1 (2)

MENGATASI PANDEMI COVID-19 DAN KRISIS IKLIM DENGAN PEMBANGUNAN RENDAH KARBON

JAKARTA – Indeks kualitas lingkungan hidup Indonesia mengalami stagnasi secara historis. Ancaman kehilangan keanekaragaman hayati akibat berkurangnya jumlah luasan hutan berdampak pada penurunan luas habitat ideal dari spesies target terancam punah serta peningkatan emisi gas rumah kaca (GRK) dapat berdampak pada penurunan PDB dalam jangka panjang seiring dengan penurunan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Hal tersebut menjadi tantangan dan isu lingkungan ketika pembangunan berjalan secara business as usual. Paparan tersebut disampaikan Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/ Bappenas Ir. Medrilzam, M.Prof. Econ, Ph.D pada diskusi daring bertema Low Carbon Development Initiative yang diadakan oleh Alumni Chevening Indonesia.

Lebih lanjut, Medrilzam menguraikan berdasarkan studi Bappenas, Indonesia berpotensi mengalami kerugian hingga mencapai 544 triliun pada periode 2020–2024 akibat dampak perubahan iklim, jika tidak dilakukan intervensi. Potensi kerugian ekonomi akibat perubahan iklim termasuk kerugian akibat kerusakan kapal, kenaikan muka air laut, menurunnya ketersediaan air, menurunnya produksi padi dan peningkatan potensi penyakit (antara lain demam berdarah). Studi Bappenas menunjukkan bahwa kebijakan  ketahanan iklim pada 4 sektor prioritas (air, kesehatan, kelautan perikanan, dan pertanian) berpotensi menurunkan risiko kehilangan PDB hingga 50,4% pada tahun 2024.

Pemerintah mengambil langkah terobosan melalui Pembangunan Rendah Karbon dan ketahanan iklim yaitu kebijakan, rencana, program dan pelaksanaan pembangunan yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi rendah emisi gas rumah kaca dan sebagai bentuk upaya penanggulangan dampak perubahan iklim, perbaikan kualitas lingkungan dan mengurangi nilai potensi kerugian akibat dampak perubahan iklim. Pembangunan Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim meminimalisir trade-off antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Penyusunan kebijakan Pembangunan Rendah Karbon dan Ketahanan Iklim dilakukan melalui pendekatan HITS (Holistik, Integratif, Tematik dan Spasial). Terobosan ini tertuang dalam Rencanan Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2020 – 2024.

Dalam diskusi yang dihadiri puluhan alumni Chevening ini, Medrilzam menegaskan Mandat Article 3.4 UNFCCC bahwa kebijakan penanggulangan perubahan iklim diintegrasikan ke dalam proses perencanaan pembangunan. “Perubahan iklim bukan hanya isu lingkungan,” jelas Medrilzam.

Tidak dipungkiri, pandemi COVID-19 menimbulkan kompleksitas baru dalam pembangunan, oleh karena itu dilakukan penyesuaian skenario kebijakan pembangunan untuk merespon Pandemi COVID-19.

Salah satu strategi transformasi ekonomi adalah melalui ekonomi hijau dan Pembangunan Rendah Karbon untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan sosial bersamaan dengan menjaga kualitas lingkungan. Selain itu, transformasi ekonomi, melalui pergeseran struktur ekonomi dari sektor kurang produktif ke sektor lebih produktif (industrialisasi), pegeseran produktivitas antarsektor juga dibutuhkan agar Indonesia bisa lepas dari Middle Income Trap atau jebakan negara berpenghasilan menengah. Bappenas didukung oleh pemerintah Inggris dan mitra pembangunan lain melakukan berbagai voluntary study untuk mendukung pencapaian Ekonomi Hijau, diantaranya Studi Penerapan Ekonomi Sirkular dan Studi Food Loss and Waste (FLW). Manfaat dari dari Ekonomi Sirkular dapat meningkatkan PDB pada kisaran Rp 593 – Rp 638 triliun pada tahun 2030. Penciptaan 4,4 juta lapangan kerja hijau baru hingga tahun 2030, mengurangi timbulan limbah sebesar 18-52% dibandingkan business as usual pada tahun 2030 dan berkontribusi menurunkan emisi GRK sebesar 126 juta ton CO2.

BAPPENAS JABARKAN PENTINGNYA KELOLA FOOD LOSS AND WASTE UNTUK PEMBANGUNAN RENDAH KARBON DAN EKONOMI SIRKULAR

JAKARTA – Kementerian PPN/Bappenas bersama Waste4Change dan didukung oleh World Resources Institute (WRI) Indonesia serta United Kingdom Foreign, Commonwealth, and Development Office (UKFCDO) meluncurkan hasil kajian Food Loss and Waste (FLW) di Indonesia secara daring dalam Webinar Strategi Pengelolaan FLW untuk Mendukung Ekonomi Sirkular dan Pembangunan Rendah Karbon, Rabu (9/6) secara daring. “Permintaan kebutuhan pangan yang tinggi, namun dengan ketersediaan pangan yang terbatas akibat pembatasan mobilisasi selama pandemi Covid-19, menunjukkan kepada kita bahwa diperlukan lompatan besar terhadap pola ketersediaan pangan di Indonesia. Untuk itu, identifikasi food loss & waste yang ada di Indonesia menjadi penting agar kita dapat merencanakan serta mengembangkan upaya-upaya untuk memperkecil gap tersebut,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.

Hasil kajian menunjukkan timbulan FLW menyebabkan kerugian ekonomi sebesar Rp 213-551 triliun/tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia per tahun. Di sektor lingkungan, pada periode 2000-2019 atau selama 20 tahun lamanya, timbulan FLW di Indonesia mencapai 23-48 juta ton/tahun atau setara dengan 115-184 kg/kapita/tahun. Dalam periode yang sama, timbulan ini juga menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 1.702,9 Megaton CO2-ekuivalen atau setara dengan 7,29 persen rata-rata emisi GRK Indonesia per tahun. Dari kacamata sosial, kehilangan kandungan energi yang hilang akibat FLW diperkirakan setara dengan porsi makan 61 juta-125 juta orang per tahun. Data juga menunjukkan bahwa timbulan FLW didominasi oleh jenis padi-padian yakni beras, jagung, gandum, dan produk terkait, sementara jenis pangan yang prosesnya paling tidak efisien adalah sayur-sayuran, di mana kehilangannya mencapai 62,8 persen dari seluruh suplai domestik sayur-sayuran yang ada di Indonesia. “Dengan menyajikan sejumlah hasil analisis yang bersifat evidence-based, Kajian Food Loss and Waste di Indonesia ini menjadi pedoman dan referensi bagi para pengambil kebijakan sehingga implementasi pembangunan rendah karbon di Indonesia dapat memenuhi target yang telah ditetapkan,” ujar Menteri Suharso.

Hasil kajian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai landasan penyusunan kebijakan guna membantu mewujudkan komitmen Indonesia dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals, khususnya butir tiga dalam Tujuan 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab butir 3 yaitu mengurangi separuh food waste per kapita di tahap distribusi dan konsumsi serta mengurangi food loss di tahap produksi dan sepanjang rantai pasok, termasuk kehilangan di pascapanen pada 2030 mendatang. “Kondisi pandemi yang masih terus berlangsung mendorong kami untuk memanfaatkan momentum pemulihan nasional pasca pandemi Covid-19 untuk membangun kembali Indonesia secara lebih baik dan berkelanjutan, salah satunya dimulai dengan transisi bertahap dari ekonomi konvensional menuju ekonomi sirkular, termasuk di dalamnya isu food loss and waste. Kolaborasi aktif dari seluruh pihak terkait sangat diperlukan untuk memberikan hasil yang bermakna dan konkret untuk masyarakat Indonesia,” pungkas Menteri Suharso

Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Kemaritiman Kementerian PPN/Bappenas Arifin Rudiyanto menegaskan upaya mitigasi FLW turut berkontribusi untuk Pembangunan Rendah Karbon. “Sejauh ini, kebijakan terkait pengelolaan FLW menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan Pembangunan Rendah Karbon yang telah menjadi Program Prioritas dalam RPJMN 2020-2024. Beberapa kegiatan prioritas dalam Pembangunan Rendah Karbon seperti pertanian berkelanjutan dan penanganan limbah menjadi rangkaian upaya untuk mewujudkan ekonomi sirkular sekaligus mengelola FLW secara lebih berkelanjutan di Indonesia,” tutup Menteri Suharso.

Jakarta, 10 Juni 2021

Parulian Silalahi
Kepala Biro Humas dan Tata Usaha Pimpinan

Untuk informasi lebih lanjut:
Kementerian PPN/Bappenas
Jl. Taman Suropati No. 2 Jakarta 10310
Telepon: (021) 31936207, 3905650; Faks.: (021) 31901154
e-mail: humas@bappenas.go.id

Bappenas Kawal Pemantauan dan Pelaporan Aksi Pembangunan Rendah Karbon Daerah Melalui Aplikasi AKSARA di Provinsi Jawa Tengah

#Tujuan kegiatan ini adalah untuk memperkuat kapasitas dan komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan Perencanaan, Evaluasi, dan Pelaporan (PEP) kegiatan Pembangunan Rendah Karbon (PRK)

Semarang, Jawa Tengah – 9 Maret 2021 – Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas melalui Sekretariat Progream Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) bersama Bappeda Provinsi Jawa Tengah mengadakan kegiatan sosialisasi Pembangunan Rendah Karbon sekaligus Workshop PEP Aksi Pembangunan Rendah Karbon melalui Aplikasi AKSARA untuk Provinsi Jawa Tengah yang dihadiri seluruh 35 Kabupaten/Kota secara daring (dalam jaringan) dan luring (luar jaringan) selama 3 hari, 8-10 Maret 2021 di kota Semarang.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk memperkuat komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pelaksanaan PRK sekaligus peningkatan kapasitas SDM Pemkab/Pemkot dalam pelaksanaan Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) melalui aplikasi AKSARA.

Irfan Darliazi Yananto, SE, MenvRscEc., Perwakilan Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas yang menyampaikan sambutan mengenai Pembangunan Rendah Karbon mengharapkan agar kegiatan ini dapat memperkuat PRK sebagai salah satu elemen penting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jateng.
“PRK memiliki dua fokus utama, yaitu perbaikan kualitas perencanaan pembangunan menuju ekonomi hijau dan pelaksanaan PRK pada lima bidang: energi, lahan, industri, limbah, dan kawasan pesisir dan lautan (blue carbon) – kami berharap provinsi Jawa Tengah dapat memperkuat pencapaian tersebut dengan adanya kegiatan ini.”
“AKSARA tidak hanya untuk pemantauan dan evaluasi, tetapi dapat juga akan dikembangkan untuk tujuan perencanaan. Modul perencanaan masih dalam proses, saat ini sudah berjalan untuk pemantauan dan evaluasi,” ujar beliau. Sementara itu, Ir. Agung Tejo Prabowo, MM, Kabid Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah (IPW), yang mewakili PLH Sekda Provinsi Jawa Tengah mengatakan bahwa berdasarkan rekaman pelaporan data AKSARA Pemprov Jawa Tengah telah dilakukan 1.314 aksi mitigasi perubahan iklim, dengan capaian potensi penurunan emisi GRK kumulatif mencapai 9,58 juta ton CO2eq (karbon dioksida equivalen) hingga tahun 2020.

“Kegiatan ini kedepan diharapkan dapat didukung dengan pelaporan dari 35 Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dalam mengelola dan melaporkan kegiatan yang mendukung pengurangan emisi GRK di wilayah masing-masing.”

“Kami menyambut baik kegiatan yang dilaksanakan oleh Sekretariat PPRK Bappenas di Provinsi Jawa Tengah dengan tema yang kami tetapkan bersama: Peran Emisi Pengurangan GRK Daerah sebagai Kinerja Pembangunan Daerah – artinya capaian masing-masing Pemkab/Pemkot dalam PEP penurunan GRK melalui aplikasi AKSARA akan kami nilai sebagai bagian dari kinerja pembangunan daerah,” pungkas Agung.
Seiring dengan perubahan paradigma perencanaan pembangunan, Kementerian PPN/Bappenas melakukan pemutakhiran sistem pemantauan yang selama ini telah dilakukan melalui PEP Online menjadi aplikasi AKSARA sebagai perwujudan transformasi PEP Online dalam mengakomodir upaya pemantauan indikator-indikator pembangunan rendah karbon seperti intensitas emisi dengan tetap memantau potensi penurunan emisi karbon.

Dalam pelaksanaan PRK tidak hanya aspek daya dukung dan daya tampung yang menjadi fokus analisis, namun juga aspek ekonomi dan sosial. Contohnya adalah hutan mangrove yang memiliki potensi unggul di ketiga aspek tersebut. Selain mengurangi emisi GRK dengan menyerap karbon, mangrove dapat meningkatkan keberlanjutan lingkungan sekitarnya dengan menahan abrasi dan menjadi habitat bagi biota pesisir. Di aspek ekonomi, pengelolaan hutan bakau yang baik dapat menjadi peluang ekonomi bagi kelompok masyarakat sekitarnya melalui penciptaan ekowisata yang menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan pendapatan mereka.

Aplikasi AKSARA bertujuan untuk mendukung kegiatan perencanaan, pemantauan dan evaluasi PRK. AKSARA menjadi platform perekaman aksi PRK yang transparan, akurat, lengkap, konsisten, dan terintegrasi. Aplikasi AKSARA dapat diakses melalui laman pprk.bappenas.go.id/AKSARA untuk menggali berbagai informasi mengenai Pembangunan Rendah Karbon baik di tingkat nasional maupun daerah.
-selesai-

Narahubung:
Andie Wibianto
Communication Manager
Sekretariat Nasional Pembangunan Rendah Karbon
M: 08567653939
E: andie@lcdi-indonesia.id

Ekonomi Sirkular Dukung Peningkatan PDB dan Pelestarian Lingkungan Indonesia

#Laporan terbaru yang diluncurkan oleh kolaborasi Kementerian PPN/Bappenas dan UNDP Indonesia serta didukung Pemerintah Kerajaan Denmark berjudul The Economic, Social and Environmental Benefits of A Circular Economy in Indonesia mengungkapkan potensi penerapan Ekonomi Sirkular pada 5 sektor industri Makanan & Minuman, Tekstil, Konstruksi, Perdagangan Grosir & Ritel, dan Elektronik

#Ke-5 sektor tersebut mewakili hampir 1/3 GDP Indonesia dan mempekerjakan lebih dari 43 juta tenaga kerja di tahun 2019.

Jakarta, 25 Januari 2021 – “Penerapan ekonomi sirkular pada 5 sektor industri berpotensi menghasilkan tambahan PDB secara keseluruhan pada kisaran Rp593 triliun sampai dengan Rp642 triliun” menurut sebuah laporan yang baru diluncurkan hari ini oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, bekerja sama dengan United Nations Development Programme (UNDP), dan didukung Pemerintah Kerajaan Denmark.

Hasil studi potensi Ekonomi Sirkular Indonesia disampaikan pada acara peluncuran online sekaligus Webinar Nasional bertajuk Ekonomi Sirkular untuk Mendukung Ekonomi Hijau dan Pembangunan Rendah Karbon yang dibuka oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bapak Suharso Monoarfa, Menteri Lingkungan Hidup Denmark, Mrs. Lea Wermelin, dan Resident Representative UNDP Indonesia, Mr. Norimara Shimomura.

Studi tersebut berfokus pada lima sektor utama, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil, perdagangan grosir dan eceran (dengan fokus pada kemasan plastik), konstruksi, dan elektronik. Berdasarkan hasil studi tersebut, implementasi konsep ekonomi sirkular di lima sektor tersebut dapat menciptakan sekitar 4,4 juta lapangan kerja baru hingga tahun 2030. Model ekonomi sirkular membuka peluang bagi para pelaku ekonomi untuk mengurangi konsumsi bahan, produksi limbah, dan emisi sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Model tersebut sudah berhasil diterapkan pada beberapa negara, termasuk Denmark.

“Implementasi ekonomi sirkular diharapkan dapat menjadi salah satu kebijakan strategis dan terobosan untuk membangun kembali Indonesia yang lebih tangguh pasca COVID-19, melalui penciptaan lapangan pekerjaan hijau (green jobs) dan peningkatan efisiensi proses dengan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya,” ujar Menteri Suharso Monoarfa.

“Keberlanjutan adalah inti dari filosofi produksi negara Denmark. Kami siap untuk berbagi praktik terbaik tentgrang penerapan Ekonomi Sirkular dan berharap Indonesia dapat mengadopsi proses yang sama seiring dengan upaya pembangunan berkelanjutan,” kata Menteri Lingkungan Hidup Denmark Lea Wermelin.

Resident Representative UNDP Indonesia, Norimasa Shimomura menekankan Indonesia bisa mendapat manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan yang sangat besar dari penerapan ekonomi sirkular.

“Model ekonomi sirkuler memungkinkan kita mengurangi konsumsi bahan, sampah, dan emisi dan pada saat yang sama mempertahankan pertumbuhan dan menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan demikian, model ini mampu menjawab tantangan perubahan iklim dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama – perempuan yang rentan, warga lansia, anak-anak, dan masyarakat disabilitas, yang sesungguhnya mampu berperan aktif di komunitas,” kata Norimasa Shimomura, Kepala Perwakilan UNDP Indonesia.

“Selain dampak ekonomi, Ekonomi Sirkular juga memberi dampak signifikan pada lingkungan. Salah satunya, terdapat potensi untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang bisa membantu Indonesia mencapai target penurunan emisi. Berdasarkan analisis kami, Ekonomi Sirkular bisa membantu Indonesia mencapai penurunan emisi GRK sebesar 126 juta ton CO2 ekivalen pada tahun 2030, yang didorong oleh beberapa faktor, termasuk produksi limbah yang lebih rendah, penggunaan alternatif yang lebih hemat energi, dan perpanjangan umur sumber daya.,” ujar Arifin Rudiyanto, Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam Bappenas.

-selesai-

KONTAK MEDIA
Direktorat Lingkungan Hidup Bappenas, Anggi Pertiwi Putri, anggi.putri@bappenas.go.id

BAPPENAS Tinjau Kesiapan Geosite Juru Seberang dalam rangka Transformasi Ekonomi Belitung sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Prioritas

Belitung, 5 September 2020 – Sekretaris Utama Kementerian PPN/ Bappenas, Himawan Hariyoga Djojokusumo mengapresiasi kerjasama multipihak yang telah terbangun untuk mengembangkan kawasan yang sebelumnya merupakan lahan pembuangan limbah tailing dari aktivitas penambangan timah menjadi kawasan ekowisata mangrove. Hal ini diungkapkannya pada rangkaian kunjungan kerja di Pulau Belitung, Bangka Belitung.

Belitung Mangrove Park (BMP) pada tahun 2017 mendapat inisiasi dukungan awal dari Kementerian PPN/Bappenas sebesar 2 M, bersumber dari dana hibah USAID. Dukungan awal tersebut kemudian mampu memicu pemangku kepentingan lainnya untuk ikut mengucurkan dananya bagi pengembangan Belitung Mangrove Park. Kolaborasi pendanaan dari berbagai instansi dan lembaga tersebut kini mencapai Rp 22,2 M.

“BMP merupakan contoh yang bagus dan dapat menjadi laboratorium untuk mempelajari bagaimana merencanakan kegiatan yang berkelanjutan. Dari aspek teori pembangunan berkelanjutan, BMP telah memenuhi seluruh aspek yang ada didalamnya, mulai dari aspek lingkungan berupa kegiatan konservasi dan rehabilitasi lahan, aspek sosial berupa dukungan dan keterlibatan aktif masyarakat,serta aspek ekonomi yang terwujud dengan meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. ”

“Selain itu, Kawasan Belitung Mangrove Park ini juga menjadi contoh sukses kerjasama multipihak dimana awalnya melalui inisiasi Bappenas senilai 2M melalui dana hibah menjadi 22,2M melalui kemitraan multipihak” ujar Sekretaris Utama Kementerian PPN/ Bappenas, Himawan Hariyoga Djojokusumo.

MP menciptakan lapangan kerja hijau yang berasal dari masyarakat lokal, sekuestrasi karbon melalui rehabilitasi seluas 50 ha hutan mangrove, dan meningkatnya SHU anggota koperasi dari Rp 3 juta menjadi Rp 20 juta, serta pendapatan tiket masuk hingga 50-65 juta/bulan. Meskipun demikian, pandemi COVID-19 cukup menghantam kondisi industri pariwisata, termasuk kawasan Belitung Mangrove Park. Pengelola berupaya untuk terus berinovasi melalui penerapan protokol kesehatan dan mengembangkan alternatif kegiatan ekonomi lainnya, seperti kegiatan budidaya yang sebelumnya sudah berjalan dengan baik.

Media contact:
Kevin Simon – Communication Officer LCDI
HP: 082258565533
Email: communication@lcdi-indonesia.id

LCDI Talk Bahas Masalah Iklim Bersama Generasi Muda

#Program LCDI Talk dari Sekretariat Pembangunan Rendah Karbon Indonesia atau Low Carbon Development Indonesia (LCDI) membahas peran generasi muda (khususnya mahasiswa) dalam
memerangi perubahan iklim.

#Webinar mengetengahkan pentingnya aksi nyata generasi muda di lapangan dalam mempraktikan gaya hidup rendah karbon yang ramah lingkungan dalam menghadapi dampak langsung perubahan
iklim.

Jakarta, 22 Juli, 2020 – Sekretariat Pembangunan Rendah Karbon atau LCDI (Low Carbon Development Indonesia membahas peran aksi generasi muda dalam memerangi perubahan iklim dengan membumikan dan mempopulerkan gaya hidup rendah karbon.

Sebagaimana diketahui, krisis iklim yang telah hadir di depan mata adalah akibat langsung dari pola atau gaya hidup yang tidak berkelanjutan dan cenderung eksploitatif dan tinggi emisi. Khususnya yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan pembukaan dan pengalihan lahan menjadi kawasan industri, pertanian, perkebunan dan hunian. Ditambah kegiatan-kegiatan industri, produksi energi berbahan bakar fosil, limbah dan sampah, transportasi, dan kerusakan ekosistem laut untuk pemenuhan kebutuhan manusia yang berlebih.

Timbulnya kerentanan dan dampak langsung dari perubahan iklim dapat dikurangi melalui tindakantindakan pencegahan (mitigasi) dan adaptasi agar masyarakat ketahanan terhadap perubahan iklim yang
terjadi (climate resilience).

“Generasi muda adalah pemilik masa depan, namun demikian perubahan iklim bisa menyebabkan kesulitan dan kerentanan kehidupan, karena faktanya emisi karbon dan perubahan iklim telah berdampak pada terjadinya bencana dan penurunan kualitas lingkungan di Indonesia,” ujar Irfan Darliazi, SE, MEPE, staf perencana Direktorat Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas dalam keynote speech-nya.

Senada dengan Irfan, Dr. Hendricus Andy Simarmata, Ketua Ikatan Ahli Perencana Indonesia (IAPI) yang juga ahli perencanaan kota, mitigasi dan perubahan iklim, serta staf pengajar di Sekolah Kajian Strategic dan Global (SKSG) mengatakan: “Dampak perubahan iklim harus dilihat sebagai peluang momentum titik balik menata gaya hidup rendah karbon, bukan menganggapnya sebagai tambahan persoalan baru.”

Dr. Andy juga menyoroti untuk menumbuhkan rasa krisis atau sense crisis perubahan iklim bagi semua pihak, baik pemerintah, kelompok masyarakat, atau kalangan dunia usaha. Sehingga dalam aksi di tingkat lapangan dan tatanan berkegiatan sehari-hari akan timbul dorongan untuk mengatasi krisis

perubahan iklim secara bersama-sama. Khusus untuk generasi muda, Dr. Andy mendorong generasi muda untuk mengambil bagian dengan memanfaatkan bonus teknologi dan kemudahan berkomunikasi di era ultra modern ini dengan membangun narasi intelektual dan memasyarakatkan gaya hidup rendah karbon.

Sementara itu, Priyaji Agung Pambudi, S.Pd, M.Si, Ketua Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia (Himpasiling UI) menekankan pentingnya generasi muda membangun aliansi strategis dalam bentuk kelompok-kelompok kajian dan aksi memerangi perubahan iklim.

“Generasi muda harus segera bergerak dan lebih banyak mengambil keputusan bersama mengatasi permasalahan yang timbul akibat perubahan iklim – termasuk pemasyarakatan dampak perubahan iklim dan aksi nyata untuk memeranginya di kehidupan sehari-hari.”

Di bagian akhir, Irfan menambahkan bahwa arah kebijakan pembangunan jangka menengah dan panjang yang dianjurkan pemerintah harus dapat memenuhi tujuan pembangunan ekonomi, sistem kesehatan, ketahanan pangan, serta penanganan bencana lingkungan yang lebih tangguh di masa depan dimana komponen generasi muda diharapkan dapat berperan lebih proaktif dan aktif.

-selesai-

Narahubung:
Kevin Simon
Sekretariat LCDI
communication@lcdi-indonesia.id
082258565533

PROVINSI JAWA BARAT SIAP MELAKSANAKAN PEMBANGUNAN RENDAH KARBON

BANDUNG – Menindaklanjuti penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian PPN/ Bappenas dengan Provinsi Jabar pada tanggal 2 April 2019, Provinsi Jawa Barat kini siap memulai agenda Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) di tingkat provinsi. Sebagai provinsi percontohan PPRK, Provinsi Jawa Barat menargetkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) setara 13,45 juta ton CO2 melalui kegiatan di sektor strategis, seperti kehutanan, pertanian, energi, transportasi dan pengelolaan limbah.

Saat ini, penurunan emisi GRK telah menjadi salah satu sasaran makro pembangunan dalam RPJMN 2020-2024, menjadikan isu lingkungan setara dengan pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, gini rasio, tingkat pengangguran terbuka dan indeks pembangunan manusia”, jelas Medrilzam, Direktur Lingkungan Hidup Bappenas dalam sambutannya pada acara kick off dan sosialisasi kegiatan PPRK Provinsi Jawa Barat, Kamis (5/3) di Bandung.

Melalui pendekatan ilmiah dan terintegrasi, Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon (PPRK) mampu menunjukkan sinergi positif antara penanganan perubahan iklim dengan pertumbuhan ekonomi. Tingginya aktivitas perekonomian Jawa Barat yang di dominasi oleh sektor industri, konstruksi dan pertanian berdampak pada semakin berkurangnya tutupan hutan dan tingginya penggunaan bahan bakar fosil. Dua aktivitas tersebut secara signifikan meningkatkan emisi GRK di Provinsi Jawa Barat. Dampaknya, berbagai cuaca ekstrim dalam bentuk curah hujan tinggi, bencana hidrometeorologis, dan berkurangnya serapan air akibat alih fungsi lahan terjadi di Jawa Barat.

Terdorong oleh hal ini, Provinsi Jawa Barat mengagendakan penanganan khusus melalui PPRK yang mengedepankan scientific-based policy untuk diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan pembangunan di daerah, sekaligus melakukan berbagai aksi nyata untuk mensinergikan pertumbuhan ekonomi dengan konservasi lingkungan. Berbagai kebijakan yang dapat dilakukan dalam konteks pembangunan rendah karbon antara lain penurunan laju deforestasi dan peningkatan reforestasi, peningkatan penggunaan energi baru terbarukan dan efisiensi energi, peningkatan produktivitas pertanian melalui intensifikasi pertanian, serta pengelolaan limbah dan sampah berkelanjutan.

Dalam pelaksanaannya, Pemerintah Provinsi Jawa Barat mendapatkan dukungan dari berbagai mitra pembangunan. Pemerintah Jerman melalui Deutsche Gesellschaft fuer Internationale Zusammenarbeit (GIZ) dan Pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA) serta lembaga-lembaga PBB di bawah konsorsium UN Partnership for Action on Green Economy (UN-PAGE) yang terdiri dari UNDP, ILO, UNIDO, UNEP dan UNITAR menyatakan komitmen untuk mendukung penyiapan PPRK di Provinsi Jawa Barat, melalui serangkaian kegiatan antara lain peningkatan kapasitas, dukungan penyusunan kebijakan, penguatan komunikasi dan upaya integrasi kebijakan PPRK ke dalam dokumen perencanaan pembangunan di Provinsi Jawa Barat.

Kedepan, upaya pemerintah Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu provinsi percontohan pembangunan rendah karbon di Indonesia diharapkan dapat menarik dukungan dari berbagai pihak, termasuk sektor swasta dan unsur masyarakat. Dengan demikian, Provinsi Jawa Barat diharapkan tampil sebagai salah satu pionir pembangunan rendah karbon di Indonesia.

Bandung, 5 Maret 2020

Untuk informasi lebih lanjut:
Sekretariat Perencanaan Pembangunan Rendah Karbon,
Kementerian PPN/ Bappenas

Gd. LIPPO Kuningan, Lt. 15
Jl. HR. Rasuna Said Kav. B-12, Jakarta
Telp: (021) 8067 9314
Fax: (021) 8067 9315
Email: communication@lcdi-indonesia.id
https://www.lcdi-indonesia.id