Solar energy panel and light bulb, green energy concept

Indonesia Butuh Akses Energi yang Berkeadilan

Jakarta, Investor.id – Di tengah ancaman krisis energi yang melanda dunia akibat dampak perang Rusia-Ukraina, transisi energi menjadi salah satu perbincangan penting dalam gelaran KTT G20 2022 lalu. Transisi energi yang ramah lingkungan dan energi baru terbarukan diharapkan dapat menjadi solusi masalah energi ke depan.

Energi memegang peran vital dalam mendorong pertumbuhan sosial, ekonomi namun tidak merugikan atau menghilangkan daya dukung dan daya tampung lingkunan. Indonesia terus berjuang mewujudkan akses energi yang berkeadilan bagi seluruh lapisan masyarakat, baik di tingkat nasional, daerah, hingga pedesaan.

Komisioner Low Carbon Development Indonesia (LCDI) Dyah Roro Esti mengatakan, saat ini, sebagian besar sumber energi yang ada di Indonesia masih dihasilkan dari bahan bakar fosil (batubara, minyak, dan gas). “Dengan proporsi energi fosil mencapai lebih dari 80% dalam bauran energi primer, urgensi untuk melakukan dekarbonisasi semakin tinggi. Upaya-upaya pengembangan ke energi baru dan energi terbarukan (EBET) atau transisi energi perlu mendapat dukungan dari semua pihak,” ujar Dyah yang juga merupakan anggota Komisi VI DPR RI ini.

Keputusan Pemerintah Indonesia yang meningkatkan target mengurangi emisi GRK dari 29% menjadi 31.89% (dengan upaya sendiri) dan dari 41% menjadi 43,20% (dengan bantuan internasional) pada 2030 masih sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai net zero emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Karenanya, kata Dyah, peran sektor energi menjadi sangat penting untuk mencapai NZE.

Berdasarkan hasil proyeksi yang dilakukan Kementerian PPN/Bappenas, permintaan energi diperkirakan akan meningkat sebesar tiga kali lipat dari 9,3 terajoule di 2021 ke 31,9 terajoule di 2060 seiring dengan laju pembangunan dan perekonomian yang terus tumbuh. “Jika seluruh permintaan energi tersebut tetap dipenuhi oleh bahan bakar fosil, dampak dari emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan polusi udara pasti akan sangat merusak iklim dan kesehatan manusia,” imbuhnya.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN 2020-2024 yang disusun Kementerian PPN/Bappenas mengenali tantangan tersebut dan bertujuan menurunkan intensitas energi dari perekonomian nasional sebanyak 1% per tahun dan meningkatkan EBET pada bauran energi primer sebanyak 23% di tahun 2025. Sedangkan skenario net-zero emission memperkuat ambisi pada kedua sisi dalam jangka yang lebih panjang, yaitu dengan menurunkan intensitas energi terhadap PDB secara bertahap hingga 2% per tahun dan memaksimalkan penggunaan EBET hingga mendekati 100% di tahun 2060.

Dijelaskan Dyah, pemanfaatan EBET sangat penting dalam mendukung tercapainya target penurunan emisi dalam platform Pembangunan Rendah Karbon (PRK) sekaligus memenuhi permintaan energi dan menyediakan suplai energi di seluruh wilayah Indonesia demi membantu meraih kesejahteraan masyarakat. Khususnya, bagi mereka yang tinggal di luar pulau-pulau besar dan memiliki akses dan daya beli yang terbatas untuk energi.

Sumber EBET yang dimaksud untuk mendukung terciptanya kesejahteraan masyarakat adalah panas bumi, angin, biomassa, sinar matahari, aliran dan terjunan air, sampah, limbah produk pertanian dan perkebunan, limbah atau kotoran hewan ternak, gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut, dan Sumber Energi Terbarukan lainnya yang ada pada daerah setempat sebagaimana disebutkan dalam pasal 30 draft RUU EBET.

Hal di atas juga didukung dalam draft RUU EBET pasal 26 yang menyebutkan bahwa penyediaan Energi Baru oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah diutamakan di daerah yang belum berkembang, daerah terpencil, dan daerah pedesaan dengan menggunakan Sumber Energi Baru setempat. Daerah penghasil Sumber Energi Baru mendapat prioritas untuk memperoleh Energi Baru dari Sumber Energi Baru setempat. Penyediaan Energi Baru nantinya akan diselenggarakan oleh badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik desa, koperasi, badan usaha milik swasta; dan badan usaha lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan.

Ke depannya, potensi penyediaan sumber kelistrikan EBET didorong untuk dapat dimanfaatkan oleh kalangan usaha guna mendukung pembangunan dan pengadaan perangkat EBET dengan dukungan kebijakan yang kondusif dari Pemerintah Daerah dan Pusat. Hal ini agar Indonesia tidak hanya menjadi pasar atau konsumen perangkat EBET, tetapi juga menjadi produsen sekaligus pengembang teknologi EBET yang dapat meningkatkan ekonomi nasional.

Komisi VI DPR bersama Pemerintah terus memperbarui masukan dan regulasi yang paling tepat untuk mematangkan Rancangan Undang Undang (RUU) EBET menjadi Undang-Undang (UU) EBET dalam waktu dekat. Diharapkan dengan lahirnya UU EBET nanti akan menciptakan ekosistem baru industri EBET untuk dapat mendorong penggunaan EBET di Indonesia.

Dengan kemudahan akses ke sumber EBET, bangsa Indonesia dapat meningkatkan tingkat kehidupannya, baik di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan berperan secara signifikan dalam mengurangi besaran emisi GRK global. Karena itu, akses ke energi menjadi salah satu faktor kunci yang harus disediakan untuk dapat meraih tujuan-tujuan tersebut. “Tentu saja, energi yang dimaksud adalah energi yang bersih, terjangkau, terdistribusi dengan adil, handal, berkualitas, dan ramah lingkungan. Sehingga keadilan di bidang energi dapat segera dihadirkan dan dinikmati bersama,” jelasnya.

UNFCC

Accelerating circularity as a holistic response to the triple planetary crisis: The Economic Case

High-level side event (9 November 2022) – Acara Konferensi Anggota (Conference of Parties/COP) Badan PBB untuk Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim (UNFCCC) ke-27 atau biasa disingkat COP27 kembali berlangsung pada 6-18 November 2022. Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas kembali hadir dalam beberapa side event, seminar dan diskusi dalam rangkaian acara ini. Salah satunya adalah high-level side event yang bertemakan “Accelerating circularity as a holistic response to the triple planetary crisis: The Economic Case” pada tanggal 9 November 2022

Dalam high-level side event ini, UN PAGE dan mitra global UN lainnya membahas strategi untuk mempercepat transisi global menuju ekonomi sirkular dalam konteks meningginya level utang dan permasalahan krisis pangan dan energi yang mengancam kemajuan pembangunan berkelanjutan, terutama bagi negara-negara berkembang yang mungkin tertinggal.

Pada kesempatan ini, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, Medrilzam menjelaskan tantangan yang terjadi di Indonesia dalam konteks konsep ekonomi sirkular seperti perbedaan pandangan dan pemahaman tentang ekonomi sirkular itu sendiri dan masih minimnya peluang untuk investasi dan pembiayaan transisi menuju ekonomi sirkular di Indonesia. Beliau juga memaparkan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia seperti memutakhirkan kebijakan dengan mengintegrasikan ekonomi sirkular dalam RPJMN 2020-2024, membangun skema pembiayaan dan insentif untuk mendukung transisi ekonomi sirkular, dan membangun platform ekonomi sirkular yang kolaboratif dengan para pemangku kepentingan.

Selain Dr. Medrilzam, para panelis dalam diskusi global ini adalah Dr. Jeanne d’Arc Mujawamariya, Menteri Lingkungan Hidup Republik Rwanda, Mashael bint Saud AlShalan, Co-Founder Aeon Collective, Kerajaan Arab Saudi, Xuan Zihan, YOUNGO Cities and Green Jobs Working Groups representative dan Robert Marinkovic, Adviser, Climate Change, IOE. Miranda Schnitger, Climate Lead dari Ellen MacArthur Foundation berperan sebagai moderator.

 

Baca artikel lengkapnya: https://bit.ly/Circularity-COP27Egypt

Tonton panel diskusinya: Accelerating circularity as a holistic response to the triple planetary crisis: The Economic Case

3S4A8472

Provinsi Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah Dukung Tujuan Pembangunan Rendah Karbon dengan Lakukan Kick-Off Meeting dan Workshop Penyusunan Dokumen RPRKD

Kementerian PPN/Bappenas terus mengembangkan kebijakan Pembangunan Rendah Karbon (PRK) untuk menjaga daya dukung dan daya tampung SDA dan lingkungan termasuk tingkat emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang ditimbulkan dari kegiatan pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, Tiga provinsi di Kalimantan, yaituKalimantan Utara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah siap mengikuti jejak tujuh provinsi yang sebelumnya telah melaksanakan penyusunan Dokumen Pembangunan Rendah Karbon sesuai dengan RPJMN 2020-2024. 

 

Untuk mendukung langkah ketiga provinsi tersebut, Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas bersama Global Green Growth Institute (GGGI), Sekretariat Nasional Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon (LCDI) dan Pemerintah Provinsi dimaksud mengadakan kick-off meeting dan workshop tentang penyusunan dokumen Rencana Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim Daerah (RPRKBID) pada 25-26 Oktober 2022 di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. 

 

Acara kick-off meeting dibuka dengan sambutan oleh Bapak Dr. Ir. Ariadi Noor, M.Si selaku Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Selatan, Bapak Ir. Medrilzam, M.Prof.Econ, Ph.D selaku Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, dan Bapak Hendrik Segah, perwakilan dari GGGI sebagai development partner LCDI. 

 

Acara dilanjutkan dengan Diskusi Perencanaan Rendah Karbon di Daerah dengan beberapa narasumber seperti Erna Dewi Falina, ST, M.URP sebagai Analis Perencanaan pada Sub Bidang Kehutanan dan Lingkungan  Hidup, Bappeda Prov. Kalimantan Selatan, Tri Minarni, ST, M.Si sebagai Subkoordinator Lingkungan Hidup, Kehutanan dan ESDM, Bappedalitbang Provinsi Kalimantan Tengah, Yatno Supriadi, SE sebagai Perencana Ahli Muda, Subkoordinator Pengembangan Pariwisata dan Lingkungan Hidup, Bappedalitbang Provinsi Kalimantan Utara, Novarina, SP sebagai Subkoordinator Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Kelautan Perikanan, Bappedalitbang Provinsi Kalimantan Tengah dan Irfan D. Yananto sebagai Perencana Pertama Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas. Sesi diskusi yang berlangsung menjadi wadah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) untuk  menyamakan persepsi dan pemahaman tentang perencanaan dokumen RPRKBID. Acara dilanjutkan dengan penyampaian dan penjelasan logframe penyusunan RPRKBID, kebutuhan data untuk PRK dan PBI, serta outline dokumen RPRKBID.

 

Pada hari kedua, acara difokuskan pada workshop mengenai konsep PRK dan PBI. Kemudian acara dilanjutkan dengan pembagian kelompok berdasarkan sektor. Di sesi ini OPD di tiap sektor mendapat arahan dan dapat berdiskusi dengan para analis dari Sekretariat LCDI. Hal-hal yang dibahas termasuk sosialisasi mengenai sistematika, skema, tahapan dan model analisis Perencanaan PRKBI serta diskusi mengenai kebutuhan dan pemanfaatan data untuk penyusunan Sistem Dinamis provinsi guna menyusun dokumen RPRKBID.

 

Dengan diselenggarakannya acara kick-off meeting dan workshop ini, diharapkan para OPD ketiga provinsi telah memiliki persepsi dan pengetahuan yang sama agar penyusunan dokumen RPRKBID untuk Provinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan jangka waktu yang sudah disepakati sebelumnya.