3S4A3942 copy

Kembali Perkuat Kerja Sama, Bappenas Dorong Pembangunan Rendah Karbon

JAKARTA – Indonesia terus berkomitmen dalam Pembangunan Rendah Karbon (PRK), salah satunya melalui kerja sama dengan Pemerintah Inggris. Sejalan dengan hal itu, Kementerian PPN/Bappenas kembali melanjutkan kerja sama dengan Foreign Commonwealth and Development Office (UK-FCDO) melalui penandatanganan technical agreement mengenai Program Inisiatif PRK (Low Carbon Development Initiative/LCDI) sekaligus meluncurkan Program Hibah LCDI fase selanjutnya. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan krisis iklim, polusi meningkat, hingga hilangnya keanekaragaman hayati menjadi salah satu tantangan yang Indonesia hadapi. “Krisis ini saling berhubungan dalam ekosistem kita. Terlebih krisis ini juga mengancam pencapaian target pembangunan, termasuk Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045,” ujar Menteri Suharso, Senin (2/10).

 

Menteri Suharso mengapresiasi dukungan Pemerintah Inggris dalam melanjutkan Program Hibah LCDI. Kerja sama ini juga diharapkan dapat memperkuat perencanaan dan penerapan ekonomi hijau di Indonesia melalui PRK dan Berketahanan Iklim, sesuai dengan salah satu agenda pembangunan yang telah ditetapkan dalam rancangan RPJPN 2025-2045 dan untuk mendukung pencapaian target net-zero emissions pada 2060 atau lebih cepat. “Untuk itu transformasi ekonomi diperlukan, yakni melalui ekonomi hijau yang menempatkan Pembangunan Rendah karbon dan Berketahanan Iklim sebagai tulang punggung dari jalan pembangunan kita,” tutur Menteri Suharso.

 

Program Hibah LCDI akan memperkuat PRK di berbagai daerah di Indonesia, juga mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui integrasi PRK dan Berketahanan Iklim ke dalam dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah, baik secara nasional maupun daerah, peningkatan kapabilitas, pengembangan kebijakan berbasis ilmu pengetahuan, dan uji coba teknologi rendah karbon yang inovatif.

 

Menteri Inggris untuk Indo Pasifik Anne-Marie Trevelyan, menegaskan perekonomian maupun inovasi Indonesia yang berkembang pesat memberikan peluang yang lebih besar bagi kedua negara untuk bekerja sama, mulai dari perdagangan dan investasi hingga kerja sama ilmu pengetahuan dan teknologi. “Inisiatif Pembangunan Rendah Karbon akan memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia terus berkelanjutan dan memiliki ketahanan terhadap dampak perubahan iklim serta memberikan manfaat bagi masyarakat di Inggris, Indonesia, dan seluruh Indo-Pasifik,” tutup Menteri Trevelyan.

3S4A1685

Bappenas-Pemerintah Provinsi Eratkan Kerja Sama Pembangunan Rendah Karbon

JAKARTA – Bersama perwakilan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku, Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menandatangani Nota Kesepakatan Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim (PRKBI), Selasa (15/8), di Gedung Bappenas, Jakarta. Menteri Suharso menegaskan Nota Kesepakatan ini merupakan momentum penting untuk mempertegas dukungan pemerintah pusat kepada daerah dalam menyukseskan keberhasilan PRKBI di daerah. “Saat ini, Indonesia mengalami Triple Planetary Crisis, yakni perubahan iklim, tingginya tingkat polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Implikasi Triple Planetary Crisis ini telah lama dirasakan dan berdampak pada pembangunan khususnya dan umumnya menimbulkan kerugian ekonomi,” ujar Menteri Suharso.

Komitmen ini sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJPN) 2025-2045 yang mengusung visi “Negara Nusantara yang Berdaulat, Maju dan Berkelanjutan” untuk mencapai Indonesia Emas 2045, sekaligus menjadi langkah strategis mewujudkan Indonesia keluar dari Middle Income Trap sebelum 2045. Pasalnya, meratanya pembangunan daerah berkontribusi terhadap tingginya pertumbuhan nasional. Menteri Suharso mengatakan, Pemerintah Indonesia berprinsip untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan dalam 20 tahun ke depan, secara jangka panjang memastikan pembangunan yang selaras dengan kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup. “Manfaat dari pembangunan dapat terus dirasakan generasi di masa mendatang, kita harus hidup berdampingan, menjaga kelestarian alam dan sumber daya. Hanya dengan cara respect pada lingkungan, mudah-mudahan kita bisa memetik pertumbuhan ekonomi yang di atas potensinya,” tutur Menteri Suharso.

Selain menunjang keberhasilan perencanaan pembangunan nasional melalui penyusunan dan integrasi kebijakan PRKBI ke dalam dokumen perencanaan daerah, ruang lingkup Nota Kesepakatan ini juga meliputi penguatan mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pelaporan capaian penurunan serta intensitas emisi; penyusunan kajian enabler dalam mempercepat implementasi PRKBI; dan implementasi program PRK pada sektor energi, lahan, dan blue carbon serta program Berketahanan Iklim pada sektor pertanian, perairan, dan sektor kelautan dan pesisir. Penandatanganan kerja sama ini dibidik mampu meningkatkan dukungan pusat terhadap misi pembangunan setiap provinsi terkait PRK dan ketahanan iklim menuju pembangunan berkelanjutan. Langkah ini juga menjadi tindak lanjut dari berhasilnya tujuh provinsi menjadi percontohan PRKBI, yakni Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Jawa Barat, Papua, Papua Barat, Riau, dan Bali. 

WhatsApp Image 2023-08-28 at 14.59.52

Bersama Pakar dan Guru Besar, Bappenas Tajamkan Strategi Hadapi Perubahan Iklim

JAKARTA – Sesuai amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, Pemerintah Indonesia menyusun kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) untuk mencegah potensi kerugian pada empat sektor prioritas, yakni perairan, pertanian, kesehatan, serta pesisir dan laut. Kementerian PPN/Bappenas menghitung kerugiannya dapat mencapai Rp544 triliun. Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa menjelaskan ancaman triple planetary crisis, seperti perubahan iklim, polusi, dan hilangnya keanekaragaman hayati, harus menjadi prioritas Indonesia. “Perubahan iklim telah nyata dirasakan Indonesia, bahkan telah diestimasi kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh bencana yang didominasi bencana hidrometeorologi ini mencapai Rp22,8 triliun per tahun dan telah menimbulkan korban jiwa hingga 1.183 orang dalam sepuluh tahun terakhir,” jelas Menteri Suharso dalam Dialog Nasional Antisipasi Dampak Perubahan Iklim untuk Pembangunan Indonesia Emas 2045, Senin (21/8).

Dialog yang melibatkan para pakar dan guru besar Indonesia di bidang perubahan iklim, pertanian, dan sumber daya air ini membahas pembangunan berkelanjutan di Indonesia yang berkontribusi terhadap arah kebijakan, strategi, dan langkah aksi untuk mitigasi dampak perubahan iklim. Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menampilkan suhu permukaan global saat ini sudah lebih dari 1,090C dibandingkan pada 1850-1900, dan diprediksi akan terus meningkat akibat pelepasan gas rumah kaca ke atmosfer. Sementara itu, jika peningkatan suhu global rata-rata mencapai 1,50C akan berdampak pada sektor perairan dan pertanian. Distribusi dan intensitas curah hujan ekstrem akan meningkat yang berpotensi banjir dan kekeringan, mengancam ekosistem pesisir dan laut, serta tergenangnya wilayah pesisir, hingga menimbulkan kemarau panjang, penurunan pasokan air bersih, penurunan produksi pertanian, hingga gagal panen total atau puso, bahkan dapat menyebabkan krisis pangan di Indonesia.

Kementerian PPN/Bappenas telah menyusun strategi ketahanan iklim dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045 dengan visi “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan” sebagai upaya menghadapi dampak perubahan iklim ke depan. Fokus strategi meliputi penguatan ketahanan infrastruktur, teknologi, tata kelola dan pendanaan, serta meningkatkan peran masyarakat. “Peningkatan resiliensi terhadap perubahan iklim akan mempengaruhi kapasitas kita dalam mencapai target Indonesia Emas 2045. Untuk itu, kita harus terus memperkuat basis pengetahuan melalui pengembangan kegiatan riset, teknologi, dan inovasi terkait perubahan iklim dan dampaknya, agar berbagai kebijakan dapat disusun berbasis bukti atau evidence based policy,” pungkas Menteri Suharso. 

3S4A0780

Bappenas Dukung Upaya Penurunan Emisi Kendaraan Melalui Kebijakan Sektor Transportasi

JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas memaparkan hasil studi dampak polusi udara dari sektor transportasi terhadap kesehatan dan produktivitas di Indonesia. Didukung Agence Française de Développement (AFD) dan WRI Indonesia, hasil studi ini juga membahas proyeksi dan simulasi kebijakan pada 2045. Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam mengatakan, pencemaran udara ini tidak hanya berdampak pada sektor kesehatan saja, tetapi juga pada pertumbuhan ekonomi di Indonesia. “Ternyata sudah banyak kajian yang melihat dampak dari polusi, tidak hanya kepada kesehatan tetapi juga ekonomi. Negara di Asia kerugiannya besar, mencapai 0,83 persen dari PDB. Bahkan mortalitas di Asia Tenggara mencapai 4 ribu per tahun,” ujar Direktur Medrilzam dalam Workshop Diseminasi Hasil Studi Dampak Polusi Udara dari Sektor Transportasi terhadap Kesehatan di Indonesia, Senin (24/7).

Transportasi merupakan salah satu sektor yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi, namun sekaligus sumber polusi udara yang menghasilkan emisi CO2 terbesar dari pembakaran bahan bakar fosil, setelah sektor industri. Untuk itu, studi ini diharapkan dapat meningkatkan kembali kesadaran akan persoalan kualitas udara. “Kami punya keinginan untuk menghidupkan lagi concern yang sama tentang persoalan kualitas udara dan masuk dalam kerangka RPJPN 2025-2045,” tutur Direktur Medrilzam.

Studi ini dilakukan dalam lingkup nasional dengan tiga daerah percontohan, yaitu DKI Jakarta, Bandung, dan Palembang. Studi yang menggunakan konsep model sistem dinamik ini menghasilkan tiga skenario kebijakan dalam sektor transportasi, yaitu Kebijakan Avoid untuk mengurangi konsumsi energi bagi transportasi, Kebijakan Shift untuk fokus pada transisi kendaraan ramah lingkungan, serta Kebijakan Improve untuk mengembangkan kendaraan ramah lingkungan. Direktur Medrilzam mengatakan, upaya meningkatkan kualitas udara ini terintegrasi dengan pembangunan ekonomi hijau dalam RPJPN 2025-2045. Model yang dikembangkan pada studi ini juga menjadi komponen penting pada ekonomi hijau untuk RPJPN 2025-2045 dan model generik di provinsi untuk pengembangan ekonomi hijau daerah. “Bappenas kan sedang menyusun rencana besar untuk 2045. Kita ingin menjadi negara maju, peringkat lima PDB terbesar di dunia, lepas dari middle income trap, lingkungan menjadi bagus,” imbuh Direktur Medrilzam.

 

Direktur Transportasi Kementerian PPN/Bappenas Ikhwan Hakim juga berharap studi ini dapat menjadi usulan arah kebijakan RPJPN dan RPJMN berikutnya. “Studi dampak polusi udara dari sektor transportasi terhadap kesehatan yang telah disusun ini, dapat menjadi umpan balik dan masukan bagi pengembangan kebijakan transportasi berkelanjutan di Indonesia. Kualitas lingkungan dan kesehatan yang baik akan meningkatkan produktivitas masyarakat untuk mewujudkan Indonesia Maju sesuai Visi Indonesia 2045,” tutup Direktur Ikhwan.

346A6274

Gelar Kegiatan Tanam Mangrove dan Showcase Teknologi Pengolahan Sampah Pirolisis, Bappenas Bantu Masyarakat Lokal dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir yang Berkelanjutan

Sebagai salah satu rangkaian kegiatan Oceanic Geoventure dalam rangka penyelenggaraan ASEAN Blue Economy Forum pada 2-4 Juli 2023 di Belitung, Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan penanaman mangrove dan showcase teknologi pengolahan sampah pirolisis di Hutan Kemasyarakatan (HKm) Seberang Bersatu, Desa Juru Seberang, Belitung pada Selasa (4/7).

 

Kegiatan penanaman 500 bibit mangrove tersebut dilaksanakan di area Mangrove Belitung Park yang menjadi bagian dari area HKm Seberang Bersatu. Kelompok HKm ini menjadi salah satu local champion yang telah melakukan rehabilitasi mangrove di lokasi bekas tambang seluas 160 hektar pada tahun 2017 berkat dukungan Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) dengan dana hibah dari USAID. Bersama masyarakat Desa Juru Seberang yang tergabung dalam kelompok HKm Seberang Bersatu, program rehabilitasi kawasan pesisir eks-tambang timah tersebut dikelola oleh Yayasan Terumbu Karang Indonesia (Terangi). Kini, lahan eks-tambang timah tersebut dikenal sebagai Belitung Mangrove Park (BMP) yang menjadi salah satu  success story pilot project Upaya Rehabilitasi Ekosistem dan Sekuestrasi Karbon. Tak hanya berpotensi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, kegiatan rehabilitasi mangrove dalam rangka mengembangkan ekowisata juga mampu menghasilkan nilai ekonomi alternatif bagi masyarakat pesisir. Hal ini sejalan dengan upaya untuk membangun ekonomi biru sebagai salah satu transformasi ekonomi.

 

Diinisiasi dengan penanaman bibit mangrove, rangkaian kegiatan Oceanic Geoventure kegiatan dilanjutkan dengan showcase teknologi pengolahan sampah pirolisis. Pirolisis merupakan salah satu metode pengolahan sampah secara termal yang mampu menghasilkan gas atau minyak dari limbah.  Metode pirolisis diharapkan mampu menjawab permasalahan sampah di wilayah Juru Seberang yang masih menggunakan sistem pengelolaan sampah kumpul-angkut-buang. Apalagi, wilayah Juru Seberang kerap menerima sampah kiriman dari laut.  Selain itu,  Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Gunung Sadai yang selama ini menerima sampah dari Desa Juru Seberang juga diproyeksikan penuh pada 2028 atau bahkan lebih cepat. Sebagai upaya untuk memecahkan permasalahan tersebut, Kementerian PPN/Bappenas dengan dukungan kerja sama dari Pemerintah Jerman melalui GIZ menghibahkan mesin pirolisis yang dibuat secara lokal oleh Yayasan Get Plastic kepada HKm Juru Seberang Bersatu. 

 

Penghibahan mesin pirolisis tersebut juga bertujuan untuk memperkenalkan alternatif teknologi waste-to-energy. Pasalnya, teknologi pirolisis yang akan digunakan di HKm Seberang Bersatu Desa Juru Seberang mampu mengolah plastik menjadi bahan bakar setara solar yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan bakar untuk perahu nelayan, alat pemotong rumput, dan lain-lain.


“Kegiatan showcase teknologi mesin pirolisis ini diharapkan dapat mendukung pengelolaan kawasan pesisir yang berkelanjutan dan dapat menjadi contoh pengelolaan sampah di kawasan wisata pesisir”, tutup Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati.

3S4A9308

Penghargaan Pembangunan Daerah 2023: Jawa Tengah dan Riau Raih Penghargaan Khusus

Kementerian PPN/Bappenas mengadakan acara Penyerahan Piala Penghargaan Pembangunan Daerah (PPD) dan Penghargaan Khusus serta Sharing Session Pembangunan Daerah Tahun 2023 di Kantor Kementerian PPN/Bappenas, Menteng, Jakarta Pusat (14/6). Acara ini merupakan tindak lanjut dari pengumuman provinsi pemenang PPD dan Penghargaan Khusus pada Penutupan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) (16/5) yang lalu. Selain sebagai ajang apresiasi, acara tahunan yang diadakan dalam rangka pemantauan dan evaluasi pembangunan daerah ini diharapkan dapat memantik semangat  pemerintah daerah untuk terus memperbaiki kualitas perencanaan, pencapaian, dan inovasi daerahnya masing-masing.

Acara penyerahan piala PPD ini dibuka dengan laporan PPD oleh Plt. Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan, Bapak Erwin Dimas, dan dilanjutkan oleh pidato pembuka oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bapak Suharso Monoarfa. Pada kesempatan kali ini, Menteri Suharso menekankan pentingnya keselarasan perencanaan pembangunan di tingkat nasional dan daerah. Hal ini bersinggungan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 yang tengah dirampungkan oleh Bappenas untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045, yaitu mewujudkan Indonesia sebagai “Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan”.

Melalui kesempatan ini, Penghargaan Provinsi Terbaik diraih oleh Jawa Tengah, Sumatra Selatan, dan Jawa Barat. Selanjutnya,Penghargaan Kabupaten Terbaik dimenangkan oleh Temanggung, Aceh Barat, dan Garut, sedangkan Penghargaan Kota Terbaik diraih oleh Sukabumi, Palu, dan Semarang. 

Selain mendapatkan Penghargaan Provinsi Terbaik, Jawa Tengah juga mendapatkan Penghargaan Khusus atas beragamnya inisiatif Ekonomi Sirkular yang dilakukan oleh Pemerintah, Swasta dan Masyarakat, yakni pengelolaan sampah perkotaan menjadi RDF dan pemanfaatan kotoran ternak oleh masyarakat setempat sebagai biomassa untuk menciptakan energi bersih terbarukan. Sementara itu, Provinsi Riau berhasil mendapatkan Penghargaan Khusus bidang Ekonomi Hijau dan Rendah Karbon atas komitmennya yang tinggi dalam mendorong upaya pembangunan rendah karbon untuk mencapai Ekonomi Hijau dan pembangunan berkelanjutan yang ditandai dengan terbitnya  Peraturan Gubernur tentang Rencana Pembangunan Rendah Karbon Daerah. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, dan Wakil Gubernur Riau, Edy Afrizal Natar Nasution, hadir langsung untuk menerima penghargaan khusus yang diberikan oleh Menteri PPN/Kepala Bappenas tersebut.

3S4A0111

Bappenas Gelar Konsultasi Publik Hasil Rekomendasi KLHS RPJPN 2025-2045

JAKARTA – Sebagai tahapan akhir dalam penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, Kementerian PPN/Bappenas menggelar forum konsultasi publik pada Rabu (31/5). Agenda tersebut bertujuan untuk menyampaikan hasil rekomendasi Kebijakan, Rencana, Program (KRP) dari analisis pemodelan KLHS untuk diintegrasikan ke dalam RPJPN 2025-2045 serta mendapatkan tanggapan publik atas hasil KRP tersebut. Forum ini juga membahas strategi mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 melalui RPJPN 2025-2045 yang mengusung visi Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan.

Penyusunan KLHS untuk RPJPN 2025-2045 merupakan kali pertama, berisi rangkaian analisis, sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan, baik dalam sudut pandang kewilayahan maupun kebijakan sektor rencana dan program. “Tentunya dengan KLHS ini, kita ingin memastikan bahwa prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan terintegrasi dalam pembangunan nasional jangka panjang yang nanti diturunkan di dalam perencanaan pembangunan lima tahun,” tutur Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Kementerian PPN/Bappenas Vivi Yulaswati.

Adapun beberapa tahapan penyusunan KLHS RPJPN 2025-2045 yaitu pertama identifikasi, perumusan dan penentuan isu pembangunan berkelanjutan. Kedua, pengkajian pengaruh KRP. Ketiga, perumusan alternatif penyempurnaan KRP. Keempat, penyusunan rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan KRP. Rekomendasi KRP KLHS RPJPN 2025-2045 yaitu perubahan iklim, ekonomi hijau, transisi energi, pertanian, kehutanan dan lahan, ketahanan bencana, polusi dan kerusakan lingkungan, dan keanekaragaman hayati.

Deputi Bidang Ekonomi Kementerian PPN/Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti selaku Ketua Tim Penyusunan RPJPN 2025-2045 menegaskan KLHS menjadi landasan penting dalam transformasi, mengingat pembangunan ke depan perlu menyeimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kementerian PPN/Bappenas akan memposisikan KLHS sebagai landasan penting dalam memfinalkan RPJPN 2025-2045, memastikan arah pembangunan tetap mempertimbangkan kapasitas daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. “Oleh sebab itu, marilah kita berkolaborasi dan sama-sama memastikan bahwa prinsip-prinsip keberlanjutan itu sudah kita kawal bersama nantinya di dalam dokumen RPJPN 2025-2045,” tutur Deputi Amalia.

Texture of landfill with burning trash piles

The Unsung Heroes of Indonesia’s Waste Management

Medrilzam, The Jakarta Post – Informal waste collectors bridge the gap between public waste management systems and the recycling industries in Indonesia, taking on the crucial role of collecting, sorting, and trading the waste material for recycling. This is not only reducing environmental pollution but also generating more income opportunities for the community, especially the poor. However, despite contributing more than 80% of the material to the recycling industry and therefore being a driving force towards a circular economy, the informal waste collectors are often marginalized in society, worsening their vulnerable situation. Read more...

Aerial top drone view of large garbage pile, trash dump, landfill, waste from household dumping site, excavator machine is working on a mountain of garbage. Consumerism and contamination concept

Darurat Sampah di Indonesia

Sistem pengelolaan sampah membuat timbulan sampah makanan dan plastik membeludak di TPA. Memicu pencemaran lingkungan

 

Medrilzam, Koran Tempo – Pengelolaan sampah saat ini masih mengandalkan pembuangan langsung ke TPA yang menyebabkan masa pakai TPA menjadi lebih singkat dibanding jangka waktu rencana. Hal itu juga menyebabkan kenaikan tingkat pencemaran lingkungan air, udara, tanah, dan laut.

 

Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan dengan Pemerintah Jerman untuk menangani masalah sampah. Program Pengurangan Emisi di Perkotaan melalui Peningkatan Pengelolaan Sampah, bagian adri Prakasa Iklim dan Teknologi Jerman (DKTI) itu dijalankan di Kota Cirebon, Malang, Bukittinggi, Jambi, dan Denpasar, serta Kabupaten Bogor.

 

Pengkajian mereka menemukan rata-rata 72 persen sampah berakhir di TPA dan 17 persen bocor ke lingkungan. Salah satu TPA akan segera penuh dan harus ditutup tahun ini. Sedangkan TPA di kelima kota/kabupaten lainnya diperkirakan menghadapi hal yang sama dalam 2-4 tahun ke depan, bila tidak tersedia lahan untuk perluasan TPA. Sementara itu, tingkat daur ulang sampah hanya mencapai 11 persen, angka yang jauh dari kebutuhan ideal untuk mengurangi sampah ke TPA.

 

Timbunan sampah di TPA menggunung karena peningkatan laju timbulan dan perubahan komposisi sampah seiring dengan pertumbuhan ekonomi, perubahan gaya hidup, serta pola konsumsi masyarakat yang meningkat. Kajian data persampahan di enam kota/kabupaten wilayah proyek, menunjukkan bahwa laju timbulan sampah pada akhir 2021 berkisar pada rentang 0,5-1,2 kg/orang/hari dengan rata-rata mencapai 0,8 kg/orang/hari. Angka ini hampir menyusul kota metropolitan di Jepang dengan timbulan sampah sebesar 0,92 kg/orang/hari dan Singapura mencapai 1,2 kg/orang /hari.

 

Di sisi lain, budaya konsumsi yang serba cepat dan instan juga mendorong kenaikan komposisi sampah plastik. Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), timbulan sampah plastik terus naik dari 11 persen di 2010 menjadi 17 persen pada 2021. Sementara itu, Kementerian PPN/Bappenas menemukan komposisi timbulan sampah dominan terdiri dari sampah makanan (48 persen), plastik (16 persen), dan taman (13 persen), yang didapatkan dari berbagai survei yang diadakan di enam kota/kabupaten wilayah proyek.

 

Pelaksanaan sistem pengelolaan sampah saat ini masih didominasi pembangunan fisik tanpa disertai tata kelola yang mumpuni. Padahal secara teknis, sistem pengelolaan sampah yang bergantung pada ketersediaan lahan yang tidak bisa menjadi opsi lagi. Keterbatasan lahan menjadikan TPA menjadi objek vital yang perlu “dilestarikan” dengan hanya menampung seminim mungkin sampah residu dan memanfaatkan kembali semaksimal mungkin sampah yang bisa didaur ulang.

 

Sayangnya, tidak ada formulasi kerangka kerja kelembagaan yang jelas antara peran aktif dari sektor informal,
masyarakat serta pihak swasta. Masing-masing bergerak sendiri tanpa sinergi untuk saling menguatkan fungsi dan peran. Dengan prinsip mendorong sinergitas antara pelayanan pengelolaan sampah dan pemulihan nilai sampah, pendekatan kolaboratif antara semua pihak diyakini menjadi kunci untuk kelembagaan pengelolaan sampah yang baik dan terintegrasi.

 

Alokasi anggaran untuk pengelolaan sampah saat ini hanya berkisar di angka rata-rata 0,5 persen dari total APBD daerah dan rata-rata tidak cukup untuk menutup biaya pengelolaan sampah secara optimal. Sementara itu, retribusi persampahan juga belum bisa diandalkan untuk menutup operasional sistem pengelolaan sampah yang baik.

 

Tarif retribusi pengelolaan sampah di kota/ kabupaten di Indonesia saat ini belum diperhitungkan sesuai dengan kaidah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.7 tahun 2021 tentang Tata Cara Perhitungan Tarif Retribusi dalam Penyelenggaraan penanganan sampah. Padahal Permendagri 7/2021 dapat menghitungkan biaya penanganan sampah dan tarif retribusi yang ideal.

 

Perubahan mendasar dan gebrakan inovasi dalam pengelolaan sampah mencakup semua aspek pengelolaan sampah seperti aspek kelembagaan, pendanaan, hukum, teknis dan partisipasi masyarakat harus segera diupayakan bersama oleh semua pemangku kepentingan.

Strategi reformasi ini tentunya perlu didukung penguatan data sebagai dasar pengambilan keputusan. Enam hal yang menjadi pengungkit dalam pengelolaan sampah yaitu, peningkatan kualitas perencanaan, partisipasi pemangku kepentingan, peningkatan kapasitas, fleksibilitas kelembagaan, binding mechanism serta pendanaan. Pada akhirnya, kita semua selaku pemangku kepentingan perlu turut serta bertindak dan mengawal reformasi pengelolaan sampah yang terintegrasi dari rumah sampai ke TPA.

Solar energy panel and light bulb, green energy concept

Indonesia Butuh Akses Energi yang Berkeadilan

Jakarta, Investor.id – Di tengah ancaman krisis energi yang melanda dunia akibat dampak perang Rusia-Ukraina, transisi energi menjadi salah satu perbincangan penting dalam gelaran KTT G20 2022 lalu. Transisi energi yang ramah lingkungan dan energi baru terbarukan diharapkan dapat menjadi solusi masalah energi ke depan.

Energi memegang peran vital dalam mendorong pertumbuhan sosial, ekonomi namun tidak merugikan atau menghilangkan daya dukung dan daya tampung lingkunan. Indonesia terus berjuang mewujudkan akses energi yang berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, baik di tingkat nasional, daerah, hingga pedesaan.

Komisioner Low Carbon Development Indonesia (LCDI) Dyah Roro Esti mengatakan, saat ini, sebagian besar sumber energi yang ada di Indonesia masih dihasilkan dari bahan bakar fosil (batubara, minyak, dan gas). “Dengan proporsi energi fosil mencapai lebih dari 80% dalam bauran energi primer, urgensi untuk melakukan dekarbonisasi semakin tinggi. Upaya-upaya pengembangan ke energi baru dan energi terbarukan (EBET) atau transisi energi perlu mendapat dukungan dari semua pihak,” ujar Dyah yang juga merupakan anggota Komisi VI DPR RI ini.

Keputusan Pemerintah Indonesia yang meningkatkan target mengurangi emisi GRK dari 29% menjadi 31.89% (dengan upaya sendiri) dan dari 41% menjadi 43,20% (dengan bantuan internasional) pada 2030 masih sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai net zero emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Karenanya, kata Dyah, peran sektor energi menjadi sangat penting untuk mencapai NZE.

Berdasarkan hasil proyeksi yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas, permintaan energi diperkirakan akan meningkat sebesar tiga kali lipat dari 9,3 terajoule di 2021 ke 31,9 terajoule di 2060 seiring dengan laju pembangunan dan perekonomian yang terus tumbuh. “Jika seluruh permintaan energi tersebut tetap dipenuhi oleh bahan bakar fosil, dampak dari emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan polusi udara pasti akan sangat merusak iklim dan kesehatan manusia,” imbuhnya.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN 2020-2024 yang disusun Kementerian PPN/Bappenas mengenali tantangan tersebut dan bertujuan menurunkan intensitas energi dari perekonomian nasional sebanyak 1% per tahun dan meningkatkan EBET pada bauran energi primer sebanyak 23% di tahun 2025. Sedangkan skenario net-zero emission memperkuat ambisi pada kedua sisi dalam jangka yang lebih panjang, yaitu dengan menurunkan intensitas energi terhadap PDB secara bertahap hingga 2% per tahun dan memaksimalkan penggunaan EBET hingga mendekati 100% di tahun 2060.

Dijelaskan Dyah, pemanfaatan EBET sangat penting dalam mendukung tercapainya target penurunan emisi dalam platform Pembangunan Rendah Karbon (PRK) sekaligus memenuhi permintaan energi dan menyediakan suplai energi di seluruh wilayah Indonesia demi membantu meraih kesejahteraan masyarakat. Khususnya, bagi mereka yang tinggal di luar pulau-pulau besar dan memiliki akses dan daya beli yang terbatas untuk energi.

Sumber EBET yang dimaksud untuk mendukung terciptanya kesejahteraan masyarakat adalah panas bumi, angin, biomassa, sinar matahari, aliran dan terjunan air, sampah, limbah produk pertanian dan perkebunan, limbah atau kotoran hewan ternak, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dan Sumber Energi Terbarukan lainnya yang ada pada daerah setempat sebagaimana disebutkan dalam pasal 30 draft RUU EBET.

Hal di atas juga didukung dalam draft RUU EBET pasal 26 yang menyebutkan bahwa penyediaan Energi Baru oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah diutamakan di daerah yang belum berkembang, daerah terpencil, dan daerah pedesaan dengan menggunakan Sumber Energi Baru setempat. Daerah penghasil Sumber Energi Baru mendapat prioritas untuk memperoleh Energi Baru dari Sumber Energi Baru setempat. Penyediaan Energi Baru nantinya akan diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, koperasi, badan usaha milik swasta; dan badan usaha lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Ke depannya, potensi penyediaan sumber kelistrikan EBET didorong untuk dapat dimanfaatkan oleh kalangan usaha guna mendukung pembangunan dan pengadaan perangkat EBET dengan dukungan kebijakan yang kondusif dari Pemerintah Daerah dan Pusat. Hal ini agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar atau konsumen perangkat EBET, tetapi juga menjadi produsen sekaligus pengembang teknologi EBET yang dapat meningkatkan ekonomi nasional.

Komisi VI DPR bersama Pemerintah terus memperbarui masukan dan regulasi yang paling tepat untuk mematangkan Rancangan Undang Undang (RUU) EBET menjadi Undang-Undang (UU) EBET dalam waktu dekat. Diharapkan dengan lahirnya UU EBET nanti akan menciptakan ekosistem baru industri EBET untuk dapat mendorong penggunaan EBET di Indonesia.

Dengan kemudahan akses ke sumber EBET, bangsa Indonesia dapat meningkatkan tingkat kehidupannya, baik di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan berperan secara signifikan dalam mengurangi besaran emisi GRK global. Karena itu, akses ke energi menjadi salah satu faktor kunci yang harus disediakan untuk dapat meraih tujuan-tujuan tersebut. “Tentu saja, energi yang dimaksud adalah energi yang bersih, terjangkau, terdistribusi dengan adil, handal, berkualitas, dan ramah lingkungan. Sehingga keadilan di bidang energi dapat segera dihadirkan dan dinikmati bersama,” jelasnya.