Green Economy Championship Program telah diselenggarakan di Bekasi, Jawa Barat, 5-6 September 2022. Acara ini ditujukan untuk meningkatkan kapasitas sekaligus menyamakan paradigma dan pemahaman terkait Ekonomi Hijau, khususnya kepada local champions 7 pemerintah provinsi pilot Pembangunan Rendah Karbon/PRK (Riau, Jawa Barat, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi Selatan, Papua, dan Papua Barat) ditambah 3 pemerintah provinsi Sumatera Utara, DKI Jakarta, dan Maluku. Termasuk perwakilan universitas dan mitra pembangunan.
Melalui program ini, para local champions diharapkan dapat memahami secara lebih mendalam tentang Green Economy Index (Indeks Ekonomi Hijau) yang baru saja diluncurkan dan penggunaan pemodelan system dynamics untuk membangun konsep terintegrasi dari Ekonomi Hijau.
Kementerian PPN/Bappenas sebelumnya telah meluncurkan Indeks Ekonomi Hijau atau Green Economy Index (GEI) pada pertemuan ketiga G20 Development Working Group, pada 9 Agustus 2022. GEI diluncurkan guna mengukur progres, efektivitas, dan capaian transformasi ekonomi hijau secara tangible (nyata), representatif, dan akurat.
Ekonomi hijau merupakan salah satu strategi yang menjadi game changer transformasi ekonomi sebagai respon dari tantangan perubahan iklim dan pandemi Covid-19 serta terdiri dari 15 indikator di bawah pilar lingkungan, ekonomi, dan sosial. Ekonomi hijau diusung guna mentransformasi perekonomian nasional menjadi lebih berkelanjutan dan mendorong pemulihan hijau, melalui Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim.
Direktur Lingkungan Hidup, Kementerian PPN/Bappenas, Dr. Medrilzam, menjelaskan asal usul ekonomi hijau yaitu environmental economics dan ecological economics, kemudian menyampaikan bahwa Ekonomi hijau merupakan tool untuk menyusun perencanaan di daerah guna mencapai target nasional yang dicanangkan dengan pendekatan sistem.
Untuk itu, pemerintah pusat tidak dapat berjalan sendiri. Perencanaan kebijakan Ekonomi Hijau perlu terintegrasi antar sektor dan harus dibantu dengan pemerintah daerah. “Isu perubahan iklim adalah isu pembangunan. Sektor lingkungan memang terdampak, namun perubahan iklim merupakan hasil dari aktivitas semua sektor. Hal ini tidak bisa ditangani sendiri, perlu ada prime mover di daerah masing-masing sebagai local champion, dan juga peneliti dari universitas-universitas serta peran media sebagai sarana untuk merubah perilaku dan menyebarkan informasi terkait ekonomi hijau,” ujar Medrilzam.
Sesi kedua diisi dengan Workshop Green Economy Index sebagai Alat Ukur Pertumbuhan Ekonomi Hijau yang disampaikan oleh Program & Policy (PRK) Team Leader, Egi Suarga. Peserta didampingi untuk mendiskusikan indikator-indikator GEI yang perlu dipertimbangkan guna menyusun RPRK Daerah.
Agenda di hari kedua adalah Workshop Pemodelan Dinamika Sistem untuk Mendukung Perencanaan Kebijakan Ekonomi Hijau yang disampaikan oleh Ahli Pemodelan ITB, Dr. Muhammad Tasrif. Beliau menjelaskan logika berpikir pemodelan dengan menggunakan pendekatan system dynamics. Peserta kemudian diajak menggunakan software Vensim sebagai alat bantu untuk keperluan penyusunan dokumen kebijakan perencanaan daerah. Harapannya, dari agenda ini, peserta dapat memahami konsep dasar dan strategi utama Ekonomi Hijau dan GEI sebagai alat bantu pengukuran keberhasilan pertumbuhan Ekonomi Hijau, serta dapat menggunakan pemodelan system dynamics Ekonomi Hijau untuk melakukan exercise kebijakan dalam perumusan dokumen kebijakan daerah seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional dan Daerah.