ENERGI
Sektor energi adalah salah satu sektor penyumbang emisi GRK terbesar dalam lingkup global. Berdasarkan data IEA, dalam kurun 20 tahun, emisi GRK sektor energi menjadi lebih dari 3 kali lipat dari 10 Gigaton CO2 pada tahun 1999 menjadi 33 Gigaton CO2 pada 2019. Dengan jumlah tersebut, sektor energi menyumbang 36% dari emisi GRK dunia.
Dalam lingkup global, emisi sektor energi dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu emisi yang dikeluarkan oleh negara-negara maju dan emisi yang dikeluarkan oleh negara-negara berkembang. Kedua kelompok ini memiliki pola emisi yang berbeda dari tahun 2010-2019. Jika dihitung dari tahun 2010 sebagai tahun dasar, negara-negara maju secara konstan berhasil menurunkan emisi di sektor energi sebesar 9 persen di tahun 2019 berkat meningkatnya aksi-aksi mitigasi emisi GRK seperti penggunaan energi bersih dan efisiensi energi. Sebaliknya, emisi di sektor energi dari negara-negara berkembang memiliki tren yang meningkat. Pola peningkatan emisi ini juga tercerminkan pada tren emisi Indonesia.
Bagi Indonesia yang memiliki proporsi energi fosil mencapai hampir 90% dalam bauran energi primer, urgensi untuk melakukan dekarbonisasi semakin tinggi. Adapun hasil kajian Kementerian PPN/Bappenas menyimpulkan bahwa mulai tahun 2022, sektor energi akan menggantikan sektor kehutanan sebagai penyumbang emisi terbesar di Indonesia. Sektor energi dan transportasi mendominasi emisi dengan persentase sebesar 50,6% (potensi sebesar 1 Giga Ton CO2eq) dari total emisi di Indonesia pada tahun 2022. Potensi emisi akan terus meningkat hingga di tahun 2030, dimana persentase emisi dari sektor energi diprediksi akan menyentuh angka 1,4 Giga Ton CO2eq (59%).
Berbagai upaya sedang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk mengurangi emisi dari sektor energi melalui pengembangan energi baru terbarukan (EBT), seperti di sektor kelistrikan maupun peningkatan penggunaan bahan bakar nabati (BBN). Melalui Kementerian ESDM, Indonesia menargetkan bauran EBT hingga 19,5 persen dalam bauran energi primer pada tahun 2024. Lebih lanjut, target tersebut diupayakan dengan berbagai target turunan, seperti pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT hingga sebesar 19 GW dan pemakaian BBN hingga 17,4 juta kilo liter.
REKOMENDASI KEBIJAKAN
Rekomendasi kebijakan untuk sektor energi yaitu:
- Mendorong transisi ke sumber energi terbarukan dan mengurangi penggunaan batu bara, melalui peningkatan bauran energi terbarukan dari sekitar 10% pada tahun 2018, menjadi 23% pada tahun 2030, dan kemudian menjadi 30% pada tahun 2045.
- Meningkatkan efisiensi energi sebesar 3,5% pada tahun 2030 dan ditingkatkan kembali menjadi 4,5% pada tahun 2045. Peningkatan efisiensi energi tersebut diharapkan dapat menurunkan intensitas emisi (rasio total emisi GRK terhadap nilai tambah PDB) sebesar 30% pada tahun 2030 dan 60% pada tahun 2045.
Adapun target PPRK sampai ke tahun 2024 dalam usaha pemulihan lahan berkelanjutan adalah sebagai berikut:
INDIKATOR & TARGET | ||
Indikator | Target 2020 | Target 2024 |
Porsi energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional (persen) | 13.4 | 19.5 |
Penurunan Intensitas Energi Final (SBM/Rp Miliar) | 0.9 | 0.8 |
Intensitas Energi Primer (SBM/Rp Miliar) | 139.5 | 133.8 |
Perusahaan industri Menengah besar yang tersertifikasi Standar Industri Hijau (SIH) (%) | 9 | 10 |