendah Karbon dengan semangat Net-Zero Emission sudah menjadi keharusan dan menjadi bagian terintegrasi dari proses perencanaan dan pembangunan secara keseluruhan.” Dr. Medrilzam, Direktur Lingkungan, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) “Dan,Transition Risk selama proses transformasi juga harus dikelola secara hati-hati.”

“Saya memahami laporan ini penting sebagai tonggak dalam perjalanan mengembangkan skenario Net-Zero Emissions serta dalam upaya membangun kembali dengan lebih baik pasca Covid-19. Pendanaan iklim adalah tema penting dalam laporan ini, dan kami memahami hal tersebut sangat penting bagi Indonesia, termasuk dalam konteks Kepresidenan G20 Indonesia 2022,” tambah Owen Jenkins, Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor-Leste.Unduh laporannya dalam Bahasa Inggris, A Green Economy for a Net-Zero Future: How Indonesia can build back better after COVID-19 with the Low Carbon Development Initiative (LCDI): https://lcdi-indonesia.id/publikasi-dokumen/

BAPPENAS KAMPANYEKAN PEMBANGUNAN BERKETAHANAN IKLIM (PBI)

JAKARTA Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas kembali meluncurkan dokumen kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) berbahasa Inggris sebagai pedoman penanganan perubahan iklim di Indonesia dan sebagai referensi untuk negara-negara lain di dunia.  Diharapkan publik internasional dapat memahami proses penerapan PBI di Indonesia maupun global.

Implementasi Kebijakan Pembangunan Rendah Karbon (PRK) dan PBI berkontribusi dari tingkat desa ke tingkat global. Dampak perubahan iklim sangat spesifik lokal, sehingga upaya penanganan perubahan iklim harus mampu mengurangi kerentanan dan meningkatkan kapasitas adaptif masyarakat. PBI secara paralel juga berkontribusi pada pencapaian target-target yang telah ditetapkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya Tujuan (Goal) 13, yaitu Penanganan Perubahan Iklim (Climate Action). Di sisi lain, upaya penanganan perubahan iklim berkontribusi pada pencapaian target global yaitu Paris Agreement dan Sendai Framework.

Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Arifin Rudiyanto dalam paparannya menyampaikan: “Ketahanan iklim nasional adalah salah satu hal terpenting yang terus diupayakan oleh Pemerintah dalam menghadapi perubahan iklim global yang dampaknya sangat mempengaruhi kehidupan, khususnya pada empat sektor prioritas: kelautan dan pesisir, air, pertanian, dan kesehatan – karena kontribusinya yang sangat besar terhadap pendapatan sektor PDB.”

Sementara itu, Kepala Badan Meterologi, Geofisika dan Klimatologi (BMKG) Dwikorita Karnawati menyatakan bahwa 99% bencana yang terjadi di Indonesia adalah bencana hidrometeorologi terutama akibat curah hujan yang ekstrem dan lebat. Akibatnya banyak terjadi banjir, puting beliung, dan tanah longsor.

Menteri Bappenas periode 2016 – 2019, Bambang Brodjonegoro menggarisbawahi mengenai  sisa makanan (food waste) yang dapat menimbulkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang sangat serius.

“Sisa makanan kira-kira membentuk 50% timbulan sampah. Jika terurai di landfill bisa menghasilkan gas metana dan menimbulkan emisi GRK,” tegas Bambang dalam paparannya.

Ketahanan iklim menjadi sangat penting karena Indonesia terletak pada garis ekuator dan diapit dua samudera sehingga  tercipta pola iklim dinamis, baik  yang berlangsung cepat (rapid onset) maupun dalam waktu yang relatif panjang (slow onset). Selain kerugian fisik dan material, masyarakat juga berpeluang kehilangan mata pencaharian sebagai dampak negatif dari pola iklim tersebut.

Berdasarkan kajian Bappenas 2019, kerugian ekonomi total untuk empat sektor prioritas ketahanan iklim dalam RPJMN 2020-2024 diperkirakan sebesar Rp 544 triliun, dengan peningkatan 12,8% dari 2020 ke 2024.  Nilai ini belum mempertimbangkan konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah sebagai variabel antara yang menghubungkan antara perubahan iklim dengan kondisi makro ekonomi di level nasional maupun provinsi.

Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No. 18 Tahun 2020, Pembangunan Berketahanan Iklim telah menjadi salah satu prioritas nasional (PN) ke 6 (enam) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024.

Serial buku PBI ditujukan sebagai rujukan bagi para pihak dalam melaksanakan Prioritas Nasional (PN) ke-6  RPJMN 2020-2024 dan kerangka perencanaan pembangunan nasional berikutnya, yaitu dalam (i) Menyusun perencanaan program dan kegiatan ketahanan iklim; (ii) Panduan pembagian kewenangan bagi Kementerian dan Lembaga (K/L) untuk menghindari duplikasi terkait upaya ketahanan iklim pada sektor prioritas; (iii) Referensi bagi pelaksanaan fungsi monitoring dan evaluasi K/L dalam menilai kontribusi capaian ketahanan iklim terhadap target yang telah ditetapkan dalam RPJMN dan (iv) Panduan penandaan kegiatan ketahanan iklim pada sistem perencanaan, penganggaran dan informasi kinerja (KRISNA).

Dokumen PBI berbahasa Inggris yang diluncurkan oleh Bappenas terdiri dari 6 (enam) serial buku: (i) List of Priority Locations & Climate Resilience Actions; (ii) Institutional Arrangement for Climate Resilience; (iii) The Roles of Non-state Actors in Climate Resilience; (iv) Climate Resilience Funding; (v) Monitoring, Evaluation,& Reporting of Climate Resilience Actions in The Framework of National Development Planning; dan (vi) Summary Executive of Climate Resilience Development Policy.

Untuk proses pemantauan aksi PBI secara nasional, Bappenas mengembangkan sebuah platform/aplikasi berbasis online yaitu AKSARA Pembangunan Berketahanan Iklim. Aplikasi berbasis web ini merupakan sebuah alat bantu bagi pelaku aksi PBI, khususnya untuk Kementerian/Lembaga. AKSARA akan membantu proses perekaman aksi dan perhitungan nilai pengurangan kerugian ekonomi secara otomatis berdasarkan metodologi yang telah disepakati. Dari hasil pelaporan Tahun 2020 pada aplikasi AKSARA, aksi PBI di Indonesia mampu mengurangi kerugian ekonomi sebesar 33,96 triliun rupiah dari target 52,91 triliun rupiah atau sebesar 64,18%. Capaian pengurangan potensi kerugian tersebut merupakan total pencapaian dari empat (4) sektor PBI yaitu Kelautan dan Pesisir sebesar Rp 18,31T, Sektor Air sebesar Rp 0,75T, Sektor Pertanian sebesar Rp 8,38T, dan Sektor Kesehatan sebesar Rp 0,39T. Ke depan, aplikasi ini akan terus dikembangkan dengan sistem dynamic tagging dan diharapkan dapat akan bisa menjadi trend setter dan merekam seluruh aksi PBI hingga level Provinsi, Kabupaten, dan Kota di seluruh Indonesia.

#Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) yang diluncurkan Kementerian PPN/ Bappenas diharapkan mampu menjadi pedoman pembangunan ketahanan iklim nasional.

#Aksi Ketahanan Iklim adalah tindakan antisipasi  terencana maupun spontan untuk mengurangi nilai potensi kerugian akibat ancaman bahaya, kerentanan, dampak, dan risiko perubahan iklim pada kehidupan masyarakat di wilayah terdampak perubahan iklim.