Optimasi Penggunaan Greywater untuk Pertanian dalam Menghadapi Perubahan Iklim
Pendahuluan
Perubahan iklim mengancam lahan pertanian di Indonesia untuk mendapatkan hasil produksi yang maksimal. Salah satu dampak perubahan iklim yang berpengaruh signifikan terhadap penurunan produksi pertanian adalah ketidakstabilan jumlah pasokan air yang tersedia dan siklus air yang terganggu. Pola hujan yang tidak menentu akibat perubahan iklim menyebabkan beberapa wilayah pertanian mengalami kekeringan yang lebih sering sementara wilayah pertanian lainnya mengalami banjir yang semakin parah. Oleh karena itu, dukungan sumber daya air untuk lahan pertanian memegang peranan penting dalam menjaga kestabilan dan meningkatkan produktivitas pertanian di tengah perubahan iklim. Indonesia memerlukan terobosan pengelolaan sumberdaya air untuk mencukupi pasokan air pertanian sebelum kondisi iklim semakin ekstrim. Pengembangan jaringan irigasi guna mendistribusikan air secara menyeluruh ke lahan pertanian tidak akan berjalan baik bila sumber air tidak tersedia cukup. Ketersediaan air pada kolam embung, bendungan, dan tampungan air lainnya yang menjadi sumber distribusi air pada jaringan irigasi perlu menjadi perhatian pemangku kepentingan dalam menghindari dampak perubahan iklim pada sektor pertanian.
Kondisi kekeringan yang semakin sering akibat perubahan iklim memaksa keadaan untuk melakukan inovasi penyediaan air bersih termasuk suplai air untuk pertanian. Pemenuhan air untuk pertanian saat ini tidak dapat hanya mengandalkan presipitasi wilayah sebagai sumber air namun juga perlu dorongan penggunaan kembali air yang telah dipakai untuk aktivitas rumah tangga (greywater). Greywater berpotensi untuk diolah kembali menjadi air bersih sehingga dapat menjadi solusi alternatif pemenuhan air di sektor pertanian. Artikel ini bertujuan untuk membahas sistem penerapan greywater sebagai suplai air di sektor pertanian termasuk peran berbagai pihak dalam mendukung implementasi greywater di pertanian tersebut.
Greywater
Greywater (air kelabu) adalah air bekas yang berasal dari kegiatan domestik sehari-hari, kecuali air toilet dan air yang mengandung limbah berbahaya. Berbeda dengan air limbah (blackwater atau sewage) yang mengandung tinja manusia dan bahan berbahaya lainnya, greywater umumnya lebih ringan tercemar dan lebih mudah diolah sehingga memiliki potensi risiko kesehatan yang lebih rendah. Greywater biasanya digunakan kembali untuk berbagai tujuan seperti mencuci mobil, mencuci pakaian, menyiram tanaman dan lainnya. Belakangan ini, banyak penelitian yang mengungkapkan greywater berpotensi sebagai sumber air untuk pertanian dan beberapa negara telah mencoba mengimplementasikannya. Penggunaan air kelabu (greywater) untuk pertanian dapat menjadi praktik berkelanjutan yang membantu menjaga ketersediaan sumber daya air meskipun perlu perhatian kuat pada pengolahan air tersebut dan memastikan kualitas air yang aman bagi tanaman dan lingkungan. Pemanfaatan greywater ini tentu akan memiliki banyak tantangan, namun fokus untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan dorongan ancaman krisis iklim dan air bersih ke depan jauh lebih penting.
Implementasi greywater untuk Pertanian
Beberapa langkah umum yang perlu dipertimbangkan dalam implementasi greywater di sektor pertanian adalah mulai dari penentuan sumber greywater hingga sistem distribusi dan pemeliharaan sistem tersebut. Beberapa langkah umum tersebut dirincikan sebagai berikut:
- Pengumpulan greywater: memastikan sumber greywater yang akan dimanfaatkan, seperti wastafel, bak mandi, mesin cuci, dapur dan sebagainya. Sumber air tersebut menentukan bagaimana pengolahan air akan dilakukan.
- Penyaringan awal: sebelum dimanfaatkan dalam pertanian, greywater perlu disaring untuk menghilangkan partikel besar dan kotoran yang kasar yang dapat menggunakan saringan kasa atau penyaring sederhana
- Pengolahan dan pemurnian: setelah dilakukan penyaringan awal, greywater perlu diolah lebih lanjut untuk memastikan kualitas air yang aman bagi tanaman. Pengolahan dapat melibatkan berbagai metode, seperti penggunaan filter pasir, sistem aerasi, atau bahkan penggunaan produk kimia yang aman jika diperlukan.
- Monitor kualitas air: hasil pengolahan dan pemurnian greywater perlu dilakukan pemantauan kualitas air yang minim atau tidak memiliki risiko kesehatan bagi petani atau konsumen produk pertanian.
- Sistem distribusi: hasil pengolahan greywater perlu didistribusikan dengan efisien ke area pertanian yang dapat dilakukan melalui jaringan irigasi. Selain itu penerapan sederhana juga dapat menggunakan selang, pipa atau irigasi tetes.
- Pemeliharaan sistem: Jaga sistem pengolahan dan distribusi greywater agar tetap berfungsi dengan baik. Ini termasuk pemeliharaan dan perawatan rutin.
Proses Pengolahan greywater dan Sistem Distribusinya untuk Pertanian
Kandungan greywater akan bervariasi, sebagian memiliki kandungan polutan yang rendah, sedangkan sebagian lainnya memiliki kandungan polutan yang tinggi. Unsur dalam greywater terdiri dari unsur organik, surfaktan, nutrisi, dan sejumlah kecil logam. Meskipun kualitas greywater bervariasi karena pengaruhnya terhadap kualitas air yang digunakan, aktivitas air, dan gaya hidup, polutan utama greywater sebagian besar adalah limbah cucian dan dapur. Parameter fisik seperti nilai pH pada greywater ini umumnya berada pada kisaran nilai standar yang masih aman bagi lingkungan untuk dikelola (Mohamed, 2017). Kondisi hasil pengolahan air memegang peranan penting untuk menjamin tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur kondisi air tersebut adalah pH, padatan yang tersuspensi (TSS), padatan yang terlarut (TDS). kadar BOD, COD, alkalinitas, kadar nitrat, nitrit, ammonia, sulfat, dan fosfat. Teknologi pengolahan greywater dapat dilakukan dengan perawatan fisikokimia dan perawatan biologis. Perawatan fisikokimia tersebut menggunakan penyaringan dan desinfektan yang efektif mengurangi padatan yang tersuspensi (TSS), padatan yang terlarut (TDS), dan penyebab kekeruhan lainnya yang tersedia pada greywater, sedangkan perawatan biologis menggunakan teknik aerasi dan bioreaktor membran. Beberapa daftar proses fisikokimia dan proses biologis untuk pengolahan greywater dari beberapa penelitian dirangkum dalam Tabel 1.
Tabel 1 Proses Fisikokimia dan Biologis dalam Pengolahan Greywater
Proses | Target | Hasil |
Proses Fisikokimia | ||
Koagulasi + sedimentasi + filter pasir + filter GAC | Kekeruhan, TSS, karbon organik, surfactant | Menghilangkan 90% kekeruhan, 60% TSS, 60% COD, dan 80% surfactant |
Nonwoven textile filter | COD, BOD, TSS | Mengurangi 58.8 – 71.6% COD, 56.7 – 79.8% BOD, dan 67.0-88.4 % TSS. |
Filter lapisan kerikil + pasir + karbonaktif + kapas dan CaOCl2 sebagai desinfektan | pH, warna, TDS, kekeruhan, total bakteri E Coli | Efisien mengurangi 23% pH , 95% warna, 52% TDS, 88% kekeruhan, dan 100% bakteri E Coli |
Kapur koagulan kimia + FeCl3 + Aksi sentimen | TSS, COD, BOD, minyak dan lemak, bakteri E.Coli | Tingkat pengurangan TSS, COD, BOD, minyak dan lemak, berturut-turut adalah 94,9%, 91,8%, 94,2%, 97,2%. Jumlah bakteri E.Coli dan jumlah sel atau telur Nematoda mencapai 100/ml dan satu sel/liter |
Pasir filter atau pasir filter + Floatasi -sedimentasi | Kekeruhan, TSS, CODt, CODd, dan BOD5 | Efisiensi pengurangan sebesar 92% kekeruhan, 94% TSS,65% CODt dan 57% BOD. |
Proses Biologis | ||
Fitoremediasi | BOD5, COD, NO3-, NH4 PO43-, K, Ca | Mereduksi BOD5 berkisar antara 85,3 – 98% COD 71,22% -hingga 85,47%, NO3– sebesar 98%, NH3, dan PO43- masing-masing berkisar antara 86,21 hingga 99% dan 39,12 hingga 99,3%. Serta penghilangan K sebesar 97% dan Ca sebesar 95% |
Sequencing Batch Reactor (SBR) | COD, NO2-N, NH4-N, dan PO4- | Penghapusan COD sebesar 90%, NH4-N sebesar 91%, NO2-N sebesar 50%, dan PO4-P sebesar 66% |
Sequencing Batch Reactor (SBR) dan Upflow anaerobic sludge blanket (UASB) | COD, anionic surfactants, NH4-, P, N | Penghilangan COD 90%, surfaktan anionik 97%, NH4-N sebesar 92%, unsur P sebesar 31% dan N sebesar 35%. Â |
Sistem aerobic dan anaerobic | CODt, BOD5, Solid, Volatile solid (senyawa organik padatan yang mudah menguap) | Penyisihan yang dicapai oleh unit aerobik adalah CODt 45%, BOD5 37%, Solid 24%, dan Volatile solids 33% sedangkan dengan unit anaerobik adalah CODt sebesar 53%, BOD5 sebesar 40 %, Solid sebesar 5% dan Volatile Solids sebesar 18%. |
Bioreaktor Membran | COD, TSS, warna, kekeruhan, ammonia nitrogen, ammonia surfactants, dan bakteri e.coli | Penghapusan warna, Kekeruhan, dan TSS berlebih 90%, pengurangan NH3-N hampir 97%, penghilangan Fosfor kurang dari 60%; surfaktan anionik berkurang sebesar 95%, dan penyisihan COD kurang dari 80% |
Rotating Biological Contactor | TSS, BOD, TKN | Pengurangan BOD antara 93,0% hingga 96,0%, dan TSS berkisar antara 84,0% hingga 95,0%, dan TKN pada kisaran 57% hingga 85%. |
sumber : Kurniawan et al 2021
Pengolahan greywater melalui proses fisikokimia dan proses biologis yang berasal dari rumah tangga umumnya bersumber dari saluran wastafel dapur, wastafel cuci tangan, saluran shower, saluran mesin cuci. Air-air tersebut umumnya merupakan air yang telah digunakan untuk mencuci piring, mencuci tangan, mencuci baju, dan mandi. Penerapan fisikokimia cukup efektif untuk mengurangi padatan tersuspensi dalam greywater namun kurang efektif dalam mendegradasi polutan karbon dan unsur lain seperti fosfor dan amonia. Oleh karena itu, dipelukan proses koagulasi dalam pemurnian greywater. Proses koagulasi tersebut melibatkan penambahan bahan kimia koagulan seperti kalsium hidroklorida (CaOH2) dan ferroklorida (FeCl3) yang mampu menurunkan kadar COD dan BOD hingga 90%. Disisi lain, penambahan koagulan tersebut akan mempengaruhi nilai pH sehingga nilai pH ini akan menjadi batasan langsung dalam mereduksi secara keseluruhan greywater tersebut dengan teknik fisikokimia. Sedangkan penerapan proses biologi yang menggunakan teknik aerasi dapat membantu bakteri untuk mendegradasi polutan organik dan dengan teknik membran bioreaktor akan menggabungkan perawatan biologis dan pemisahan fisik padatan. Kedua teknik ini juga dapat mengurangi kadar COD hingga 90%.
Pada dasarnya, greywater memiliki berbagai komponen polutan. Di lapangan, pengolahan greywater tersebut akan memerlukan beberapa kombinasi metode pengolahan untuk menghasilkan air limbah yang aman untuk didistribusikan. Dalam mengimplementasikan teknologi pengolahan greywater, diperlukan penelitian mendalam dan lebih lanjut dengan mempertimbangkan peruntukan hasil pengolahan greywater tersebut, bahkan jika diperuntukkan untuk pertanian akan lebih matang apabila jenis tanaman turut dipertimbangkan karena memungkinkan adanya perbedaan kerentanan tanaman terhadap paparan kualitas air.
Setelah greywater diolah dan dilakukan pemurnian, tahapan yang turut perlu dilakukan adalah pengecekan kualitas air dengan memastikan kualitas tersebut tidak berbahaya untuk dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya, dalam hal ini untuk pertanian. Air tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan baik, kuantitas dan kualitas produksi tetap stabil, hasil produksi yang aman konsumsi serta tidak merusak lingkungan (tanah, kualitas udara sekitar dan lainnya). Ketika kualitas air dipastikan baik, tahapan yang perlu diperhitungkan selanjutnya adalah sistem dan proses distribusi air tersebut ke lahan pertanian. Ilustrasi ringkas pengumpulan greywater menuju penyaringan hingga ke distribusi ke lahan pertanian ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1 menunjukkan dari satu rumah, saluran air yang telah digunakan perlu dibedakan antara blackwater dan greywater dan ditampung pada tangki yang juga berbeda. Tangki greywater dihubungkan pada sistem yang diperlukan untuk memproses pemurnian greywater (filter pasir, filter plastik, bahan koagulan dan lainnya). Kemudian, sistem untuk proses pemurnian greywater tersebut dihubungkan ke tangki khusus greywater yang telah diolah dan siap untuk didistribusikan ke lahan pertanian. Sistem pengolahan greywater ini dapat dilakukan secara terdesentralisasi (manajemen tingkat rumah tangga), semi-sentralisasi (manajemen tingkat komunitas), dan sentralisasi atau terpusat (manajemen tingkat desa atau kecamatan). Apabila hasil pengolahan greywater akan dimanfaatkan untuk lahan pertanian maka diperlukan suplai greywater yang besar. Kebutuhan air untuk lahan sawah padi cenderung tinggi bahkan 2-3 kali lebih tinggi daripada tanaman sereal utama lainnya. Kebutuhan air untuk memproduksi 1 kg gabah padi sangat beragam namun rata-rata sebesar 2500 liter air tergantung dengan jenis benih yang digunakan dan panjang hari tanam benih tersebut. Umumnya, satu rumah tangga mengkonsumsi air bersih sebesar 144 liter/hari dengan 60% air atau sekitar 86 liternya menjadi greywater. Artinya, apabila satu musim tanam memakan waktu sekitar 100 hari, maka satu rumah tangga hanya mampu menyuplai sekitar 8600 liter untuk satu musim tanam. Apabila diestimasi, 8600 liter ini hanya dapat memproduksi sekitar 3,4 kg gabah padi dengan luas lahan sawah hanya sekitar 6,8 m2. Oleh karena itu, apabila greywater ingin dimanfaatkan untuk lahan sawah padi maka memerlukan dorongan penyediaan greywater dari banyak rumah tangga secara kolektif sehingga luas lahan sawah yang menerima manfaat akan lebih banyak. Pembangunan sistem pemurnian greywater dapat dilakukan secara berkelompok atau satu kesatuan antar rumah tangga dengan menyesuaikan kapasitas pengolahan dan lahan yang tersedia. Tampungan hasil pengolahan juga dapat disediakan pada kolam embung atau jenis penampungan air lainnya yang terhubung ke jaringan irigasi dan dapat didistribusikan seperti Gambar 2.
Pada Gambar 2 beberapa rumah tangga menyatukan greywater pada saluran yang sama dan tangki yang sama untuk dilakukan proses pemurnian greywater. Sistem penyaringan greywater dan tangki penampungan greywater yang telah diolah disatukan untuk banyak rumah tangga. Tangki tersebut kemudian dialirkan ke kolam penampung air yang lebih besar yang terhubung langsung ke jaringan pipa irigasi untuk lahan sawah. Dengan bantuan pompa air atau pintu, greywater yang telah diolah dapat didistribusikan lahan sawah dan hasil pengolahan greywater ini dapat menjadi alternatif sumber pasokan air untuk lahan pertanian.
Sistem pengolahan greywater yang dilakukan secara terpusat akan membutuhkan biaya awal yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengolahan individu untuk satu rumah tangga. Operasional dan pemeliharaan sistem juga dimungkinkan menghabiskan biaya yang lebih tinggi. Operasional sistem yang terpusat juga membutuhkan dukungan dari banyak pihak dan cenderung membutuhkan ketersediaan ruang tersendiri untuk pengolahan, sedangkan untuk sistem desentralisasi dapat dilakukan oleh individu rumah tangga dengan memanfaatkan ruang yang dimiliki masing-masing rumah tangga. Meskipun penerapan sistem pengolahan greywater secara kolektif tersebut memiliki tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan greywater secara individu namun kebutuhan suplai air yang besar di lahan sawah mendorong untuk mengimplementasikan sistem pengolahan greywater secara kolektif. Disamping itu, penggunaan air bersih saat ini didominasi untuk kebutuhan pertanian sehingga turut mendorong pengolahan greywater sebagai suplai air yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan sawah.
Pengolahan greywater secara kolektif pernah diimplementasikan di Kota Lima, Peru yang dipayungi oleh salah satu project yang didukung oleh Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC) (Gambar 3) Sebanyak 25 pemukiman menjadi bagian dari proyek ini dengan tujuan mengaliri dua taman Kota Lima Peru. Pengolahan greywater dilakukan dua tahap yaitu dengan saringan pasir/kerikil di tingkat rumah tangga di setiap pembuangan aliran bak cuci dan mandi, kemudian greywater didistribusikan untuk dilakukan penyaringan lanjutan secara kolektif di tingkat komunitas dengan penyaringan yang ditanami tumbuhan papirus sebagai biofilter untuk pengolahan greywater. Untuk kedua komponen filter greywater tersebut terdapat sebuah komite proyek yang bertanggung jawab untuk mengawasi proses greywater setelah selesai dilakukan pemurnian. Masyarakat juga turut berkontribusi untuk membantu memeriksa, mengawasi dan mengganti secara rutin tanaman papirus/biofilter untuk pemurnian greywater. Proyek ini menghabiskan biaya sekitar 186 ribu (USD) untuk pembangunan dan perawatan unit termasuk pembersihan filter
Di Indonesia, greywater pernah dimanfaatkan untuk mengairi lahan sawah di beberapa wilayah yaitu Kota Bengkulu dan Kabupaten Brebes untuk mencegah lahan kekeringan, namun pemanfaatan ini tidak tepat karena tidak dilakukannya pengolahan atau pemurnian greywater terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan. Secara sistem masyarakat mengumpulkan dan menyalurkan air yang mereka telah gunakan (greywater) ke drainase penampungan air. Kemudian, dilakukan penyedotan pada drainase yang menampung air greywater tersebut menggunakan pompa air dan dialirkan ke lahan sawah mereka. Kuantitas produksi padi mungkin tetap terjaga dan masalah defisit air teratasi dengan tindakan ini, namun kualitas produksi padi sangat memungkinkan tidak aman dan tidak layak untuk dikonsumsi. Oleh karena itu, implementasi pengolahan greywater ini perlu didorong dan perlu didesiminasikan secara intensif kepada petani untuk tidak secara langsung menggunakan greywater pada lahan sawah.
Implementasi pemanfaatan greywater di Indonesia juga dilakukan di Dusun Limpenno Kabupaten Bone dan di Desa Rompegading Kabupaten Maros. Pembuangan air kotor atau limbah domestik berasal limbah dapur, air limbah kamar mandi, limbah pencucian, limbah wastafel, dan air limpasan hujan, dialirkan ke bak penampungan tunggal yang dibangun. Bak penampungan tunggal atau kolam stabilisasi tersebut memuat dua kolam yang memproses pengolahan greywater yaitu kolam fakultatif dan kolam maturasi. Kolam fakultatif mendukung proses aerobik (dengan oksigen) dan anaerobik (tanpa oksigen) dengan zona aerobik di permukaan air dan zona anaerobik di bagian bawah. Bakteri aerobik di permukaan kolam akan membantu menguraikan bahan organik dengan menggunakan oksigen, sedangkan bakteri anaerobik di zona bawah akan menghilangkan senyawa-senyawa yang sulit diurai tanpa oksigen. Konstruksi ini hampir mencapai 2,5 meter dengan dengan bagian atas muncul ke permukaan tanah setinggi 41 sampai 50 cm (Gambar 5). Zona aerobik yang terletak di permukaan air cukup dangkal atau hanya sekitar 0,5 meter. Zona aerobik yang lebih dangkal memungkinkan penetrasi oksigen ke dalam air, mendukung aktivitas bakteri aerobik yang membantu dalam penguraian bahan organik. Zona anaerobik di bagian bawah kolam dapat lebih dalam atau sekitar 1,5 meter.
Selanjutnya setelah melalui kolam fakultatif, greywater kemudian dialirkan ke kolam maturasi. Kolam maturasi bertujuan untuk memberikan waktu ekstra bagi bakteri dan organisme lain untuk menghilangkan zat-zat terlarut dan mengkondisikan greywater sebelum digunakan kembali. Pada tahap ini, tanaman air dapat ditanam di sekitar kolam untuk membantu menyaring air dan memperbaiki kualitasnya termasuk memusnahkan mikroorganisme di dalam air limbah. Konstruksi kolam maturasi ini lebih dangkal dibandingkan dengan kolam fakultatif hanya 0,4 meter. Hasil penampungan greywater dan stabiliasai pada kolam-kolam tersebut dimanfaatkan untuk penyiraman tanaman sekitar namun belum dimanfaatkan untuk mengairi lahan sawah.
Implementasi pemanfaatan greywater pada lahan sawah dengan melakukan tahapan pengolahan greywater terlebih dahulu akan memiliki beberapa tantangan, mulai dari penentuan sumber greywater hingga sistem distribusi dan pemeliharaan sistem tersebut. Beberapa tantangan tersebut dirincikan sebagai berikut:
- Sistem Distribusi: penyediaan infrastruktur yang memadai untuk mengumpulkan, menyaring, dan mengalirkan greywater yang efektif dan efisien dari perumahan masyarakat ke area pertanian tanpa mengalami kebocoran atau pencemaran.
- Investasi Awal: penyediaan sistem pengolahan greywater dan infrastruktur pendukungnya memerlukan investasi biaya awal yang tidak sedikit, meskipun dalam jangka panjang, manfaat ekonomi dan lingkungan dapat mengimbangi investasi tersebut.
- Pengolahan dan pemantauan Kualitas Air: greywater memiliki tingkat cemaran yang berbeda sehingga pengolahan memerlukan proses, filtrasi, perlakuan, dan bahan pengolahan yang berbeda. Pengecekan kualitas air juga diperlukan secara cermat dan berkala sebelum didistribusikan ke lahan sawah.
- Kesadaran Masyarakat: sumber greywater tersebut adalah perumahan masyarakat dan peruntukkan greywater tersebut akan dimanfaatkan oleh petani, sehingga diperlukan edukasi dan penyebaran informasi serta peningkatan kesadaran masyarakat termasuk petani untuk memanfaatkan dan mendukung penggunaan greywater tersebut pada lahan pertanian.
- Peraturan dan Legalitas: peraturan dan legalitas diperlukan dalam implementasi greywater ini untuk memastikan kualitas greywater yang dimanfaatkan petani untuk lahan pertanian memiliki standar kualitas air yang baik dan hasil produksi pertanian tidak berbahaya untuk dikonsumsi. Pemahaman yang baik terhadap peraturan lokal dan nasional diperlukan agar penerapan greywater tidak melanggar hukum atau norma-norma lingkungan.
Dukungan Implementasi Pengolahan greywater dari Berbagai Pihak
Implementasi pengolahan greywater yang dimanfaatkan untuk pertanian akan membutuhkan partisipasi dari berbagai instansi kementerian/lembaga mulai dari perencanaan hingga pemeliharaan sistem sesuai dengan fungsi dan wewenang masing-masing. Keterlibatan berbagai instansi ini sangat penting untuk memastikan bahwa penggunaan greywater dalam pertanian dilakukan dengan aman, efisien, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan penggunaan greywater dapat menjadi alternatif yang berkelanjutan dalam mengurangi penggunaan air tawar bersih untuk pertanian. Perencanaan pembangunan sistem dapat dikoordinir oleh Kementerian Pertanian termasuk penentuan lokasi implementasi yang tepat, jumlah rumah tangga yang akan terlibat, ukuran lahan sawah yang dapat menerima manfaat pemurnian greywater serta perlengkapan sistem distribusi yang diperlukan. Selanjutnya, untuk kebutuhan alat dan perlengkapan implementasi, Kementerian Pertanian perlu berkoordinasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) guna mempersiapkan jaringan irigasi dan tangki/kolam penampungan greywater sebelum dan setelah diolah. Untuk proses pemurnian greywater Kementerian Pertanian perlu berkoordinasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasiona (BRINl dalam penentuan metode dan teknologi penyaringan awal maupun proses pengolahan greywater hingga kualitas air baik dan siap didistribusikan ke lahan pertanian. Monitor kualitas air juga dapat melibatkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Pemerintah Daerah dapat dilibatkan dari peninjauan peraturan yang lebih spesifik terkait penggunaan greywater dan memberikan izin serta mengawasi implementasi pemanfaatan greywater wilayah mereka. Tidak hanya instansi pemerintahan, dukungan masyarakat juga akan menjadi penentu suksesnya implementasi greywater untuk pertanian khususnya untuk rumah yang menjadi sumber pengumpulan greywater. Sebelum implementasi dilaksanakan, penentuan peran dan tugas masing-masing instansi atau pihak perlu disusun lebih matang yang sejalan dan seiring dengan perencanaan implementasi pemanfaatan greywater untuk pertanian dan instansi pemerintah lainnya dan non-pemerintah memungkinkan untuk turut berperan dan terlibat dalam implementasi ini.
Kesimpulan
Indonesia memerlukan terobosan pengelolaan sumberdaya air untuk mencukupi pasokan air pertanian sebelum kondisi iklim semakin ekstrim. Kondisi kekeringan yang semakin sering akibat perubahan iklim memaksa keadaan untuk melakukan inovasi penyediaan air bersih untuk pertanian. Pengolahan greywater dapat menjadi alternatif sumber pasokan air untuk lahan pertanian dan menjadi praktik berkelanjutan yang membantu menjaga ketersediaan sumber daya air meskipun perlu perhatian kuat pada pengolahan air tersebut dan memastikan kualitas air yang aman bagi tanaman dan lingkungan. Implementasi pemanfaatan greywater di sektor pertanian ini membutuhkan beberapa tahapan yaitu, pengumpulan greywater, penyaringan awal, pengolahan dan pemurnian, monitor kualitas air, pendistribusian serta pemeliharaan sistem distribusi. Implementasi pemanfaatan greywater untuk pertanian perlu perencanaan yang matang mulai dari pemetaan potensi sumber greywater, proses pengolahan dan monitor kualitas air, serta pendistribusian dan membutuhkan partisipasi dari berbagai instansi pemerintah dan non-pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi, dan wewenang masing-masing.
Daftar Pustaka
Â
Antoine Morel. 2005. Greywater treatment on household level in debeloping countries – a state of the art review. ETH Duwis.
Kurniawan S, Novarini, Yuliwati E, Ariyanto E, Morsin M, Sanudin R, Nafisah S. 2021. Greywater treatment technologies for aquaculture safety: review. Journal of King Saud University Engineering Sciences. https://doi.org/10.1016/j.jksues.2021.03.014
Li S, Zhuang Y, Liu H, Wang Z, et al 2023. Enhancing rice production sustainability and resilience via reactivating small water bodies for irrigation and drainage. Nature COmmunication. https://doi.org/10.1038/s41467-023-39454-w
Maeflah N.K, Yahia A.O, Tadros MJ, Assaf, AA Amani Talozi S. 2021. An Assessment of Treated Greywater Reuse in Irrigation on Growth and Protein Content of Prosopis and Albizia. Horticulture. https://doi.org/10.3390/ horticulturae7030038Â
Editor:
Irfan Darliazi Yananto – Koordinator Pembangunan Berketahanan Iklim