JAKARTA – Indeks kualitas lingkungan hidup Indonesia mengalami stagnasi secara historis. Ancaman kehilangan keanekaragaman hayati akibat berkurangnya jumlah luasan hutan berdampak pada penurunan luas habitat ideal dari spesies target terancam punah serta peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) dapat berdampak pada penurunan PDB dalam jangka panjang seiring dengan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Hal tersebut menjadi tantangan dan isu lingkungan ketika pembangunan berjalan secara business as usual. Paparan tersebut disampaikan Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/ Bappenas Ir. Medrilzam, M.Prof. Econ, Ph.D pada diskusi daring bertema Low Carbon Development Initiative yang diadakan oleh Alumni Chevening Indonesia.
Lebih lanjut, Medrilzam menguraikan berdasarkan studi Bappenas, Indonesia berpotensi mengalami kerugian hingga mencapai 544 triliun pada periode 2020–2024 akibat dampak perubahan iklim, jika tidak dilakukan intervensi. Potensi kerugian ekonomi akibat perubahan iklim termasuk kerugian akibat kerusakan kapal, kenaikan muka air laut, menurunnya ketersediaan air, menurunnya produksi padi dan peningkatan potensi penyakit (antara lain demam berdarah). Studi Bappenas menunjukkan bahwa kebijakan ketahanan iklim pada 4 sektor prioritas (air, kesehatan, kelautan perikanan, dan pertanian) berpotensi menurunkan risiko kehilangan PDB hingga 50,4% pada tahun 2024.
Pemerintah mengambil langkah terobosan melalui Pembangunan Rendah Karbon dan ketahanan iklim yaitu kebijakan, rencana, program dan pelaksanaan pembangunan yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi rendah emisi gas rumah kaca dan sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim, perbaikan kualitas lingkungan dan mengurangi nilai potensi kerugian akibat dampak perubahan iklim. Pembangunan Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim meminimalisir trade-off antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Penyusunan kebijakan Pembangunan Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim dilakukan melalui pendekatan HITS (Holistik, Integratif, Tematik dan Spasial). Terobosan ini tertuang dalam Rencanan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020 – 2024.
Dalam diskusi yang dihadiri puluhan alumni Chevening ini, Medrilzam menegaskan Mandat Article 3.4 UNFCCC bahwa kebijakan penanggulangan perubahan iklim diintegrasikan ke dalam proses perencanaan pembangunan. “Perubahan iklim bukan hanya isu lingkungan,” jelas Medrilzam.
Tidak dipungkiri, pandemi COVID-19 menimbulkan kompleksitas baru dalam pembangunan, oleh karena itu dilakukan penyesuaian skenario kebijakan pembangunan untuk merespon Pandemi COVID-19.
Salah satu strategi transformasi ekonomi adalah melalui ekonomi hijau dan Pembangunan Rendah Karbon untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan sosial bersamaan dengan menjaga kualitas lingkungan. Selain itu, transformasi ekonomi, melalui pergeseran struktur ekonomi dari sektor kurang produktif ke sektor lebih produktif (industrialisasi), pegeseran produktivitas antarsektor juga dibutuhkan agar Indonesia bisa lepas dari Middle Income Trap atau jebakan negara berpenghasilan menengah. Bappenas didukung oleh pemerintah Inggris dan mitra pembangunan lain melakukan berbagai voluntary study untuk mendukung pencapaian Ekonomi Hijau, diantaranya Studi Penerapan Ekonomi Sirkular dan Studi Food Loss and Waste (FLW). Manfaat dari dari Ekonomi Sirkular dapat meningkatkan PDB pada kisaran Rp 593 – Rp 638 triliun pada tahun 2030. Penciptaan 4,4 juta lapangan kerja hijau baru hingga tahun 2030, mengurangi timbulan limbah sebesar 18-52% dibandingkan business as usual pada tahun 2030 dan berkontribusi menurunkan emisi GRK sebesar 126 juta ton CO2.