screenshot-majalah.tempo.co-2021.12.20-12_02_20

SELAMATKAN BUMI MELALUI CIRCULAR EKONOMI

Penggunaan sumber daya alam akan berkurang dan bisa menyelamatkan bumi dengan mengurangi emisi.

Tempo, Indonesia saat ini tengah menuju penerapan ekonomi sirkular. Pada Februari 2020, pemeritah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas bekerjasama dengan UNDP yang didukung Pemerintah Denmark meluncurkan gagasan baru pengembangan Ekonomi Sirkular di Indonesia.

Melalui inisiatif ini, Indonesia akan menjadi negara pertama di Asia Tenggara yang mengadopsi strategi nasional tentang ekonomi sirkular. Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas Medrilzam, mengatakan, ekonomi sirkular adalah upaya untuk memperpanjang umur siklus dari sebuah produk.

“Kita ingin agar terjadi semacam efisiensi didalam menggunakan sumber daya alam yang selama ini kita terus mengeksploitasi sumber daya alam untuk menghasilkan berbagai produk dan diupayakan kedepan sircular economy ini kita coba perpanjang umur siklus produknya,” kata Medrilzam dalam diskusi road to Tempo Circular Economy Awards, dengan judul “Praktik Circular Economy Industri di Indonesia”, yang disiarkan melalui YouTube Tempodotco, Jumat, 17 Desember 2021.

Dengan begitu, Medrilzam melanjutkan, penggunaan atau ekstrasi sumber daya alam berkurang. “Jadi kita bisa menyelamatkan bumi kita, mengurangi emisi dan sebagainya”.

Sebab, selain dengan memperpanjang umur siklus sebuah produk, juga mengurangi timbulan sampah atau limbah yang dihasilkan dari berbagai produk. “Jadi hasil dari produk-produk yang sudah tidak dipakai itu dibuang menjadi limbah bagi bumi kita, nah dengan praktek circular economy yang coba kita mulai terapkan ini tidak hanya di industri, tapi juga berbagai kegiatan-kegiatan lain,” ujarnya.

Harapannya, menurut Medrilzam, ada efisiensi dari sumber daya alam dengan mengurangi ekstraksi dan juga mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan selama ini. “Itu dua target besar, bila mana kita ingin mendorong praktek circular ekonomy ini”.

Dalam penerapan ekonomi sirkular di Tanah Air, Bappenas menetapkan 5 sektor industri prioritas yang nantinya akan menerapkan alternatif dari ekonomi linier tradisional (buat, gunakan, buang). Medrilzam menjelaskan lima sektor prioritas tersebut terdiri dari sektor makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, elektronik, dan perdagangan grosir atau eceran yang menggunakan kemasan plastik.

“Jadi lima sektor ini penggerak ekonomi kita, bahkan tenaga kerja yang bergerak di lima sektor ini besar sekali hampir 43 juta orang dan potensi dari kelima sektor ini untuk melakukan circular economy juga besar ternyata,” kata dia.

Penerapan ekonomi sirkular pada lima sektor industri di atas berpotensi menghasilkan tambahan PDB pada kisaran Rp 593642 triliun. Selain itu juga dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2030 dan penurunan emisi karbon dioksida atau CO2 hingga 126 juta ton.

“Karena itu, kita coba mendorong circular economy ini kita dorong betul, selain itu juga kita ingin perluas lagi lapangan kerjanya. Ini juga merespon sebagaimana kita melakukan sebuah transformasi ekonomi yang di tulang punggung oleh Green economy,” kata Medrilzam. “

Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik Apindo, Lucia Karina, mengatakan ekonomi sirkular itu adalah sistem yang melakukan pendekatan ekonomi dengan memaksimalkan kegunaan dan nilai bahan mentah tersebut. Sehingga komponenndan produk yang dipakai itu tidak akan menjadi limbah, tapi bisa dimanfaatkan untuk industri kelanjutannya.

“Kalau kita lihat apa yang dihadapi industri saat ini, selain keuntungan ada kendala yang dihadapi juga lumayan banyak untuk memulai ekonomi sirkular di Indonesia,” kata

Menurut Lucia, ada kendala di infrastruktur persampahan. “Kalau kita bicara konsumen produk, dari hulu sampah tersebut ada di rumah tangga. Infrastruktur pemilahan sampah dari rumah tangga, hanya satu kota yang ada yakni di Surabaya, tapi yg lainnya belum ada,” ujarnya.

Adapun, kendala kedua yakni adanya tumpang tindih dari regulasi yang ada. “Kalau kita ingin memenangkan pertarungan di circular economy itu adalah suatu kolaborasi yang betul-betul strategis, yang saling satu level antara semua pemangku kepentingan. Itu sebetulnya kuncinya,” kata Lucia.

Sebab, Lucia melanjutkan, kalau hanya diberikan pada satu pihak bahwa ini adalah tanggung jawab industri, ini akan terjadi ketimpangan. “Ini yang menurut saya menjadi PR bersama, ayo kita duduk bersama untuk mendorong ekonomi sirkular ini bisa jalan,” ujarnya,

Menurutnya, karena sirkular ekonomi ini akan membawa keuntungan luar biasa pada tiga sektor, yakni perekonomian, lingkungan, dan green jobs. “Kami dari Apindo menyambut baik adanya upaya untuk mendorong circular economy. Karena itu, sirkulasi ekonomi harus kita lakukan mulai sekarang, tanpa ada lagi level-levelan, level pemerintah, industri, swadaya masyarakat, dan lain sebagainya,” kata dia.

Adapun, Senior Brand Manager & Sustainability Champion P&G Indonesia, Ariandes Veddytarro, mengatakan, praktik sirkular ekonomi ini sangat penting untuk dipraktikan oleh pelaku industri, karena ini memberikan dampak positif. Pertama, efisiensi perusahaan.

Kemudian yang kedua, yakni meningkatkan persepsi di masyarakat terhadap perusahaan. Ketiga, yaini kepada lingkungan. “Kita tahu bawasannya dampak dari circular economy ini akan memberikan dampak positif, bumi kita ini adalah satu tempat yang kita tinggali, karena itu ini adalah bentuk tanggungjawab kita untuk menjagga melalui usaha di bidangnya kita masing,” kata dia.

Karena itu, Ariandes melanjutkan, ini menjadi hal yang perlu menjadi pertimbangan pelaku industri untuk menerapkan praktik circular economy dalam bisnisnya. “Di P&G praktik circular economy ini sudah dilakukan dengan memadukan prinsip Sustainability, yang kita terapkan dalam kegiatan operasional perusahaan kami dari hulu ke hilir,” ujarnya.

Director WRI Indonesia Nirarta Samadhi, mengatakan, konsep circular economy ini memang harus diadopsi sesegera mungkin. “Tapi perlu diperkuat dari sisi implementasinya, kita percuma punya rencana bagus tapi kalau tidak bisa dilaksanakan,” kata Nirarta.

Karena itu, untuk melaksanakan hal tersebut harus kolaborasi. Sebab, masing-masing pihak memiliki kelebihan dan potensi yang berbeda-beda, serta saling melengkapi. “Yang harus ditinggalkan adalah egoisme pribadi, karena kita tinggal di bumi yang sama mau siapapun asal kita dan apapun visi kita, kita harus peduli terhadap bumi kita tinggal dan harus bekerja bersama untuk menuju tujuan bersama yaitu melindungi bumi untuk anak cucu kita kedepan,” ujarnya.

screenshot-www.kompas.id-2021.12.07-20_53_26

Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim

Lebih dari separuh produk domestik bruto dunia memiliki risiko kehilangan yang disebabkan oleh perubahan iklim. Oleh karena itu, implementasi pembangunan rendah karbon yang berketahanan iklim menjadi prioritas.

Kompas. Gelaran pertemuan perubahan iklim dunia COP 26 di Glasgow, Skotlandia, baru saja usai dengan menghasilkan beragam resolusi sekaligus pekerjaan rumah. Salah satunya isu tematik loss and damage (L&D)/kerugian dan kerusakan yang menjadi salah satu bahasan utama antarpara pihak (negara peserta COP 26).

Menurut Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC, L&D), merujuk kepada efek negatif variabilitas (fluktuasi yang tiba-tiba) dan perubahan iklim yang tak dapat diatasi atau diadaptasi oleh manusia, isu ini mengemuka karena meningkatnya dampak L&D akibat perubahan iklim saat ini dan frekuensinya yang cenderung meningkat di masa depan, khususnya negara-negara dengan kerentanan tinggi dan kapasitas adaptif rendah. Read more…

President Joko "Jokowi" Widodo gave speech at World Leaders Summit on Forest and Land Use, held in Glasgow, Scotland on Tuesday, November 2 2021.(President Secretariat/BPMI Setpres/Lukas)

The more ambitious climate action the better for Indonesia’s economy

The Jakarta Post. Indonesia, like many other economies across the world, is gradually recovering from multiple waves of COVID-19 infection. Meanwhile, we are at a pivotal juncture in dealing with climate change, as the cost of climate impacts begins to mount and our window for action narrows.

Climate change has many dangerous implications for Indonesia. Indonesia’s gross domestic product (GDP) could shrink by 16.7 to 30.2 percent because of the impacts of climate change if the world is 2 to 2.6 degrees Celsius warmer by mid-century, according to recent analysis by the insurer Swiss Re. Indonesia also ranks as the most vulnerable to climate change impacts among the 48 countries analyzed.

Yet, climate action is also a huge opportunity. With system-changing green interventions in key economic systems, Indonesia could reach net-zero emissions by as early as 2045, while achieving strong, resilient growth. Read more…

presenting-the-future-of-carbon-market-indonesia_169

Hadapi Transisi Karbon, Bappenas Siapkan 3 Hal Penting

Jakarta, CNBC Indonesia – Dalam beberapa tahun terakhir, cuaca ekstrem di berbagai negara semakin meningkat seiring dengan pemanasan suhu yang sudah mencapai 1,1 derajat Celcius. Dampak kerugian yang ditimbulkan bukan hanya sekadar kerusakan lingkungan tetapi juga kehilangan dari sisi ekonomi, termasuk banyak lapangan kerja yang terdampak oleh karena isu atau bencana hidrometeorologi.
Hasil studi Bappenas menunjukkan, energi demand diproyeksikan meningkat 3 kali lipat pada 2060. Dalam komitmen yang diambil dalam COP26, pembangunan yang dilaksanakan di setiap negara Indonesia juga cukup banyak berkolaborasi dengan negara lain dan multilateral agency perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam berbagai potensi dan diharapkan dapat membantu pemerintah dalam mengejar berbagai target yang sudah dijalankan dalam kebijakan pembangunan berupa karbon.

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/BAPPENAS Medrilzam, mengatakan pihaknya telah menyiapkan 3 hal penting dalam transisi rendah karbon melalui konteks pembangunan.

“Pertama, kami melakukan Exercise Net Zero Emission, tentunya terkait dengan penurunan intensitas energi Indonesia dalam rangka untuk menjajaki komitmen yang sifatnya yang lebih serius,” ujar Medrilzam dalam acara Presenting The Future of Carbon Market Indonesia, ICF 2021, Rabu (1/12/2021).

Intensitas emisi gas rumah kaca ini tentunya nanti akan diturunkan lagi menjadi kebijakan yang strategis terutama di 3 sektor, yakni energi, lahan, dan juga limbah. Dia menambahkan, perkiraan penurunan beberapa kebijakan seperti rekonstruksi dan rehabilitasi mangrove diperkirakan mampu berkontribusi 24,9 % untuk menurunkan emisi karbon.
Kedua, Medrilzam menuturkan Penerapan Ekonomi Sirkuler dalam Pola Bisnis Perusahaan menjadi hal penting selanjutnya. Adapun sektor yang diperhatikan dalam hal ini yakni ekonomi, sosial, dan Lingkungan. Sedangkan yang ketiga yakni Transfer Teknologi Rendah Karbon dan Pengembangan SDM.

“Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia untuk mendukung implementasi dari praktisi rendah karbon melalui berbagai kegiatan dan sektor terkait, tentunya teknologi sangat erat kaitannya. Jangan sampai ketinggalan dari sisi teknologi dan kemampuan kita dalam mengekspor berbagai potensi inovasi dan teknologi yang bisa kita kembangkan,” jelasnya.
Sementara itu, Coordinating Vice Chairwoman KADIN Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, mengungkapkan sejumlah skenario telah disiapkan Pemerintah untuk mencapai pembangunan rendah karbon. Hal ini telah tertuang dalam Low Carbon Development Initiative 219 yang berisikan strategi pembangunan Indonesia dalam pembangunan rendah karbon sampai dengan 2050 yang juga memprioritaskan kualitas lingkungan penanggulangan bencana dan perubahan iklim.

Selain itu, Presiden Joko Widodo juga telah mengesahkan Peraturan Presiden nomor 98 tahun 2021 tentang nilai ekonomi karbon untuk pencapaian target kontribusi yang ditetapkan secara nasional, serta pengendalian emisi gas rumah kaca dalam pembangunan nasional.
Pengesahan peraturan ini juga telah disampaikan oleh Jokowi dalam pertemuan COP26 yang di dalamnya mencakup nilai ekonomi karbon atau karbon pricing yang dilaksanakan melalui 4 mekanisme, yaitu perdagangan karbon, offset karbon, pembayaran berbasis kinerja dan pungutan atas karbon.

“Target penurunan emisi gas rumah kaca merupakan tanggung jawab negara namun sektor swasta memegang peranan penting. Dalam mewujudkan percepatan target tersebut, pemerintah di tingkat nasional mulai berkolaborasi dengan pihak swasta, pemerintah daerah, dan pihak-pihak lainnya untuk mencapai target iklim yang lebih ambisius,” tutur Shinta.

Menurutnya, keterlibatan sektor swasta merupakan suatu hal yang krusial, salah satu diantaranya dalam pengembangan solusi dan inovasi teknologi pengembangan inovasi dan terobosan energi yang diluncurkan pada 2021 dan masih menjadi pembahasan pada COP26, yang berfokus kepada percepatan adopsi teknologi untuk pembangkit energi terbarukan pada negara berkembang.

Hal ini ditujukan untuk mengurangi profil risiko untuk investasi sektor ini, yang juga membutuhkan keterlibatan dari sektor swasta. Upaya penurunan emisi gas rumah kaca juga dapat dilakukan melalui pendekatan berbasis pasar yang mendasarkan pada aspek Nilai Ekonomi Karbon (NEK).

Shinta menambahkan, kebijakan NEK ini memerlukan kerjasama dan kolaborasi berbagai pihak, termasuk swasta dalam upaya penanggulangan perubahan iklim dan penurunan emisi karbon untuk mencapai ekonomi yang berkelanjutan.

“Dengan ini, diharapkan nantinya investasi hijau global juga akan berlomba datang ke Indonesia, dan kesempatan ini akan menjadikan Indonesia sebagai acuan dan tujuan investasi rendah karbon di berbagai sektor, terutama sektor energi transportasi dan juga industri manufaktur,” pungkas Shinta.

WhatsApp-Image-2021-10-31-at-17.30.56

Indonesia-Inggris perkuat komitmen ekonomi hijau melalui rendah karbon

Jakarta (ANTARA) – Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas
Suharso Monoarfa menegaskan komitmen Indonesia dan Inggris untuk implementasi ekonomi
hijau serta menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, melalui program
pembangunan rendah karbon.

Suharso menegaskan hal tersebut usai bertemu Menteri Pasifik dan Lingkungan Hidup Inggris
Lord Zac Goldsmith dalam kunjungan kerja ke London, Inggris.

“Kolaborasi Pemerintah Indonesia dan Inggris telah memberikan landasan yang kokoh bagi
Indonesia untuk bergerak menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan melalui berbagai studi
kebijakan,” kata Suharso dalam pernyataan yang diterima di Jakarta, Minggu.

Selama ini, studi kebijakan mengenai pembangunan ekonomi hijau yang berkelanjutan
mencakup food loss and waste, carbon tax, carbon pricing, efisiensi energi, serta keterkaitan
antara keanekaragaman hayati dan perubahan iklim.

Kerja sama Indonesia-Inggris dalam kerangka pembangunan rendah karbon yang telah dimulai
sejak 2017, kini memasuki fase transisi ke tahap kedua yang akan dimulai 2022 hingga 2025,
dengan target lebih strategis dan berdampak jangka panjang.

Pada 2019, Kementerian PPN/Bappenas bersama konsorsium penelitian dan mitra
pembangunan mengembangkan laporan berjudul “Perubahan Paradigma Menuju Perekonomian
Hijau di Indonesia”.

Laporan itu memiliki temuan kunci meliputi pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan dapat
menghasilkan tingkat pertumbuhan PDB rata-rata enam persen per tahun, hingga strategi
penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 43 persen pada 2030.

Kemudian, Kementerian PPN/Bappenas mengintegrasikan temuan tersebut ke dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024, salah satunya dengan menjadikan
pengurangan emisi gas rumah kaca sebagai indikator pembangunan ekonomi makro.

Pada 2021, bersama UK-Foreign, Commonwealth & Development Office dan didukung New
Climate Economy serta World Resources Institute, Kementerian PPN/Bappenas juga telah
menyusun laporan “Ekonomi Hijau untuk Menuju Net-Zero Emissions di Masa Mendatang”.
Laporan tersebut membahas pentingnya Build Back Better, atau komitmen untuk bangkit dari
COVID-19, menuju ekonomi hijau dan untuk mencapai net-zero emissions paling lambat pada
2060.

“Berdasarkan Laporan Ekonomi Hijau yang Bappenas terbitkan bulan ini, skenario net-zero akan
membawa manfaat tambahan dalam hal ekonomi, sosial, dan lingkungan, sebagai upaya yang
tidak terpisahkan dari langkah-langkah pemulihan COVID-19, sekaligus berkontribusi dalam
menjaga suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius yang turut menjadi tujuan bersama Indonesia-Inggris,” kata Suharso

k390ByQRwp

Bappenas: Perubahan Iklim Dapat Mengganggu Perekonomian

Jakarta: Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa mengatakan perubahan iklim tidak hanya berpengaruh terhadap kerusakan lingkungan dan ekosistem. Pasalnya perubahan iklim juga berpengaruh terhadap kondisi perekonomian dan kehidupan masyarakat, khususnya di empat sektor.

“Empat sektor itu yakni kelautan dan pesisir, air, pertanian, dan kesehatan,” kata Suharso, dalam sebuah acara Peluncuran Dokumen Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 3 April 2021.

Menurutnya semua pihak sama-sama merasakan dampak perubahan iklim yang telah nyata di seluruh muka bumi termasuk Indonesia. Bentuknya pun beragam seperti ada kenaikan suhu, perubahan curah hujan, dan cuaca yang ekstrem yang kadangkala tidak mampu diramalkan dan berubah seketika.

“Dan tentu dampaknya pada peningkatan frekuensi dan intensitas bencana hydro meteorologi, kekeringan longsor, dan abrasi banjir,” ujarnya,

Ia menjelaskan, berdasarkan hasil kajian proyeksi iklim ada kemungkinan terjadi penambahan curah hujan harian yang berpotensi tinggi dan mengancam terjadinya longsor dan banjir pada daerah yang memiliki kerentanan tinggi. Wilayah tersebut perlu mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi melalui konvergensi ketahanan iklim dan pengurangan risiko bencana.

Di sektor kelautan dan pesisir, sepanjang 1.800 km garis pantai termasuk ke dalam kategori sangat rentan dan berisiko tinggi terhadap banjir pesisir atau rob. Perubahan iklim di sektor pertanian mengancam penurunan produksi pangan. Di sektor kesehatan, kejadian penyakit berbasis vector seperti DBD, malaria, dan pneumonia cenderung berpotensi meningkat.

Sebagai respons dari berbagai ancaman Indonesia, pemerintah melalui Bappenas menetapkan penanganan perubahan iklim dan bencana menjadi salah satu prioritas bahkan menjadi mainstream dalam penyusunan RPJMN.

Menurutnya Bappenas berperan sebagai clearing house yang memastikan program pembangunan dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat melalui sinkronisasi perencanaan penanganan dan pengendalian pembangunan. Kementerian dan lembaga terkait sebagai pelaksana program ketahanan iklim diharapkan saling berkolaborasi.

“Dalam menyusun dan melaksanakan aksi peningkatan ketahanan iklim pada lokasi prioritas dan pada sektor-sektor yang tentu dapat saling menyesuaikan dengan tugas dan fungsinya,” pungkasnya.

Sumber: Medcom.id; Angga Bratadharma

Kementerian-PPN-Bappenas

Kementerian PPN/Bappenas Luncurkan Dokumen Pembangunan Berketahanan Iklim

ZONAUTARA.com – Sebagai pedoman penanganan perubahan iklim, Kementerian PPN/Bappenas meluncurkan dokumen Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) agar tercipta ketahanan iklim nasional.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020, PBI telah menjadi salah satu Prioritas Nasional (PN) 6 dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

“Dalam RPJMN 2020-2024, peningkatan ketahanan iklim ditargetkan dapat mengurangi potensi kerugian ekonomi dari dampak perubahan iklim sebesar 1,15 persen PDB pada 2024. Kebijakan pembangunan berketahanan iklim merupakan implementasi dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), Low Carbon and Climate Resilience Strategy, Sendai Framework, dan pemenuhan target Paris Agreement,” jelas Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa melalui virtual pada Kamis (1/4/2021).

PBI secara paralel juga akan mendukung tercapainya target-target yang telah ditetapkan dalam TPB/SDGs, khususnya Tujuan 13: Penanganan Perubahan Iklim yang diharapkan dapat tercapai secara komprehensif di 2030.

Ketahanan iklim menjadi sangat penting karena Indonesia terletak pada garis ekuator dan diapit dua samudera sehingga tercipta pola iklim dinamis, yaitu yang berlangsung cepat (rapid onset) dan dalam kurun waktu yang relatif panjang (slow onset).

Selain kerugian fisik dan material, masyarakat juga berpeluang kehilangan mata pencaharian sebagai dampak negatif dari pola iklim tersebut. Berdasarkan kajian Kementerian PPN/Bappenas di 2019, kerugian ekonomi untuk empat sektor prioritas RPJMN 2020-2024 diperkirakan sebesar Rp 102,3 triliun di 2020 dan Rp 115,4 triliun pada 2024 atau meningkat sebesar 12,76 persen selama lima tahun.

Nilai tersebut belum mempertimbangkan konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah sebagai variabel antara yang menghubungkan antara perubahan iklim dengan kondisi makroekonomi, baik di level nasional maupun provinsi.

“Melalui Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim dan Penguatan Ketahanan Bencana, kita berupaya untuk tetap mempertahankan sektor produksi, baik dari kelautan dan pesisir, pertanian, maupun aktivitas perekonomian terkait lainnya yang terdampak,” imbuh Menteri Suharso.

Dokumen PBI yang diluncurkan Kementerian PPN/Bappenas terdiri atas enam serial buku, yakni (1) Lokasi Prioritas dan Daftar Aksi Ketahanan Iklim; (2) Kelembagaan Pusat dan Daerah; (3) Peran Lembaga Non Pemerintah dalam Ketahanan Iklim; (4) Sumber-sumber Pendanaan untuk Mendukung Rencana dan Aksi Ketahanan Iklim; (5) Mekanisme Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan; dan (6) Buku Ringkasan Eksekutif PBI.

Serial buku PBI ditujukan sebagai rujukan bagi para pihak dalam melaksanakan PN 6 dalam RPJMN 2020-2024 dan kerangka perencanaan pembangunan nasional berikutnya, terutama untuk penyusunan perencanaan program dan kegiatan ketahanan iklim, panduan pembagian kewenangan bagi kementerian/lembaga untuk menghindari duplikasi terkait upaya ketahanan iklim pada sektor prioritas, referensi bagi pelaksanaan fungsi monitoring dan evaluasi kementerian/lembaga dalam menilai kontribusi capaian ketahanan iklim terhadap target yang telah ditetapkan dalam RPJMN, serta panduan penandaan kegiatan ketahanan iklim pada sistem Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja Anggaran (KRISNA).

Pencapaian upaya ketahanan iklim di pusat dan daerah dimonitor berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010.

“Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim bukan sekadar kegiatan adaptasi perubahan iklim, melainkan sebuah terobosan kebijakan dalam upaya reformasi bencana serta upaya menurunkan kerugian ekonomi akibat bahaya iklim. Kolaborasi aktif dari seluruh pihak terkait sangat diperlukan untuk memberikan hasil yang bermakna dan dirasakan masyarakat,” pungkas Menteri Suharso. (*)

A62D341B-0C9E-425E-9D5F-AD7B38D47A2C

Ekonomi sirkular berpotensi dongkrak PDB hingga Rp642 triliun

“Implementasi ekonomi sirkular diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pasca COVID-19”

Jakarta (ANTARA) – Laporan terbaru Kementerian PPN/Bappenas berjudul The Economic, Social and Environmental Benefits of A Circular Economy in Indonesia mengungkap potensi penerapan ekonomi sirkular di lima sektor industri mampu menambah Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp642 triliun.

Studi yang dikerjakan bersama dengan UNDP Indonesia serta didukung Pemerintah Kerajaan Denmark tersebut berfokus pada lima sektor utama, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, perdagangan grosir dan eceran (dengan fokus pada kemasan plastik), konstruksi, dan elektronik. Berdasarkan hasil studi tersebut, implementasi konsep ekonomi sirkular di lima sektor tersebut dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2030.

“Implementasi ekonomi sirkular diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pasca COVID-19, melalui penciptaan lapangan pekerjaan hijau (green jobs) dan peningkatan efisiensi proses dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pada peluncuran laporan itu secara daring di Jakarta, Senin.

Model ekonomi sirkular membuka peluang bagi para pelaku ekonomi untuk mengurangi konsumsi bahan, produksi limbah, dan emisi sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Cara tersebut sudah berhasil diterapkan pada beberapa negara, termasuk Denmark.

“Keberlanjutan adalah inti dari filosofi produksi negara Denmark. Kami siap untuk berbagi praktik terbaik tentang penerapan ekonomi sirkular dan berharap Indonesia dapat mengadopsi proses yang sama seiring dengan upaya pembangunan berkelanjutan,” kata Menteri Lingkungan Hidup Denmark Lea Wermelin.

Sedangkan Kepala Perwakilan UNDP di Indonesia Norimasa Shimomura menekankan Indonesia bisa mendapat manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang sangat besar dari penerapan ekonomi sirkular.

Selain dampak ekonomi sirkular juga signifikan pada lingkungan. Salah satunya, terdapat potensi untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang bisa membantu Indonesia mencapai target penurunan emisi.

“Berdasarkan analisis kami, ekonomi sirkular bisa membantu Indonesia mencapai penurunan emisi GRK sebesar 126 juta ton CO2 ekuivalen pada tahun 2030, yang didorong oleh beberapa faktor, termasuk produksi limbah yang lebih rendah, penggunaan alternatif yang lebih hemat energi, dan perpanjangan umur sumber daya,” ujar Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas Arifin Rudiyanto.

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2021

akurat_20201129021118_5Z43Nr

Ekonomi Sirkular 5 Sektor Industri Dorong PDB hingga Rp642 Triliun

AKURAT.CO Laporan terbaru Kementerian PPN/Bappenas berjudul The Economic, Social and Environmental Benefits of A Circular Economy in Indonesia mengungkap potensi penerapan ekonomi sirkular di lima sektor industri mampu menambah Produk Domestik Bruto (PDB) hingga Rp642 triliun.

Studi yang dikerjakan bersama dengan UNDP Indonesia serta didukung Pemerintah Kerajaan Denmark tersebut berfokus pada lima sektor utama, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, perdagangan grosir dan eceran (dengan fokus pada kemasan plastik), konstruksi, dan elektronik. Berdasarkan hasil studi tersebut, implementasi konsep ekonomi sirkular di lima sektor tersebut dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2030.

“Implementasi ekonomi sirkular diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pasca COVID-19, melalui penciptaan lapangan pekerjaan hijau (green jobs) dan peningkatan efisiensi proses dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa pada peluncuran laporan itu secara daring di Jakarta, kemarin, dilansir dari Antara, Selasa (26/1/2021).

Kelima sektor tersebut mewakili hampir sepertiga PDB Indonesia dan mempekerjakan lebih dari 43 juta tenaga kerja pada 2019. Jika ekonomi sirkular dijalankan di sana maka berpotensi menghasilkan tambahan PDB secara keseluruhan pada kisaran Rp593 triliun sampai dengan Rp642 triliun.

Model ekonomi sirkular membuka peluang bagi para pelaku ekonomi untuk mengurangi konsumsi bahan, produksi limbah, dan emisi sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Cara tersebut sudah berhasil diterapkan pada beberapa negara, termasuk Denmark.

Oleh: Dhera Arizona Pratiwi

Publikasi Akurat.co.id

5f2912e4eb249-menteri-ppn-kepala-bappenas-suharso-monoarfa_665_374_2

Mengenal Ekonomi Sirkular yang Disebut Bisa Tambah PDB RI Rp642 T

VIVA – Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas melalui kerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP) dan didukung Pemerintah Kerajaan Denmark, merilis laporan soal penerapan ekonomi sirkular pada lima sektor industri.

Hasil studi potensi Ekonomi Sirkular Indonesia itu disampaikan pada acara peluncuran online sekaligus Webinar Nasional bertajuk ‘Ekonomi Sirkular untuk Mendukung Ekonomi Hijau dan Pembangunan Rendah Karbon’.

“Penerapan ekonomi sirkular pada lima sektor industri berpotensi menghasilkan tambahan PDB secara keseluruhan pada kisaran Rp593 triliun sampai dengan Rp642 triliun,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, dikutip Senin 25 Januari 2021.

Studi tersebut berfokus pada lima sektor utama, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, perdagangan grosir dan eceran (dengan fokus pada kemasan plastik), konstruksi, dan elektronik. Berdasarkan hasil studi, implementasi konsep ekonomi sirkular di lima sektor tersebut dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2030. 

Model ekonomi sirkular membuka peluang bagi para pelaku ekonomi untuk mengurangi konsumsi bahan, produksi limbah, dan emisi, sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Suharso menilai, model tersebut sudah berhasil diterapkan pada beberapa negara, termasuk Denmark. 

“Implementasi ekonomi sirkular diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pasca COVID-19,” kata Suharso.

“Misalnya melalui penciptaan lapangan pekerjaan hijau (Green jobs), dan peningkatan efisiensi proses dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya,” ujarnya.

Senada, Menteri Lingkungan Hidup Denmark, Lea Wermelin mengatakan bahwa keberlanjutan adalah inti dari filosofi produksi negara Denmark.

“Kami siap untuk berbagi praktik terbaik tentang penerapan Ekonomi Sirkular, dan berharap Indonesia dapat mengadopsi proses yang sama seiring dengan upaya pembangunan berkelanjutan,” kata Lea.

Sementara itu, Resident Representative UNDP Indonesia Norimasa Shimomura  menekankan, Indonesia bisa mendapat manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan yang sangat besar dari penerapan ekonomi sirkular.

Menurutnya, model ekonomi sirkular memungkinkan kita mengurangi konsumsi bahan, sampah, dan emisi, dan pada saat yang sama mempertahankan pertumbuhan dan menciptakan lapangan pekerjaan.

“Dengan demikian, model ini mampu menjawab tantangan perubahan iklim dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama perempuan yang rentan, warga lansia, anak-anak, dan masyarakat disabilitas, yang sesungguhnya mampu berperan aktif di komunitas,” ujar Norimasa.

Oleh: Raden Jihad Akbar, Mohammad Yudha Prasetya

Dimuat di VIVA.co.id