Dalam rangka mendukung upaya peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi perubahan iklim, World Meteorological Organization (WMO) melalui Resolusi No 9 Tahun 2015 telah menetapkan perlunya karakterisasi dan penyusunan katalog kejadian ekstrem secara sistematis untuk cuaca dan iklim berikut kejadian bencana hidrometeorologi yang diakibatkannya. WMO, sebagai badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di bidang cuaca dan iklim (meteorologi), berkomitmen untuk memfasilitasi studi yang berkaitan dengan observasi di bidang meteorologi sebagai dukungan bagi negara yang membutuhkan. Untuk wilayah Asia Tenggara, WMO memberikan dukungan kepada Indonesia, melalui Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), dengan memberikan informasi berupa data atmosfer bumi, cuaca, iklim, air, dan cuaca luar angkasa yang direkam secara sistematis. Dengan memonitor kondisi meteorologi, fenomena alam akan terekam sebagai katalog kejadian bencana yang digunakan sebagai proyeksi terhadap kejadian bencana yang mengancam. Data historis bencana yang dihasilkan dapat digunakan sebagai referensi dalam proses proyeksi kejadian bencana di masa depan. Selain itu, data tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk melakukan studi kebencanaan dengan menghubungkan suatu fenomena kecil dengan fenomena kejadian lain yang berskala lebih besar, misalnya: menghubungkan hujan lebat, angin kencang, banjir gelombang badai dan tanah longsor dengan siklon tropis. Selain itu, melalui metodologi penautan antar kejadian ini, besaran resiko dari kejadian bencana yang terjadi dapat menghasilkan data yang presisi sehingga dapat digunakan sebagai Analisa untuk menghindari kerugian yang mungkin terjadi di masa mendatang.
Menggunakan data dari WMO, data historis bencana dapat digunakan sebagai data utama dalam kajian Loss and Damage dengan menggunakan data tersebut sebagai salah satu pendekatan untuk membangun sistem penyaluran bantuan yang efektif dan mendukung sistem perhitungan risiko yang tepat. Kajian perhitungan Loss and Damage dapat dilakukan dengan mengidentifikasi lokasi dengan potensi bahaya, kerentanan dan jumlah risiko yang tinggi, serta memiliki kapasitas yang cukup rendah untuk menghadapi kejadian ekstrem. Berbagai karakteristik lokasi di Indonesia mengakibatkan tingkat dampak yang berbeda akibat kejadian berbahaya tersebut. Penentuan lokasi prioritas, dengan menentukan wilayah dengan tingkat kerugian dan kerusakan yang paling tinggi sebagai lokasi dengan prioritas tinggi, dapat digunakan sebagai pendekatan dalam kajian Loss and Damage dan diintegrasikan ke dalam strategi nasional untuk diterapkan dalam praktik lokal.
Sistem peringatan dini atau Early Warning System (EWS) adalah elemen utama dari pengurangan risiko bencana. Dalam praktiknya, implementasi sistem peringatan dini bertujuan untuk mencegah hilangnya nyawa dan mengurangi dampak ekonomi dan material dari bencana. Agar efektif, sistem peringatan dini perlu: melibatkan secara aktif masyarakat yang berisiko, memfasilitasi pendidikan dan kesadaran masyarakat tentang risiko, menyebarkan pesan peringatan secara efektif dan kesiapan dalam menghadapi bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Kajian Loss and Damage dalam hal ini menjadi salah satu kajian pendukung dalam pengembangan sistem peringatan dini dan sebagai bagian dari tindakan awal menuju masyarakat yang berkelanjutan, tangguh dan inklusif.
PBB melalui laporan International Strategy for Disaster Reduction (2006) telah menyebutkan beberapa elemen menjadi kunci dalam keberhasilan implementasi sistem peringatan dini, yaitu pengetahuan mengenai risiko; monitoring dan sistem peringatan; diseminasi informasi dan alur komunikasi; dan kapasitas dalam merespon bencana.
1. Informasi Mengenai Risiko
Risiko timbul dari kombinasi bahaya dan kerentanan di lokasi tertentu. Penilaian risiko membutuhkan sistematika pengumpulan dan analisis data dan harus mempertimbangkan sifat dinamis dari bahaya dan kerentanan yang muncul dari proses seperti: urbanisasi, perubahan penggunaan lahan pedesaan, degradasi lingkungan dan perubahan iklim. Penilaian risiko dan peta membantu memotivasi masyarakat, prioritaskan kebutuhan sistem peringatan dini dan memandu persiapan pencegahan dan tanggap bencana.
2. Monitoring dan Sistem Peringatan
Sistem peringatan merupakan inti utama dari sistem peringatan dini, dan di dalam proses pembentukkan sistem diperlukan suatu dasar ilmiah yang kuat untuk memprediksi bahaya serta sistem otomatis yang dapat memberikan peringatan dengan waktu operasional 24 jam nonstop. Pemantauan secara terus menerus terhadap parameter bahaya, termasuk tanda bahaya dini, menjadi komponen penting untuk menghasilkan sistem peringatan yang akurat dan tepat waktu. Layanan sistem peringatan dini juga dapat dimanfaatkan untuk peringatan jenis bahaya yang berbeda disaat bersamaan (Multi Hazard Early Warning System/MHEWS). Dalam pengembangan sistem MHEWS diperlukan suatu koordinasi antar badan/Lembaga pemerintah yang berwenang sebagai acuan institusional, procedural dan komunikasi yang efektif.