Perubahan iklim pada satu dekade terakhir ini telah menunjukkan dampak yang signifikan pada angka kejadian bencana yang terjadi di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah kejadian bencana pada 10 tahun terakhir (2011 – 2021) dan angka ini didominasi oleh bahaya hidrometeorologi. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), 98,1% kejadian bencana di Indonesia disebabkan oleh kejadian meteorologi dan iklim ekstrem. Jumlah kejadian bencana ini juga diprediksikan akan terus bertambah sehingga diperlukan tindakan untuk meningkatkan kapasitas resiliensi nasional terhadap variabilitas dan perubahan iklim.
Bencana hidrometeorologi tak hanya menimbulkan korban jiwa tapi juga berdampak pada lingkungan dan kerugian ekonomi. Isu kerugian ini kemudian yang bergerak menjadi fokus dari peningkatan ketahanan terhadap perubahan iklim. Untuk itu, studi tentang kerugian yang dialami akibat bencana atau dikenal sebagai Loss and Damage, menjadi salah satu faktor penting dalam upaya peningkatan kapasitas dalam menghadapi perubahan iklim untuk menghindari kerugian besar saat terjadi bencana.
Mengenal Istilah Loss and Damage
“Loss and Damage” adalah istilah umum yang merujuk pada konsekuensi perubahan iklim yang melampaui kapasitas adaptif sebuah negara, masyarakat, dan ekosistem atau gagalnya upaya mitigasi dan adaptasi sehingga menimbulkan kerugian fisik dan materi (Mechler, et.al, 2018). Loss and Damage akibat perubahan iklim menjadi perhatian utama, khususnya negara berkembang, termasuk Indonesia, dengan jumlah komunitas rentan terhadap bencana yang tinggi. Loss and Damage timbul sebagai spektrum dampak negatif perubahan iklim, mulai dari peristiwa cuaca ekstrim, seperti badai tropis dan banjir, hingga peristiwa slow-onset, seperti kenaikan muka air laut dan kenaikan suhu udara. Dalam upaya mengatasi permasalahan Loss and Damage, diperlukan pemahaman tentang jenis kejadian dan proses kejadian yang terkait dengan perubahan iklim. Sebagai contoh, untuk menganalisa Loss and Damage akibat bencana banjir yang terjadi di suatu wilayah, diperlukan analisis pada curah hujan yang terjadi, historis kejadian banjir, hingga tingkat kerentanan dari daerah yang diamati. Oleh karena itu, diperlukan studi holistik untuk memahami berbagai pendekatan untuk mengatasi Loss and Damage serta sumber daya utama yang diperlukan untuk menerapkannya secara efektif.
Peran WMO dalam Mendukung Studi Loss and Damage Nasional
Dalam rangka mendukung upaya peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim, World Meteorological Organization (WMO) melalui Resolusi No 9 Tahun 2015 telah menetapkan perlunya karakterisasi dan penyusunan katalog kejadian ekstrem secara sistematis untuk cuaca dan iklim berikut kejadian bencana hidrometeorologi yang diakibatkannya. WMO, sebagai badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bidang cuaca dan iklim (meteorologi), berkomitmen untuk memfasilitasi studi yang berkaitan dengan observasi di bidang meteorologi sebagai dukungan bagi negara yang membutuhkan. Untuk wilayah Asia Tenggara, WMO memberikan dukungan kepada Indonesia, melalui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dengan memberikan informasi berupa data atmosfer bumi, cuaca, iklim, air, dan cuaca luar angkasa yang direkam secara sistematis. Dengan memonitor kondisi meteorologi, fenomena alam akan terekam sebagai katalog kejadian bencana yang digunakan sebagai proyeksi terhadap kejadian bencana yang mengancam. Data historis bencana yang dihasilkan dapat digunakan sebagai referensi dalam proses proyeksi kejadian bencana di masa depan. Selain itu, data tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan studi kebencanaan dengan menghubungkan suatu fenomena kecil dengan fenomena kejadian lain yang berskala lebih besar, misalnya: menghubungkan hujan lebat, angin kencang, banjir gelombang badai dan tanah longsor dengan siklon tropis. Selain itu, melalui metodologi penautan antar kejadian ini, besaran resiko dari kejadian bencana yang terjadi dapat menghasilkan data yang presisi sehingga dapat digunakan sebagai Analisa untuk menghindari kerugian yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Menggunakan data dari WMO, data historis bencana dapat digunakan sebagai data utama dalam kajian Loss and Damage dengan menggunakan data tersebut sebagai salah satu pendekatan untuk membangun sistem penyaluran bantuan yang efektif dan mendukung sistem perhitungan risiko yang tepat. Kajian perhitungan Loss and Damage dapat dilakukan dengan mengidentifikasi lokasi dengan potensi bahaya, kerentanan dan jumlah risiko yang tinggi, serta memiliki kapasitas yang cukup rendah untuk menghadapi kejadian ekstrem. Berbagai karakteristik lokasi di Indonesia mengakibatkan tingkat dampak yang berbeda akibat kejadian berbahaya tersebut. Penentuan lokasi prioritas, dengan menentukan wilayah dengan tingkat kerugian dan kerusakan yang paling tinggi sebagai lokasi dengan prioritas tinggi, dapat digunakan sebagai pendekatan dalam kajian Loss and Damage dan diintegrasikan ke dalam strategi nasional untuk diterapkan dalam praktik lokal.
Kaitan Loss and Damage dengan Early Warning System
Sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) adalah elemen utama dari pengurangan risiko bencana. Dalam praktiknya, implementasi sistem peringatan dini bertujuan untuk mencegah hilangnya nyawa dan mengurangi dampak ekonomi dan material dari bencana. Agar efektif, sistem peringatan dini perlu: melibatkan secara aktif masyarakat yang berisiko, memfasilitasi pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang risiko, menyebarkan pesan peringatan secara efektif dan kesiapan dalam menghadapi bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Kajian Loss and Damage dalam hal ini menjadi salah satu kajian pendukung dalam pengembangan sistem peringatan dini dan sebagai bagian dari tindakan awal menuju masyarakat yang berkelanjutan, tangguh dan inklusif.
PBB melalui laporan International Strategy for Disaster Reduction (2006) telah menyebutkan beberapa elemen menjadi kunci dalam keberhasilan implementasi sistem peringatan dini, yaitu pengetahuan mengenai risiko; monitoring dan sistem peringatan; diseminasi informasi dan alur komunikasi; dan kapasitas dalam merespon bencana.
1. Informasi Mengenai Risiko
Risiko timbul dari kombinasi bahaya dan kerentanan di lokasi tertentu. Penilaian risiko membutuhkan sistematika pengumpulan dan analisis data dan harus mempertimbangkan sifat dinamis dari bahaya dan kerentanan yang muncul dari proses seperti: urbanisasi, perubahan penggunaan lahan pedesaan, degradasi lingkungan dan perubahan iklim. Penilaian risiko dan peta membantu memotivasi masyarakat, prioritaskan kebutuhan sistem peringatan dini dan memandu persiapan pencegahan dan tanggap bencana.
2. Monitoring dan Sistem Peringatan
Sistem peringatan merupakan inti utama dari sistem peringatan dini, dan di dalam proses pembentukkan sistem diperlukan suatu dasar ilmiah yang kuat untuk memprediksi bahaya serta sistem otomatis yang dapat memberikan peringatan dengan waktu operasional 24 jam nonstop. Pemantauan secara terus menerus terhadap parameter bahaya, termasuk tanda bahaya dini, menjadi komponen penting untuk menghasilkan sistem peringatan yang akurat dan tepat waktu. Layanan sistem peringatan dini juga dapat dimanfaatkan untuk peringatan jenis bahaya yang berbeda disaat bersamaan (Multi Hazard Early Warning System/MHEWS). Dalam pengembangan sistem MHEWS diperlukan suatu koordinasi antar badan/Lembaga pemerintah yang berwenang sebagai acuan institusional, procedural dan komunikasi yang efektif.
3. Diseminasi Informasi dan Alur Komunikasi
Informasi mengenai sistem peringatan dini dan pelaksanaannya harus tersampaikan dengan baik ke seluruh komponen masyarakat, termasuk pemerintah dan semua pihak yang terlibat dalam kesiagaan bencana, terutama masyarakat di wilayah dengan tingkat risiko tinggi. Ketersampaian informasi dan edukasi mengenai cara kerja dan pelaksanaan sistem peringatan dini sangat penting agar masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat pada saat terjadi bencana sehingga memungkinkan pengurangan tingkat kerugian dan kehilangan akibat bencana yang terjadi. Diperlukan identifikasi suatu sistem komunikasi tingkat regional, nasional dan komunitas juga secara rinci serta menetapkan kondisi dimana tindakan otoritatif yang sesuai dapat diterapkan. Selain itu, metode penggunaan saluran komunikasi yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat yang efektif juga diperlukan untuk memastikan setiap lapisan masyarakat mendapatkan peringatan dini.
4. Kapasitas dalam Merespons Bencana
Penting bagi masyarakat untuk memahami risiko yang dihadapi; memahami pentingnya sistem peringatan dini dan tahu bagaimana harus bereaksi pada saat bencana terjadi. Program pendidikan dan kesiapsiagaan memegang peran kunci dalam mendukung kapasitas masyarakat. Simulasi dan uji efektivitas terhadap rencana penanggulangan bencana juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan sistem peringatan dini. Masyarakat harus diinformasikan dengan baik tentang tindakan yang harus dilakukan, rute evakuasi yang tersedia, dan cara efektif untuk menghindari kerusakan dan kerugian harta benda
Upaya penguatan sistem peringatan dini bencana untuk meminimalisir Loss and Damage akibat perubahan iklim tercantum sebagai Major Project (MP) 39 di dalam Prioritas Nasional 6 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024: Membangun Lingkungan Hidup, Meningkatkan Ketahanan Bencana dan Perubahan Iklim. Upaya ini bertujuan untuk membangun sistem peringatan dini terpadu yang meliputi berbagai jenis ancaman bencana di Indonesia (termasuk bencana yang bersifat seketika/sudden onset dan perlahan/slow onset). Pengkategorian jenis bencana juga diperlukan untuk memperkuat lingkup pengembangan termasuk komponen struktur, seperti operasional alat dan pemeliharaan yang diprakarsai oleh BMKG, dan komponen kultur, seperti pemahaman risiko dan rencana tindak lanjut oleh BNPB.
Temuan hasil kajian sistem peringatan dini oleh Bappenas terhadap capaian kegiatan BMKG tahun 2021 menunjukkan bahwa sistem peringatan dini cuaca ekstrem masih di kisaran 30 menit sebelum kejadian dimana prosedur standar operasional berada dalam kisaran 1-3 jam. Selain itu, untuk mendukung sistem peringatan dini yang komprehensif, perlu ditambahkan detail berupa intensitas, durasi, lokasi, dan waktu kejadian pada perkiraan cuaca 6 jam ke depan. Oleh karena itu, upaya pengembangan sistem peringatan dini, perlu ditingkatkan agar dapat mencapai target penurunan kerugian ekonimi akibat perubahan iklim seperti yang telah ditetapkan pada RPJMN 2020-2024.
Pelaksanaan sistem peringatan dini merupakan salah satu poin penting dalam mengurangi risiko kerugian Loss and Damage akibat bencana agar masyarakat yang terpapar memiliki kapasitas untuk bertindak secara tepat pada saat terjadinya bencana. Adapun kajian Loss and Damage dapat menghasilkan suatu pemetaan wilayah dengan risiko tinggi dimana nantinya wilayah ini menjadi prioritas dalam implementasi sistem peringatan dini. Harapannya, dengan berjalannya sistem peringatan dini dan kajian Loss and Damage yang tepat, maka masyarakat dapat memiliki ketahanan yang baik dan siap menghadapi kemungkinan bencana yang terjadi di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
BMKG. 2021. Data dan informasi disunting dari halaman http:// puslitbang.bmkg.go.id/extreme-catalogue.html
BNPB. 2021. Data dan informasi disunting dari halaman https://inarisk.bnpb.go.id/
ISDR. 2006. Developing Early Warning System: A Checklist. EWC III: Third International Conference on Early Warning
Mechler, R., L.M. Bouwer, T. Schinko, S. Surminski, and J. Linnerooth-Bayer. 2018. Loss and Damage from Climate Change: Concepts, Methods and Policy Options. Springer International Publishing, 561 pp.
Editor:
Asri Hadiyanti Giastuti