Tantangan pengelolaan sampah bukan hanya masalah kebersihan dan lingkungan saja, tetapi telah menjadi masalah sosial yang mampu menimbulkan konflik. Hampir seluruh kota di Indonesia, baik kota besar maupun kota kecil, belum memiliki penanganan sampah yang baik. Umumnya kota di Indonesia memiliki manajemen sampah yang sama, yaitu dengan metode “kumpul-angkut-buang”, sebuah metode manajemen persampahan klasik yang akhirnya berubah menjadi praktik pembuangan sampah sembarangan, tanpa mengikuti ketentuan teknis di lokasi yang sudah ditentukan (proses open dumping).
TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) menjadi pengolahan sampah hilir andalan dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Namun, rata-rata kapasitas TPA di Indonesia sudah hampir penuh, sementara lahan yang tersedia semakin terbatas. Hal ini dipengaruhi oleh masih minimnya pengelolaan sampah di hulu sehingga mayoritas semua sampah diangkut dan dibuang ke TPA. Kondisi paling memprihatinkan pernah terjadi pada 21 Februari 2005, ketika TPA Leuwigajah longsor akibat keluarnya landfill gas dan mengakibatkan 140-an orang meninggal dunia.
Secara khusus pada proses pengelolaan sampah, Gas Rumah Kaca (GRK) akan dihasilkan mulai dari timbulan sampah sampai dengan proses di TPA. GRK yang dihasilkan dari proses pengelolaan sampah perkotaan didominasi oleh gas karbon dioksida (CO2) dan gas metana (CH4). Sampah timbul dari sisa proses produksi dan sisa pemakaian produk, baik dari aktivitas domestik/rumah tangga, pasar, pertokoan, penyapuan jalan dan taman atau, industri menghasilkan buangan padat sisa produksi (Damanhuri, 2004). Adapun emisi Metana di TPA dihasilkan dari proses dekomposisi bakterial komponen sampah yang biodegradable yang terjadi dalam kondisi anaerobik. Gas-gas yang dihasilkan di TPA atau landfill gas terdiri dari sekitar 50% metana (komponen utama gas alam), 50% karbon dioksida (CO2) dan sejumlah kecil senyawa organik non metana. Metana merupakan gas rumah kaca yang kuat 28 sampai 36 kali lebih efektif daripada CO2 dalam memerangkap panas di atmosfer selama periode 100 tahun.
Berdasarkan pedoman IPCC 2006, emisi gas rumah kaca pada sektor limbah berasal dari:
- Proses pemrosesan akhir sampah yang tidak terkelola (open dumping) dan yang terkelola (sanitary landfill dan controlled landfill)
- Proses pengolahan sampah secara biologis seperti pengomposan dan biogas
- Proses pengolahan sampah secara termal
- Proses pengolahan air limbah secara biologis
- Aktivitas lainnya
Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya, pengelolaan sampah merupakan salah satu aksi pembangunan rendah karbon (PRK) yang berpotensi menurunkan emisi GRK dibandingkan jika sampah tersebut dibiarkan begitu saja. GRK dari pengelolaan sampah di suatu wilayah (kota/kabupaten) dihasilkan dari TPA yang menjadi titik akhir pengelolaan sampah. Dengan demikian aksi PRK yang dapat dilakukan sehubungan dengan emisi GRK dari TPA sampah menjadi sangat penting.
Aksi – aksi PRK yang dapat dilakukan di dalam TPA antara lain adalah: pengomposan, pemanfaatan sampah kertas (3R), pemanfaatan sampah sebagai bahan baku bagi sumber energi alternatif (contohnya Refuse Derived Fuel/RDF), dan pemanfaatan gas metana yang dihasilkan timbunan sampah (Landfill gas/LFG). Dalam lingkungan TPA, emisi dari LFG dapat:
- Terlepas ke udara secara natural sebagai GRK atau venting
- Penangkapan gas metana (methane capture) kemudian dapat dimanfaatkan antara lain:
- Dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik (PLTSa)
- Dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif untuk memasak (panas/steam)
- Dibakar (flaring) untuk menghindari pelepasan CH4 (menjadi CO2), atau disebut dengan methane avoidance.
Praktik pemanfaatan gas metana di Indonesia
Pemanfaatan LFG adalah salah satu aksi yang memberikan kontribusi besar terhadap reduksi emisi metana. Namun sayangnya belum banyak TPA yang menghitung potensi reduksi ini karena keterbatasan data aktivitas. Saat ini, beberapa TPA di Indonesia telah berupaya mereduksi emisi GRK landfill yang dihasilkan melalui berbagai upaya landfill gas recovery yang dapat dilihat pada Tabel 1.
TPA Supit Urang, Kota Malang
TPA Supit Urang di Kota Malang telah dibangun fasilitas berupa pipa – pipa aliran gas metan dari 72 titik (sumur gas) yang langsung mengalir ke rumah tangga sekitar TPA. Pada periode awal pemanfaatan gas metan, 72 sumur tersebut mampu melayani sejumlah 510 rumah tangga. Namun, akibat beberapa kerusakan pipa/saluran dan penurunan kandungan gas metan di beberapa titik, pada tahun 2019 penerima manfaat gas metana berjumlah 100 rumah tangga. Pada tahun 2019 terdapat insiden kebakaran selama 4 bulan yang merusak pipa infrastruktur pengumpulan gas metana sehingga pemanfaatan gas metana saat ini belum beroperasi kembali.
TPA Jatibarang, Kota Semarang
Pemanfaatan gas metana (CH4) sebagai gas alternatif (biogas), dilakukan dengan menancapkan pipa di TPA sedalam kurang lebih 5 meter, kemudian hasil penyerapan gas metana dari sampah TPA dialirkan ke rumah-rumah warga sekitar. Gas metana ini dapat digunakan untuk memasak sebagai pengganti gas LPG. Area pemanenan gas di lokasi pemrosesan akhir Jatibarang adalah seluas ± 9 Ha, dimana dengan menggunakan proses ini dapat mengalirkan gas metana berkapasitas 72 meter kubik dari timbunan sampah di TPA, secara gratis ke 100 rumah warga. Sistem ini cukup efektif karena selain dapat mengurangi limbah anorganik, juga dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat untuk kehidupan sehari-hari.
TPA Banyuroto, Kabupaten Kulon Progo
TPA Banyuroto tepatnya di Kabupaten Kulon Progo, DI Yogyakarta ini telah membuat saluran gas metan untuk dapat dimanfaatkan oleh warga sekitar. Pada tahun 2019 sejumlah 14 rumah tangga telah menggunakan gas metan sebagai pengganti yang berasal dari TPA Banyuroto.
TPA Bantar Gebang, DKI Jakarta
Sejak tahun 2010, TPA Bantar Gebang telah mengoperasikan “Power House” sebagai unit penangkapan biogas (LFG recovery) yang dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk pembangkit tenaga listrik. Power house merupakan energi terbarukan dengan merubah gas yang dihasilkan dari sampah menjadi energi listrik. Sistem kerja power house ini sebagai berikut
- Pengambilan gas di landfill melalui pipa yang ditanam di bawah tumpukan sampah
- Penggabungan dari beberapa line yang ditanam di zona eksisting dilanjutkan ke pipa utama
- Tabung penampungan dan pendinginan dari pipa utama
- Mesin blower & chiller untuk pemisahan gas CH4, O2, dan CO2
- Mesin gas engine dijalankan dengan menggunakan bahan bakar CH4
- Panel export dan import untuk penjualan listrik yang dihasilkan dan panel untuk penerimaan dari PLN untuk digunakan operasional pembangkit
TPA Manggar, Kota Balikpapan
TPA Manggar Kota Balikpapan terhitung pada 1 Januari 2020 dengan pengelolaan TPA dilakukan oleh pihak ketiga dengan menggunakan teknologi Sanitary Landfill penuh. TPA Manggar telah melakukan pemanfaatan gas metana dari air lindi dan landfill. Pemanfaatan gas metana dari air lindi sebagai penggerak 2 unit mesin mobil bekas dan menghasilkan energi listrik masing-masing sebesar 15.000 kWh & 25.000 kWh dimanfaatkan untuk listrik penerangan area TPA Manggar sebanyak 18 tiang. Sementara itu, pemanfaatan gas metana dari landfill dan air lindi juga dimanfaatkan sebagai gas kompor masak masyarakat yang telah disalurkan di 200 KK masyarakat TPA Manggar dengan area pemasangan pipa pada masyarakat sekitar saat ini mencapai radius 2,5 km dari TPA Manggar.
Way forward aksi PRK terkait implementasi methane capture dan pemanfaatannya
Sebagai potret kecil dari semua TPA di Indonesia yang sudah mengimplementasikan methane capture dan pemanfaatannya, menjadi langkah baik untuk bisa juga diimplementasikan di TPA lainnya di seluruh Indonesia. Tentu kondisi dan karakter yang beragam dari masing-masing TPA akan berbeda pula teknologi methane capture yang akan sesuai. Pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 telah melarang penanganan sampah dengan pembuangan terbuka (open dumping) di TPA dilakukan sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Ayat 1F. Penanganan sampah di TPA diharapkan menggunakan teknologi controlled landfill dan sanitary landfill. Untuk itu, teknologi pengelolaan sampah di TPA dapat mengimplementasikan sistem Sanitary Landfill sesuai dengan prosedur dan teknisnya sehingga implementasi methane capture dapat dilaksanakan oleh setiap TPA yang terbangun. Utamanya dalam pengelolaan sampah memang tidak hanya mengandalkan TPA saja namun perlu memikirkan sistem pengelolaan sampah yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Pengelolaan sampah tentu juga perlu terintegrasi dengan kegiatan pembangunan rendah karbon sehingga mendapatkan co-benefit yang dapat menjadi perhatian yang lebih baik dari sisi program dan anggaran yang merupakan tantangan bagi setiap daerah dalam rangka mendorong pembangunan nasional yang lebih berwawasan lingkungan.
Wawancara & Daftar Pustaka
Dinas Lingkungan Hidup Kota Malang (2022). Wawancara
Dinas Lingkungan Hidup Kota Balikpapan (2022). Wawancara
Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta (2022). https://upstdlh.id/tpst/index
Direktorat Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan, Verikasi (2019). Profil Pemanfaatan Gas Metan di Tempat Pemrosesan Akhir. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
UPTD TPA Manggar Kota Balikpapan (2022). Wawancara
UPTD TPA Bantar Gebang DKI Jakarta (2022). Wawancara
Editor:
Asri Hadiyanti Giastuti, Caroline Aretha M., Anna Amalia, Anggi Pertiwi Putri