Perubahan Iklim Berdampak terhadap Malnutrisi Penduduk Indonesia
Perubahan Iklim dan Gizi Masyarakat
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi kenaikan suhu ekstrem di masa yang akan datang. Kenaikan tersebut ditambah dengan kombinasi curah hujan rendah dapat menyebabkan terjadinya kekeringan dan berakibat pada gagal panen di sektor pertanian. Secara tidak langsung, situasi ini akan mempengaruhi status gizi masyarakat. Kondisi gizi masyarakat sangat dipengaruhi oleh asupan makanan dan sangat erat kaitannya dengan ketahanan pangan.
Peningkatan suhu di Indonesia dapat berpotensi mencapai 4oC dengan skenario iklim RCP 8.5 atau tanpa melakukan tindakan apapun (lihat gambar 1). Kenaikan suhu akan terjadi dalam kisaran 0,8°C–1,4°C yang diperkirakan terjadi pada tahun 2040-2059 dan 2,4°C–4,6°C pada tahun 2080-2030. Kenaikan suhu yang signifikan ini dapat berdampak negatif terhadap kejadian kekeringan dan didukung dengan pola curah hujan yang rendah.
El Niño-Southern Oscillation (ENSO) adalah faktor pengendali iklim terkuat yang memengaruhi variabilitas iklim di Indonesia khususnya curah hujan. Pada kondisi El Niño, penurunan curah hujan kejadiannya akan menguat sebesar 1,8% hingga 3,4% dibanding periode historisnya di Indonesia (Alfarisi, Faqih, Dasanto, 2021). Menurut BMKG (2023) terdapat kecenderungan perubahan menjadi lebih kering selama 30 tahun mendatang. Hal ini terlihat cukup jelas pada musim hujan monsunal (JJA atau Juni-Juli-Agustus) dan pada skenario RCP8.5 (lihat gambar 2). Dengan kondisi ini, menurunnya curah hujan dan naiknya suhu dapat menimbulkan dampak kekeringan yang berkepanjangan dan berpengaruh terhadap ketahanan pangan.
Peningkatan suhu dan rendahnya curah hujan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tanaman sehingga berakibat pada gagal panen. Hasil panen yang menurun terutama di sentra produksi pangan akibat perubahan iklim tentunya mengancam ketahanan pangan regional maupun nasional. Pergeseran musim tanam dan panen, penurunan produktivitas, dan produksi tanaman pangan di lahan pertanian merupakan beberapa dampak yang ditimbulkan dari perubahan iklim.
Perubahan iklim secara tidak langsung dapat memicu krisis pangan dan berisiko terhadap kurangnya asupan makanan pada masyarakat. Karena itulah, perlunya pengelolaan terhadap risiko kesehatan yang ditimbulkan dari kurangnya asupan makanan agar tidak menimbulkan persoalan gizi masyarakat. Secara khusus, kelompok yang paling rentan terhadap kondisi tersebut adalah anak-anak, golongan usia lanjut, dan individu dengan riwayat penyakit kronis.
Ketahanan pangan dan gizi adalah dua hal yang saling berkaitan dan berpengaruh terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Ketahanan pangan adalah kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cukup, aman, bergizi, dan berkelanjutan. Gizi adalah proses asupan dan pemanfaatan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi optimal.
Status gizi masyarakat dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti asupan pangan, penyakit infeksi, sanitasi lingkungan, higiene perorangan, air bersih, pendidikan, pendapatan, budaya, dan lain-lain. Status gizi dapat diukur dengan menggunakan indikator antropometri (ukuran tubuh), biokimia (kadar zat gizi dalam darah atau urin), klinis (gejala fisik akibat kekurangan atau kelebihan zat gizi), dan diet (pola konsumsi pangan).
Status gizi yang baik merupakan salah satu tujuan dari ketahanan pangan dan gizi. Status gizi yang baik dapat meningkatkan kualitas hidup, produktivitas, daya tahan tubuh, dan prestasi belajar. Sebaliknya, status gizi yang buruk dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, seperti stunting (pertumbuhan pendek), wasting (kurus), obesitas (gemuk), anemia (kurang darah), dan defisiensi mikronutrien (kurang vitamin atau mineral).
Kekeringan, Ketahanan Pangan, dan Gizi
Kurang gizi, juga dikenal sebagai malnutrisi, adalah kondisi di mana tubuh kekurangan nutrisi yang diperlukan dari makanan. Kekeringan akibat perubahan iklim telah mengancam pasokan makanan dari hasil pertanian. Hasil panen menurun, kematian ternak meningkat, kekurangan pasokan air, dan kenaikan harga merupakan sebagian dampak yang ditimbulkan. Hal ini dapat menyebabkan ketidakamanan ketersediaan dan jangkauan pangan. Keadaan tersebut memicu terjadinya permasalahan pada status gizi penduduk, terutama yang tinggal di daerah kering dan rentan. Diproyeksi terdapat sekitar 35,1 kematian akibat perubahan iklim per satu juta penduduk yang disebabkan oleh kurangnya ketersediaan pangan di Indonesia pada tahun pertengahan abad ini menurut skenario iklim RCP8.5 yang merupakan skenario proyeksi paling ekstrem (Springmann dkk, 2016).
Selain itu, terdapat fakta lain yang menunjukan bahwa anak-anak sebagai kelompok rentan terkena malnutrisi. WFP (Program Pangan Dunia) memperkirakan bahwa secara global risiko kelaparan dan kekurangan gizi pada anak meningkat sebesar 20% pada tahun 2050 jika tidak melakukan aksi terkait dengan ketahanan iklim (WFP, 2021). Pada tahun 2018, hampir 3 dari 10 anak di bawah usia 5 tahun mengalami stunting, sementara 1 dari 10 anak mengalami wasting di Indonesia (UNICEF, 2019). Selain itu, sekitar 2 juta anak di bawah usia 5 tahun menderita malnutrisi akut berat, yang bisa mengancam nyawa mereka jika tidak ditangani.
Upaya Penanggulangan Malnutrisi Akibat Perubahan Iklim
Diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan mitra pembangunan, untuk mengatasi dampak kekeringan terhadap status gizi masyarakat. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah meningkatkan akses dan kualitas layanan kesehatan dan gizi, mendorong diversifikasi pangan dan konsumsi pangan lokal yang bergizi dan tahan terhadap perubahan iklim, serta mempromosikan praktik hidup bersih dan sehat. Dalam tataran kebijakan, beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (SMERU, 2020):
- Memperluas fokus kebijakan untuk menanggulangi beban nutrisi yang tidak hanya stunting melainkan juga beban malnutrisi lainnya (wasting, obesitas, kelebihan berat badan, dan defisiensi mikronutrien).
- Menggalakkan promosi gizi seimbang melalui komunikasi perubahan sosial dan perilaku yang efektif dengan masyarakat.
- Meningkatkan akses masyarakat terhadap pangan yang bervariasi dengan pengembangan sistem pangan yang beragam, tahan terhadap perubahan iklim, dan peka terhadap kebutuhan gizi.
- Memperkuat tata kelola ketahanan pangan dan gizi atau sistem pangan secara keseluruhan dengan membentuk lembaga koordinasi kebijakan yang efektif.
Jika tidak ada tindakan yang dilakukan untuk menghadapi dampak perubahan iklim terhadap kondisi gizi masyarakat, maka proyeksi dan prediksi yang dilakukan oleh beberapa lembaga seperti WFP akan menjadi kenyataan. Hal ini menyadarkan kepada kita bahwa perubahan iklim merupakan ancaman yang sangat serius bagi kehidupan manusia.
Daftar Pustaka
ADB. (2021). Climate Risk Country Profile: Indonesia. Manila: Asian Development Bank.
Aprillia, T., Caledonia, A. D., & Legita, Y. F. (2020). Analisis dampak perubahan iklim sebagai faktor penyebab demam berdarah dengue (DBD). Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat 2020, 1(1), 1-8.
BMKG. (2023). Sains Iklim Dan Layanan Iklim Terapan Untuk Ketahanan Iklim: Paparan Pembahasan Instruksi Presiden (INPRES) Ketahanan Iklim Tingkat Menteri pada 14 September 2023 di Jakarta.
Kemenkes. (2023). Situasi Dengue di Indonesia pada Minggu ke-48 Tahun 2022. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Diambil dari https://p2pm.kemkes.go.id/publikasi/infografis/situasi-dengue-di-indonesia-pada-minggu-ke-48-tahun-2022
Kemenkes. (2022). Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2021. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Alfarisi, Salman., Faqih, Akhmad., Dasanto, Bambang Dwi. (2021). Proyeksi Curah Hujan di Indonesia pada Berbagai Kondisi ENSO dengan Menggunakan Data GCM CMIP6. Bogor: Repositori IPB.
SMERU. (2020). Tinjauan Strategis Ketahanan Pangan dan Gizi di Indonesia: Informasi Terkini 2019-2020. SMERU. Diakses pada 14 September 2022 dari https://smeru.or.id/id/publication-id/tinjauan-strategis-ketahanan-pangan-dan-gizi-di-indonesia-informasi-terkini-2019-2020.
Springmann, M., Mason-D’Croz, D., Robinson, S., Garnett, T., Godfray, H. C. J., Gollin, D., . . . Scarborough, P. (2016). Global and regional health effects of future food production under climate change: a modelling study. The Lancet: 387: 1937–1946.
UNICEF. (2019). Nutrition: Tackling the ‘double burden’ of malnutrition in Indonesia. Diambil dari https://www.unicef.org/indonesia/nutrition
WFP. (2015). Two minutes on climate change and hunger: A zero hunger world needs climate resilience. The World Food Program.
Editor:
Irfan Darliazi Yananto – Koordinator Pembangunan Berketahanan Iklim