Sand Motor – Membangun dengan Solusi Alam untuk Meningkatkan Perlindungan Pantai di Kota Semarang
Pendahuluan
Pantai merupakan bagian daratan pesisir bersifat dinamis dan memiliki karakteristik dan bentuk yang dapat berubah, sebagai respon akibat dari aktivitas manusia, proses alam maupun perubahan iklim. Sedangkan garis pantai (shore line) diterjemahkan sebagai garis imajiner yang tercipta dan menjadi pembatas air laut dengan daratan dan garis ini dapat juga berubah sesuai dengan keadaan pasang surut air laut. Pola perubahan garis pantai pada suatu sangat berguna bagi perlindungan dan pengembangan wilayah tersebut. Kondisi pantai menjadi elemen penting sebagai cara untuk memprediksi keadaan wilayah pesisir di masa depan sebagai langkah pengelolaan yang tepat (Jonah et al., 2016).
Indonesia adalah negara dengan potensi kelautan terbesar di dunia. Jumlah pulau sekitar 17.504 terdiri dari pulau besar dan kecil, sedangkan panjang garis pantai pulau-pulau nusantara mencapai 81.290 km lebih yang merupakan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada. Namun demikian, perubahan iklim menyebabkan kenaikan muka air laut dan berimplikasi makin menurunnya garis pantai (semakin menjorok ke arah daratan) yang akan mempengaruhi kondisi masyarakat pesisir dan ekosistem lainya. Kajian proyeksi yang dilakukan oleh Bappenas, 2021 memperdiksi 18.000 km pesisir rentan mengalami kenaikan muka air laut hingga tahun 2045.
Kondisi terkini keadaan garis pantai Indonesia yang sangat mengkhawatirkan banyak terjadi di pesisir utara pulau Jawa, Kota Semarang merupakan salah satu kota yang sangat rentan terhadap ancaman penurunan garis pantai. Pesisir Kota Semarang mengalami perubahan garis pantai sebesar 45,72 km yang diakibatkan oleh abrasi seluas 46,77 Ha dan akresi 165,95 Ha (Sardiyatmo, Supriharyono, & Hartoko, 2013). Kondisi menurunnya garis pantai ini diperkirakan mulai sejak tahun 1972 dan terus mengalami peningkatan hingga saat ini.
Kota Semarang juga mengalami laju akresi di sepanjang pantai Semarang berkisar dari 8-15 m/tahun, sedangkan ketinggian genangan rob mencapai 40-60 cm dari permukaan tanah (Marfai & King, 2008; Buchori, Pramitasari, et al., 2018). Fenomena banjir rob ini disebabkan karena menurunnya garis pantai akibat tekanan antropogenik maupun dampak perubahan iklim yang menyebabkan hilangnya daratan (Syamsurizal et al., 2019). Permasalahan ini telah menjadi isu yang kritis bagi pemerintah Kota Semarang.
Hasil menunjukkan daerah yang terkena abrasi lebih besar daripada akresi. Hal ini dibuktikan dengan adanya kecenderungan pergerakan garis pantai ke arah laut akibat reklamasi lahan. Garis pantai di Kota Semarang memiliki tren maju selama 3 dekade dari tahun 1988 sampai 2017 akibat aktivitas reklamasi besar-besaran (Dewi, 2019). Di tahun 2031 ketinggian rob akan mencapai kisaran 12,4-43,5 cm dengan ancaman wilayah terbesar di Tugu, Semarang Utara dan Genuk (Buchori, Sugiri, et al., 2018)
Saat ini beberapa upaya telah dilakukan untuk mengatasi penurunan garis pantai baik di dalam maupun luar negeri, salah satu upaya penanganan penurunan garis pantai yang pernah dilakukan adalah sand motor atau sand engine, yaitu teknik penambahan pasir (penyuplai pasir alami) di mana volume besar sedimen ditambahkan ke pantai. Kemudian, secara natural unsur seperti angin, ombak, dan pasang surut akan menyebarkan pasir tersebut di sepanjang pantai selama bertahun-tahun, sehingga mengurangi kebutuhan akan penyuplai pasir berulang. Metode ini diharapkan lebih efisien dari segi biaya dan juga mengurangi gangguan ekologi yang berulang akibat penyuplai pasir.
Konsep Penerapan Sand Motor
Sand motor atau sand engine adalah bentuk intervensi yang dilakukan dengan menempatan pasir buatan pada pantai yang terkikis untuk mempertahankan jumlah pasir yang ada di dasar pantai dan cara bertujuan untuk mengkompensasi erosi alami dan pada tingkat yang lebih besar atau lebih kecil melindungi daerah tersebut dari gelombang badai. Penerapannya juga dapat menggunakan kerikil, khususnya untuk permukaan pantai (daerah dekat pantai dalam batas air rendah dan batas interaksi gelombang cuaca cerah dengan dasar laut).
Sand motor juga sering tujukan untuk menjaga lebar pantai untuk tujuan pariwisata dan rekreasi. Prosesnya melibatkan pengerukan material (pasir, kerikil) dari area sumber (lepas pantai, dekat daratan, atau pedalaman) untuk memberi supply pengganti pantai di mana erosi terjadi. Hal ini dapat mengatasi defisit sedimen dengan menyediakan sedimen tambahan dari sumber eksternal, yang seringkali memerlukan intervensi berulang. Teknik ini telah digunakan di Amerika Serikat sejak tahun 1920an dan di Eropa sejak awal tahun 1950an. Intervensi sand motor adalah praktik umum di Belanda, Jerman, Spanyol, Prancis, Italia, Inggris, dan Denmark. Beberapa teknik sand motor pantai dapat diterapkan, seperti:
- Beach nourishment, dimana pasir disebarkan ke pantai dimana abrasi terjadi untuk mengkompensasi abrasi pantai dan mengembalikan nilai rekreasi pantai. Angin kemudian akan mendistribusikan pasir ke daratan dan bukit pasir.
- Backshore nourishment (backshore feeding), dimana pasir ditimbun di bagian belakang pantai (bagian dari pantai di atas bagian depan pantai, yang hanya terkena gelombang ketika terjadi kejadian ekstrim) untuk memperkuat bukit pasir terhadap erosi dan pecahnya bukit pasir jika terjadi badai. Pasir mungkin akan terkuras habis saat terjadi badai.
- Shoreface nourishment. Pengurangan energi gelombang menyebabkan peningkatan akumulasi di pantai. Hal ini dapat dikombinasikan dengan suplay pantai untuk memperkuat profil pantai secara keseluruhan
Tekniknya sand motor juga berbeda menurut asal usul endapan pasir:
- Sumber di daratan atau di dekat pantai: pasir digali dari akumulasi area dekat pantai dan diangkut ke pantai dengan truk. Teknik ini lebih cocok untuk pemberian supply skala kecil.
- Pengerukan lepas pantai: pasir dikeruk dari dasar laut. Material hasil kerukan dapat dipompa melalui pipa langsung ke pantai. Bahan ini juga dapat dikeruk dengan cara dihisap dari sumbernya, diangkut dan dibuang dengan kapal atau dipompa ke darat untuk membangun profil pantai. Pengerukan lepas pantai harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak boleh dilakukan di pantai terendam dekat pantai untuk menghindari dampak terhadap dinamika pantai.
Untuk meningkatkan perlindungan sumber daya pesisir secara berkelanjutan, supply pantai dan permukaan pantai dapat menjadi bagian dari rencana pengelolaan zonasi pengelolaan pesisir terpadu yang lebih luas. Konstruksi dan perkuatan bukit pasir bahkan dapat meningkatkan ketahanan pantai dan bertindak sebagai reservoir pasir, sehingga meningkatkan efektivitas dan keberlanjutan nutrisi pantai dalam jangka panjang.
Best Practice
Proyek implementasi sand motor banyak dilakukan di kawasan pesisir di Negara Belanda. Lokasi implementasi pertama dilakukan di Pesisir Delfland dibuat pada tahun 2011 sebagai semenanjung seluas 128 hektar. Ini adalah proyek uji coba inovatif untuk manajemen garis pantai yang dimaksudkan untuk berkontribusi pada perlindungan pantai dalam jangka panjang. Sebanyak 21,5 juta m3 pasir, yang diambil dari kedalaman laut sekitar 5-10 km, menutupi area seluas 128 hektar, membentang sepanjang 2,4 km sepanjang garis pantai dan mencapai sejauh 1 km ke laut. Pasir tersebut disimpan dalam bentuk semenanjung berbentuk kait. Proyek ini dirancang dengan masa pakai hingga 20 tahun. Namun, pada tahun 2016 disimpulkan bahwa proyek ini akan bertahan lebih lama dari yang diharapkan. Proyeksi model menunjukkan bahwa sekitar 200 hektar area pantai akan diperoleh.
Implementasi proyek yang dilakukan pemerintah Belanda dalam mengurangi ancaman degradasi di kawasan pesisir akibat perubahan iklim memiliki manfaat tidak hanya ditujukan untuk pelestarian garis pantai dan perlindungan terhadap banjir. Sand Motor juga bertujuan untuk menciptakan ruang untuk kegiatan rekreasi dan pengembangan alam, serta memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang perilaku sistem pesisir. Berbagai tujuan ini menjadikannya contoh solusi Building with Nature (BwN) yang menggunakan proses alami untuk memenuhi tujuan multifungsi dalam pengelolaan pesisir.
Intervensi sand motor yang dilakukan melibatkan sejumlah besar pasir yang diekstraksi di lepas pantai dan diendapkan di sepanjang pantai dalam beberapa operasi, untuk membentuk semenanjung berbentuk kait. Adapun sumber pasir yang diambil dan disedimentasikan beragam dari daerah lain di luar Negara Belanda maupun yang berasal dari lautan dengan pertimbangan sudah melalui uji kelayakan sebagai suplai cadangan. Dengan memanfaatkan proses alami untuk mendistribusikan kembali pasir dari waktu ke waktu, sand motor merupakan penyangga terhadap kenaikan permukaan laut, juga memitigasi dampak gelombang badai dan banjir pesisir.
Peluang Penerapan di Kota Semarang
Penerapan sand motor dapat menjadi solusi alternatif pelindung pantai di Kota Semarang mengingat karakteristik pesisir Kota Semarang memiliki ombak tenang, angin yang cukup, dan sumber sedimen yang memadai yang berasal dari daerah dataran wilayah sekitar. Kota Semarang memiliki garis pantai kurang lebih sepanjang 25 kilometer, dengan wilayah rusak parah terdapat di Kecamatan Tugu. Kecamatan Tugu memiliki panjang garis pantai 3,5 km. Apabila diestimasikan berdasarkan teknik yang diterapkan di lepas Pantai Delfland menumpahkan pasir 1 km dari garis pantai dan lebar 2,4 km membutuhkan pasir 21,5 juta m3 maka akan membutuhkan sekitar 31 juta m3 pasir. Hal ini perlu identifikasi lebih jauh mengingat kemiringan pantai yang berbeda antara wilayah. Berkaitan dengan kebutuhan implementasi sand motor, Kota Semarang berpotensi memiliki peluang sumber pasir yang cukup dari keberadaan sungai dan bukit di wilayah Semarang. Selain itu, sumber pasir juga dapat berasal dari wilayah sekitar maupun luar Kota Semarang salah satunya tambang pasir laut seluas 833 hektare di Jepara.
Pada dasarnya, konsep penerapan sand motor cukup sederhana dengan menempatkan gundukan pasir di pesisir pantai yang telah terdegradasi. Kebutuhan bahan utama dalam penerapan sand motor ini juga hanya memerlukan pasir yang dapat disediakan secara alami oleh alam baik di dasar laut, sungai, rawa, dan lainnya. Sehingga, bahan utama dalam implementasi akan berpotensi akan tercukupi dengan baik.
Implementasi kegiatan sand motor di Kota Semarang akan sangat bermanfaat pada aspek sosial dan budaya (mengembalikan wilayah leisure bagi masyarakat yang telah hilang); lingkungan (penyangga alami dari ancaman bencana lingkungan); dan ekonomi (lahan sumber pendapatan bagi masyarakat pesisir) di Kota Semarang.
Tantangan dan Way ForwardPada implementasi kegiatan sand motor di Kota Semarang memungkinkan pembiayaan yang cukup tinggi, kegiatan yang dilakukan di Belanda menghabiskan 81 juta USD dalam penerapan selama 5 tahun, biaya tersebut tinggi dikarenakan pengadaan pasir yang didatangkan di luar negara Belanda. Selain itu, pada aspek sosial, keberadaan masyarakat yang belum peduli dalam menjaga ekosistem yang akan dibangun serta time framing target implementasi yang menjadi hal penting dalam merencanakan intervensi sand motor dalam pengurangan dampak perubahan iklim di pesisir Kota Semarang.
Beberapa langkah awal yang dapat dilakukan untuk mengimplementasikan sand motor di Kota Semarang yaitu, melakukan kajian awal lokasi-lokasi penyediaan pasir, menilai perhitungan biaya operasional implementasi, membuat desain distribusi pasir di pesisir pantai kecamatan Tugu. Selain itu, peningkatan kapasitas peningkatan kapasitas dan kapabilitas masyarakat pesisir pantai tersebut untuk mendukung pelaksanaan sand motor. Guna mencukupi pembiayaan yang tinggi, pembiayaan alternatif seperti corporate social responsibility dan skema retribusi kawasan pariwisata dapat dijadikan solusi pendanaan kegiatan ini. Intervensi dan keberlangsungan kegiatan holistik dapat meningkatkan ketahanan wilayah pesisir dalam ancaman perubahan iklim serta memberikan manfaat baik secara sosial, ekonomi dan lingkungan pada masyarakat secara luas.
Climate Adapt. Sand Motor – building with nature solution to improve coastal protection along Delfland coast (the Netherlands). 2016. Access: https://climate-adapt.eea.europa.eu/en/metadata/case-studies/sand-motor-2013-building-with-nature-solution-to-improve-coastal-protection-along-delfland-coast-the-netherlands.
Dewi, R. S. (2019). Monitoring long-term shoreline changes along the coast of Semarang. Earth and Environmental Science, 1(1), 1–9. https://doi.org/10.1088/1755-1315/284/1/012035.
Buchori, I., Sugiri, A., Mussadun, M., Wadley, D., Liu, Y., Pramitasari, A., & Pamungkas, I. T. D. (2018). A predictive model to assess spatial planning in addressing hydro-meteorological hazards: A case study of Semarang City, Indonesia. International Journal of Disaster Risk Reduction, 27, 415–426. https://doi.org/10.1016/j.ijdrr.2017.11.003
Fithor, A., Sutrisno, J., & Indarjo, A. (2018). Mangrove Ecosystem Management Strategy in Maron Beach Semarang. Indonesian Journal of Marine Sciences/Ilmu Kelautan, 23(4), 156–162. https://doi.org/10.14710/ik.ijms.23.4.156-162
Jonah, F. E., Boateng, I., Osman, A., Shimba, M. J., Mensah, E. A., Adu-Boahen, K. Effah, E. (2016). Shoreline change analysis using end point rate and net shoreline movement statistics: An application to Elmina, Cape Coast and Moree section of Ghana’s coast. Regional Studies in MarineScience, 7, 19–31. https://doi.org/10.1016/j.rsma.2016.05.003.
Sardiyatmo, Supriharyono, & Hartoko, A. (2013). Dampak dinamika garis pantai menggunakan citra satelit multi temporal Pantai Semarang Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Saintek Perikanan, 8(2), 33–37. https://doi.org/10.14710/ijfst.8.2.33-37.
Irfan Darliazi Yananto – Koordinator Pembangunan Berketahanan Iklim